RUMAH keluarga Pak Wahyu dihadiri beberapa bapak-bapak dan anak-anak lelaki muda kampung. Warga kampung akan mengadakan acara donor darah, yang memang dilaksanakan rutin secara berkala. Kali ini rumah Pak Wahyu dipakai menjadi tempat rapat. Meski hari masih sangat terang namun mereka menyempatkan diri untuk berkumpul di rumah Pak Wahyu. Dimas tampak sedang memimpin rapat kali ini. Meski ia terlihat sebagai salah satu yang termuda, namun semua hadirin begitu menghargai dan mendengarkan penjelasannya.
“Jadi, acaranya akan dimulai pada pukul 12.00 siang. Seusai umat Kristen dan Katolik beribadah, bisa langsung ke Balai Desa. Diawali dengan makan siang bersama, kemudian pukul 13.00 akan dimulai penjelasan tentang pentingnya donor darah itu sendiri. Diperkirakan, sekitar pukul 14.30 donor darah sudah bisa dimulai,” ujar Dimas menjelaskan.
“Bagaimana? Setuju dengan waktu yang ditentukan?” tanya Made, menyambung ucapan Dimas, seorang anak lelaki berpakaian SMA yang berdiri tepat di sebelah Dimas.
“Setuju,” jawab beberapa hadirin. Kemudian dilanjutkan pula oleh beberapa hadirin dengan bunyi yang sama.
“Bagus kalo semua sudah setuju. Sekarang persiapannya. Bisa kita mulai membagi tugas masing-masing?” tanya Pak Kepala Desa.
♥️♥️♥️
ANGIE tiba di rumah Rudi, ia membanting-banting tas dan sepatunya di ruang tamu. Asisten rumah tangga Rudi berlarian menjauhi Angie dan memilih tak mau tahu. “Gila! Rudi udah bener-bener gila! Masa aku diperlakukan seperti ini!” teriak Angie kesal. Ia mengusap-usap air mata yang masih berderai-derai membasahi pipinya. “Tapi enggak! Aku gak boleh nyerah! Aku harus bisa bertahan di sini. Setidaknya aku masih bisa sering ketemu dia di rumah ini,” ujar Angie berusaha menenangkan diri.“Iya, aku harus cari akal baru.” Angie kemudian membantingkan tubuhnya di sofa mahal milik Rudi.
♥️♥️♥️
“APA kamu gak terlalu keras ya sama Angie?” tanya Mawar saat mereka berjalan keluar dari kantor. Mentari sudah tidak begitu cerah, langit sudah berubah menjingga.“Saya sebel. Dia gak pernah bisa dibaikin,” jawab Rudi datar, dengan pandangan menerawang jauh ke kandang kuda.
“Mungkin karena kamu terlalu menutup mata untuk dia.” Kali ini Mawar sedikit melembutkan nadanya. “Barang kali kalo kamu bisa sedikit lebih persuasif, dia gak akan seperti tadi,” lanjut Mawar pula, sambil menepuk lengan Rudi.
“Persuasif? Menurut kamu?” Rudi menoleh ke arah Angie dengan tatapan tidak mengerti.
“Ya, dengan cara nunjukkin sikap persahabatan tapi gak kasih harapan. Kalo memang kamu benar-benar gak bisa jawab perasaan dia sesuai yang dia mau,” terang Mawar.
“Kamu tahu dari mana?” tanya Rudi lagi.
“Saya ‘kan perempuan. Saya mengerti bahasa tubuh perempuan,” jawab Mawar masih penuh teka-teki.
“Sebenarnya saya ingin sekali bisa lembut sama dia. Tapi saya benar-benar kehabisan akal, supaya dia gak salah paham sama sikap saya,” kata Rudi.
“Berdoa saja. Saya lihat dia bukan perempuan yang jahat kok., ujar Mawar pula. Ternyata Dimas sudah menunggu Mawar, “Saya duluan ya,” ujar Mawar.
“Hati-hati,” jawab Rudi.“Kamu juga,” ujar Mawar meninggalkan Rudi.
♥️♥️♥️
LANGIT sudah gelap, senyuman bintang-bintang melengkapi indahnya malam yang cerah ini. Menemani kegiatan paruh waktu Mawar yang masih sibuk dengan murid-muridnya. Tiga orang seusianya tampak mengawasi anak-anak yang belajar di ruangan ini. Siswa-siswi usia SMA yang memenuhi ruangan ini masih terlihat tekun mengerjakan pekerjaan rumah mereka masing-masing. Sedangkan Mawar mengecek beberapa buku di sudut ruangan.“Kak, kalo ini gimana ya, Kak?” tanya seseorang mendatangi Mawar. Mawar menerima buku gadis itu, memahami soalnya dan mulai menerangkan.
“Perhatikan, buat kelompok kelas XI. Coba lihat nomor dua belas, bagaimana cara merasionalkan pecahan?” ujar Mawar sambil mendekati empat orang anak yang duduk dalam satu meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sure, It's a Truly Love [On Going - Segera Terbit]
RomanceRange 15+ Bangkrutnya pemilik peternakan kuda tempat Mawar bekerja, seperti menjadi skenario Tuhan untuk mempertemukannya dengan Rudi. Mawar dengan segala keunikannya berhasil mengambil tempat istimewa di hati Rudi. Sayangnya, peternakan kuda yang d...