Bab 14. Liand Hilang Kesabaran

1.7K 196 124
                                    

Liand memijat pelipisnya yang mulai dirambati pening.

Rasa pening ini entah disebabkan karena kelelahan berolahraga, atau karena kecewa menerima kedekatan Istrinya dengan Fahri, atau karena ... rok Maya pagi ini semakin pendek sehingga ketika dipakai duduk, paha mulusnya terpapar sempurna.

Seperti saat ini ketika mereka duduk bersebelahan di ruang rapat untuk membicarakan permasalahan harian dari setiap divisi. Sekeras apapun Liand mengabaikan pemandangan indah di sebelahnya dan berkonsentrasi pada aduan para kepala divisi, mata nakalnya tetap saja mencuri pandang ke arah paha mulus dengan gurat tipis otot biru. Pangkal paha Liand bereaksi. Celana dalamnya menjadi sesak.

Ya, Tuhan. Ini masih pagi, tetapi mengapa keimanannya sudah diuji seberat ini?

Setelah memejam sekejap sambil memijat tengkuk yang masih saja terasa pegal sejak kemarin, Liand mengembalikan fokusnya pada permasalahan divisi HRD. Manajer wanita bernama Stella itu meminta pembaruan seragam karyawan lobi depan. Saat Liand bertanya pada manajer keuangan soal dana pengadaan seragam baru, kemudian dijawab ada, napasnya terembus lega. Setidaknya, dia tidak bingung harus mencarikan kas dari mana lagi. Rapat berjalan sampai menjelang siang. Dari semua divisi, hanya divisi perencanaan proyek yang permasalahannya lumayan rumit untuk dipecahkan. Apalagi, senin depan proyek ekspansi akan dimulai. Tim mereka sibuk melaporkan banyak hal terkait persiapan pengerjaan proyek. Liand mendengarkan satu demi satu laporan mereka dengan sangat serius. Namun, ketika Maya menjatuhkan pulpen ke lantai dan membungkuk untuk mengambilnya, mata Liand tidak bisa melewatkan pemandangan indah. Kerah kemeja sekretarisnya memperlihatkan belahan dada yang ranum. Liand menelan ludah secara gusar. Pangkal pahanya bereaksi lagi.

Sepanjang rapat berlangsung, Liand berusaha mati-matian untuk menyeimbangkan akal sehat dengan nafsu syahwatnya. Dua hal itu benar-benar sangat bertolak belakang. Hampir saja nafsu syahwatnya mendominasi dan mengobrak-abrik akal sehatnya, tetapi untung, rapat sudah selesai. Dia segera kembali ke ruangannya untuk duduk di kursi kebesaran, melonggarkan dasi, menyandarkan kepala dan punggungnya pada kursi lalu memejam. Liand berusaha mati-matian untuk mengenyahkan bayangan paha mulus Maya, belahan dadanya, atau bahkan pantat yang tercetak bulat di rok span perempuan itu.

"Ehem." Liand dikejutkan oleh dehaman Maya.

Refleks, dia mengangkat kepala lalu duduk tegak. "Ada apa, Maya?" Dalam hati dia mengumpat. Objek imajinasinya kini sedang berdiri tepat di hadapannya, membuat indra pengelihatannya disuguhi pemandangan molek yang nyata. Entah ini sebuah ujian keimanan, atau malah justru keberuntungan.

Sekretaris berkemeja ungu muda lengan panjang dengan potongan kerah V dan rok span putih setengah paha itu berdiri dengan sikap formal. "Apa Bapak baik-baik saja?"

Liand mengangguk menanggapi pertanyaan cemas sekretarisnya. "Ya. Cuma sedikit pusing, seperti biasa."

Maya mengangguk paham, lalu kembali bertanya, "Bapak ingin makan siang sekarang?"

Ditanyai seperti itu, Liand melihat jam di pergelangan tangan. Rupanya sudah pukul 13.30. Sudah waktunya makan siang. "Ya. Tolong pesankan-"

"Saya tadi pagi memasak bekal untuk Bapak. Paru cabai hijau, daun singkong rebus, sama serundeng. Kalau Bapak berkenan, saya bawakan sekarang bekalnya."

Liand terkejut mendengar tawaran Maya. Namun kemudian, dia mengangguk. "Boleh."

Maya berpamitan keluar.

Selama menunggu, Liand kembali memejam untuk menetralkan pening di kepala. Lima belas menit kemudian, sang sekretaris seksi kembali ke ruang CEO sambil membawa tas karton dan mengeluarkan isinya di atas meja. Dia berdiri di samping meja kerja Liand. "Maaf lama, Pak. Tadi saya hangatkan dulu lauknya di microwave pantry kantor."

Toxic Temptation NEW VERSION (Versi Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang