[Dua Puluh Satu] Bermain Bersama Taya

1.4K 210 8
                                    

Subuh tadi Nataya ikut bangun dan sahur bersama orangtuanya. Walaupun ia lebih banyak mengacak makanannya dan kena tegur orangtuanya sih, tapi Taya semangat untuk sahur bersama.

Kalau ditanya puasa atau tidak, bocah gembul itu pasti jawab puasa. Mana mau kalah, walaupun buka puasanya terkadang dua jam sekali. Ngakunya saja sampai azan, tapi kalau lapar atau haus pasti minta makan sama mama atau laporan dulu.

Lalu sekarang dia sudah antusias main bersama ayahnya. Mumpung libur, biasanya seharian Taya pasti sama ayahnya.

"Taya pelihala ikan Ayah...."

Umm oke, bukan main sih sebenarnya, bocah ini sedari tadi merengek minta di belikan ikan.

Bukannya tidak mau mengabulkan keingnan putra gembulnya itu, tapi sebagai orangtua mereka cukup trauma dengan peliharaan putranya itu. Tidak ada yang hidup.

"Abang sini deh, Ayah mau ngomong."

Bocah gembul itu berhenti cemberut dan menghampiri ayahnya. Memeluk kaki ayahnya gemas.

Ugh ada maunya gini Taya berkali-kali lipat menyebalkan plus menggemaskan. Rengekannya mengganggu, namun kelakuannya itu loh ada-ada saja yang membuat orangtuanya menahan diri untuk cubit bibi bocah itu.

"Abang ingat dulu pernah pelihara ikan?"

"Ingat Ayah. Mati kan..." Taya mengingat-ingat ikan pertama, kedua, dan ketiga miliknya.

Mati, tak ada yang tersisa.

Ada juga ikan yang diberi oleh tetangga favoritnya Pakdhe Danang dan Budhe Mayang, tapi berakhir digoreng sama mama karena sudah tak terselamatnya.

"Abang, bukannya Ayah sama Mama nggak mau beliin Ikan loh. Tetapi Abang bisa rawatnya? Nggak boleh mati?"

Sejujurnya Byakta dan Baheera sedikit khawatir dengan putra gembulnya itu. Pasalnya Taya tak menunjukkan perasaan sedih ketika ikannya mati. Beda ceritanya kalau mainan Dinonya hilang, sedihnya seperti tak diberi kasih sayang sama orangtuanya.

"Ikan Pakdhe Mama goleng Ayah. Yummi maam."

"Nah berakhir jadi ikan goreng kan."

"Tapi Taya mau cantik-cantik. Walna walni itu." Taya jadi ingat ikan yang ia lihat di restoran kemarin itu.

Banyak, besar-besar dan cantik. Warna-warnanya menggemaskan. Ada yang mereh, kuning, ada putih, bercorak juga banyak.

"Lihat ikan di rumah Om Angga aja yah. Terus juga kita nggak punya aquarium untuk pelihara ikannya. Nanti ikannya tinggal di mana?"

"Lumah Taya lah, kan ada embel Mama besal sana."

"Butuh oksigen untuk hidup. Biar airnya juga bagus, tidak keruh. Nah kita tidak punya itu."

Sejujurnya memelihara ikan yang baik butuh modal. Byakta dan Baheera juga bukan tipe yang telaten mengurus peliharaan, bahkan sampai sekarang setelah punya anak.

Mengurus anak satu saja butuh energi, dan Baheera tak ingin mengabiskan energinya untuk mengurus sesuatu yang membuatnya bekerja lebih ekstra lagi.

"Mending kita gali tanah aja yuk. Buat Zoo sama main Dino. Atau mau main trampolin?"

"Main sepeda aja..."

Astaga bocah, itu kan tak ada dipilihan. Tapi okelah, daripada main trampolin bikin cepat haus. Main sepeda pilihan bijak.

"Ayoo kita cari helm sama peralatannya."

"Ayoooo, Taya sudah bisa sepeda loda dua loh." pamernya bangga.

Patut sih Taya bangga, jatuh bangun dalam arti sesungguhnya ia belajar main sepeda roda dua. Lecet, baret, luka sudah pernah ia alami. Tapi alhamdulillah aman terkendali.

"Mama, Taya mau main sepeda depan sana.." Lapor Taya menghampiri mamanya yang ada di belakang rumah.

Baheera lagi me time. Baca buku, rebahan, buka media sosial sepuasnya. Kalau bersama Taya mana sempat.

"Sama Ayah kan?"

"Huuh Mama. Ayah kelualin sepeda."

"Jawabnya iya Mama. Bukan huuh, oke?"

"Huuh, eh iya Mama.." ulangnya lagi sambil senyum merasa salah.

Ugh menggemaskan. Tadi merajuk sekarang sudah happy happy saja tuh. Mudah sekali ganti suasana hatinya. Baguslah, tak sampai menangis dan guling guling sih tadi.

"Peralatannya?"

"Sama Ayah."

Oke, Baheera harus melihat dan mengantarkan keduanya nanti sampai depan gerbang sana sih.

"Oke, Taya bantu Ayah dulu yah."

"Iya Mama..."

Bocah itu sudah berlari pergi menghampiri ayahnya. Taya mau main sepeda. Asik.

Ramadhan with NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang