Napas Zein terlihat menggebu. Di tangannya ada beberapa file dan tablet yang ia bawa dari mejanya itu.
Ceklek!
Zein membuka pintu ruangan dokter tanpa permisi. Hingga semua dokter yang ada di ruangan itu menoleh dan mereka langsung berdiri saat menyadari bahwa Zein lah yang datang ke ruangan mereka.
"Selamat sore, Prof," ucap mereka, begitu sopan.
Zein tidak menjawab. Wajahnya seperti orang hendak perang. Matanya memindai seluruh ruangan itu dan langsung tertuju ke orang yang tadi ada di video.
Deg!
Orang itu gugup saat Zein menatapnya dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Ia mengatur napas karena yakin Zein sedang emosi.
Semua yang ada di ruangan itu saling melempar pandangan. Mereka bertanya-tanya apa yang membuat Zein sampai datang ke sana. Sebab, selama ini pria itu hampir tidak pernah datang ke tempat tersebut.
Tap!
Zein melemparkan sebuah file ke meja dokter itu. "Silakan dibaca!" pinta Zein. Dadanya terlihat naik turun.
File tersebut berisi peraturan SDM rumah sakit yang melarang senioritas atau peloncoan terhadap junior. Sehingga seluruh staf baik itu dokter maupun perawat dan staf lainnya yang ada di rumah sakit itu, harus diperlakukan sama. Tanpa memandang jabatan atau apa pun.
Dokter itu pun mengambil surat tersebut. Di surat itu sudah sangat jelas bagaimana peraturan SDM rumah sakit tersebut.
"Bukankah setiap pagi kalian semua membaca isi dari surat ini?" tanya Zein sambil mengeretakkan giginya.
"I-iya, Prof," sahut dokter itu.
"Lalu ini apa?" tanya Zein lagi. Kemudian ia memberikan tablet berisi potongan rekaman CCTV yang membuatnya geram, tadi. Rahang Zein terlihat mengeras.
Dokter itu melihat rekaman tersebut dengan salah tingkah. Memang di sana ia terlihat sangat arogan. Namun ia berusaha memberikan pembenaran.
"Oh, ini. Saya hanya berusaha agar dokter magang ini tidak seenaknya, Prof. Dia makan siang di jam kerja. Lagi pula mereka ini harus dididik supaya disiplin," jawab dokter itu.
"Oh, disiplin? Bukankah sebelumnya sudah dijelaskan bahwa dia baru sempat makan karena banyak pasien saat jam istirahat?" tanya Zein.
"Saya yakin dulu Anda pun pernah bertugas di ruang IGD. Seharusnya Anda lebih tahu bagaimana sistem kerja di sana. Bukankah kalian harus lebih fleksible mengenai waktu?" lanjut Zein.
"Iya, tapi dia anaknya agak sombong, Prof. Setiap saya nasihati selalu menjawab. Saya jadi merasa tidak dihargai sebagai atasannya," jawab dokter itu, memelas.
Zein menyunggingkan sebelah ujung bibirnya. "Oh, jadi Anda bersikap arogan pada bawahan karena ingin dihargai? Bagaimana mereka bisa menghargai Anda kalau Anda sendiri tidak menghargai mereka?" skak Zein.
Zein masih berusaha menahan emosi agar tidak meledak. Sebab, jika sudah meledak, entah apa yang akan dia lakukan terhadap dokter itu.
Suami mana pun pasti tidak akan rela istrinya diperlakukan semena-mena. Apalagi Zein yang memiliki power. Wajar jika dia memarahi orang itu, terlepas ia tahu atau tidak bahwa Intan adalah istrinya.
Meskipun dokter itu tidak tahu bahwa Intan adalah istri Zein. Tidak seharusnya dia bersikap sembarangan. Jadi apa pun alasannya, perbuatan dokter itu tidak bisa dibenarkan. Sehingga ia sangat pantas dimarahi. Setidaknya akan ada efek jera dan bisa lebih menghargai orang lain lagi tanpa pandang bulu.
Zein menggulir layar tablet yang ada di tangan dokter itu. Lalu muncul potongan rekaman CCTV yang menunjukkan detik-detik sebelum Intan pingsan.
"Apa Anda tidak malu? Seharusnya Anda mengayomi junior. Bukan malah menyudutkannya seperti itu. Jam terbang Anda jauh lebih tinggi dari dia. Tidak pantas jika meremehkan dokter yang baru lulus. Jika jam terbang kalian sama, belum tentu Anda bisa lebih andal dari dokter magang ini," cibir Zein.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomanceIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...