Aku Sejuk

18 8 19
                                    


Hai. Aku si bungsu. Suara ketukan sepatu miliku sendiri. Aslinya namaku Sejuk. Tetapi, karena aku terlahir sebagai anak bontot keluargaku memanggilku demikian. Aku tidak masalah dengan itu. Ketika kawan dan guru juga memanggilku demikian aku tak apa. Namun, belakangan ada embel-embel yang tak mengenakan. Itu diucapkan oleh guru favoritku.

Di akhir jam pelajaran, bahkan sudah lewat 15 menit. Harusnya Pak Dermawan hanya perlu keluar lewat pintu seperti biasa tanpa harus mengatakan hal yang tak perlu, yang memalukan untuk ukuran murid yang belum dewasa sepertiku.

"Ei Bontot." Begitulah ia menyebutku.

Kawan-kawan tak mengindahkan panggilan itu, hanya saja kawan sebangkuku terlalu suka bercerita.

"Kau. Hari ini diantar oleh Mami-mu kan? Besok apa? Bekal yang diantar oleh Papi?"

Sangat menjengkelkan. Ketahuilah saat itu aku sedang dalam masa kedatangan tamu bulanan. Lebih menggelikan adalah aku yang hanya cengengesan bak orang bodoh. Lagipula, aku tidak memanggil orang tuaku dengan sebutan Mami dan Papi.

Pak Dermawan menyerahkan sebagian buku paket yang dipinjam di perpustakaan untuk ku kembalikan. Apa gunanya murid yang piket wahai Pak Dermawan.

"Nah sekarang kembalikan. Bontot yang paling dimanja." Ia berlalu seperti angin, namun sayang anginnya mampu menggores sedikit kulitku.

Senja itu aku berjalan pulang. Menenteng karung berisi kelapa. Ya..sekitar ada 15 buah kelapa di dalamnya. Kubawa pakai sepeda. Lalu, berjumpa dengan kakak kelas yang kebetulan rumahnya berada di belakang rumah Ibuku.

Aku tersenyum menyapanya.

"Hei si bontot yang dimanja."

Mukaku merah menahan kesal. Lihatlah bagaimana dia memaggilku. Lebih baik aku tak usah memberikan senyumku. Sia-sia saja.

"Apaan sih!" Kataku ketus dan berlalu.

"Ada apa ini? Kau pasti menggerutu karena disuruh ya...aduh...aduh dasar anak manja."

Dua minggu berlalu. Si bontot yang dimanja sudah berlalu. Ei tunggu dulu. Habis dimanja terbitlah si paling disayang.

Berkumpul dengan kawan sepulang sekolah, biasa dilakukan remaja sepertiku. Siang itu rencananya kami ingin membuat rujak mangga muda. Pohon dengan mangga yang siap dipetik sudah ada, kami tinggal memanjatnya saja. Begitulah. Lalu aku yang diminta untuk memanjat. Karena pohon itu ditanam di pekarangan mendiang kakek.

"Tot, ambil satu lagi yang diujung tuh."

"Hooh, buruan panas ey."

Tentu saja aku berhati-hati. Tanganku yang panjang mudah untuk mengambil mangga di ujung. Saatnya turun, aku tak memperhatikan ada sarang tawon di batang pohon yang kupijak. Mereka terkejut karena injakan kakiku dan aku tersengat dua ekor tawon yang sedang pulang.

Jeritanku mengagetkan mereka. Dengan suara beban yang jatuh ke bumi.

Selain kakiku yang bengkak, kaki ku juga terkilir membuatnya harus dibungkus entah namanya apa.

Jadilah aku bontot si paling disayang. Karena saat diberitahu, Bapakku langsung mendatangi kami dan menggendongku dengan wajah penuh khawatir.

Ayolah! Panggilanku bukankah terlalu panjang bagi kalian. Ei bontot manja. Woi bontot yang disayang.

Pembagian rapot akhir semester sudah selesai. Rapot warna merah berada di tangan Ibu dan Ayahku. Ayahku diundang untuk hal yang tak perlu dan Ibuku datang sebagai wali murid. Rapotku dilihat mereka, bebarengan. Bersama sekelompok ibu-ibu arisan dan teman ngopi Bapakku di kantor desa.

Yang aneh, mereka menghampiriku di tempat parkir belakang.

"Sejuk Ananta!" Baru kali ini Bapak memanggil namaku lengkap. Saat itu, aku tak berpikir buruk dengan apa yang akan terjadi.

"Apa-apan ini!" Suara Ibu meninggi. Ia melempar rapot ke dadaku.

Hatiku mulai memanas kala itu.

"Kamu hanya masuk 10 besar. Gimana bisa kamu jadi seperti kakak-kakakmu kalau menjadi 3 besar saja tidak bisa."

Bapakku bukan tipe yang akan berbicara sepanjang ini. Jika sudah seperti ini, maka kesalahanku fatal. Euphoria hari libur panjang lenyap bak uap di air mendidih.

Lalu mereka meninggalkanku.

Terburu, aku mengambil segera tasku dan ingin pulang. Sialnya, aku dihadang beberapa kawan kelas.

Ia berdecak. "Jangan sedih Tot. Nanti Mamimu juga akan memelukmu manja."

"Kamu tidak akan dimarahi kan...hanya karena tidak masuk tiga besar."

"HAHAHA."

Mereka tertawa tanpa tahu penderitaanku. Atau mungkin mereka tahu dan sengaja melakukannya. Tidak bisakah mereka mengerti akan moodku saat ini? Hah, mana bisa. Mereka ini sudah seperti manusia tak peka yang tak akan mampu mengerti keadaan orang lain.

Saat kuperiksa rapotku. Ternyata aku mendapatkan nilai rata-rata 90.

Puncaknya ketika aku diajak Ibu menjenguk tetangga yang baru saja melahirkan. Aku mana tahu kalau disana ada beberapa kawan kelas dan Ibu mereka juga. Dan mana ku tahu juga, kalau mereka akan memperolok-olokku sebercanda itu untuk otak mereka yang seharusnya. Seharusnya lebih dewasa.

"Benar ya si bontot anak Bu Herli tidak masuk tiga besar bahkan lima besar?"

Anak seusiaku menjawab, "Iya. Kasian banget dimarahin Bapak sama Ibunya di belakang tempat parkir."

Ibu yang lain menyahut. "Ya...namanya anak terakhir pasti harus bisa sukses seperti kakaknya."

"Ya enggak dong, justru si bontot malah enak gak harus sukses, gak harus kaya. Kan ada kakaknya yang jadi dokter sama jaksa."

Aku dan Ibu sudah kepalang berdiri di depan pintu. Salam dari Ibuku mengehentikan mereka.

"Bu Herlin masuk. Bontot juga sini."

"Bontot ini tehnya diminum, jangan sungkan."

"Bontot setelah smp mau sma apa smk?"

"Bontot mau jadi dokter atau jaksa biar bisa seperti Kak Rachel atau Kak Rasid?"

Sudah cukup. Aku muak. Selama ini semuanya sudah kutahan. Gunung ini siap meletus.

"STOP!" teriakku. Mataku sudah tergenang air yang mati-matian ku tahan.

"Aku bukan bontot. Panggil aku Sejuk!"

Tumpahlah air mataku dan rengekan bayi karena terkejut.

••♡••

Sebagai anak terakhir, apa yang kalian rasakan?

Bagaimanapun juga, anak adalah anak biasa dan orang tua kita juga orang tua biasa yang dapat membuat kesalahan.

Peluk Hangat
jinggadimata
bunda dari pendar asa🐼


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Panggil Aku, Sejuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang