18.Lagi dan lagi

4.2K 821 153
                                    

Sekali-kali komen per-paragraf ya, buat yang mau aja😁. Biar author juga ikutan baca ... Bacain komenan😅

•••

Saat sampai di rumah Syam langsung berjalan ke arah kamar. Langkah Syam terhenti kala melewati kamar Mama-nya, pintu kamar Danita sedikit terbuka. Syam memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar.

'Mama ...' Syam berdiri tepat di samping Danita yang tertidur pulas.

'Aku rindu Mama yang dulu, aku juga rindu papa yang dulu. Sampek kapan aku harus hidup kayak gini?' batin Syam.

Syam mengusap pelan sudut matanya yang berair, dadanya terasa sesak saat melihat wajah Danita yang begitu teduh. Syam rindu kehidupannya enam belas tahun yang lalu.

Syam berlutut dan mencium kening Mama-nya. Danita terlihat agak sedikit terganggu, wanita paruh baya itu perlahan membuka matanya. Danita duduk dan tersenyum kepada Syam.

"Anak Mama udah pulang?" Danita mengelus rambutnya Syam.

"Syam baru aja pulang Ma," ucap Syam.

"Tadi di kampus belajar apa aja? Pasti banyak ya, Syam pasti udah tahu banyak tentang bisnis." Raut wajah Danita terlihat bahagia.

Syam tersenyum, senyuman palsu yang selalu ia tunjukkan ke semua orang. "Iya Ma."

"Mama yakin, lulus kuliah nanti Syam pasti bisa gantiin Papa dan lebih hebat dari Papa." Danita mengelus pelan pipi Syam.

Syam memeluk Mama-nya, ia selalu lemah saat berhadapan dengan Danita. Syam mengeratkan giginya dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis.

Syam sangat ingin mengatakan kepada Danita. 'Ma, cita-cita aku pengen jadi dokter.'

Impian terbesar Syam adalah ia ingin sekali Danita mengatakan. 'Mama bangga sama Syam, Syam sekarang udah jadi dokter.'

Itulah hal yang ingin Syam dengar saat kelak ia benar-benar menjadi dokter. Tapi saat ini, Danita selalu membahas tentang bisnis. Syam harus selalu sandiwara lagi dan lagi, ia harus selalu berpura-pura bahagia.

"Syam nanti harus punya perusahaan yang besar ya, harus bikin bangga Papa. Syam harus bikin Papa bahagia," ucap Danita.

Syam memejamkan matanya membuat air matanya lolos begitu saja. 'Terus gimana sama kebahagiaan aku?'

***

Pukul 15:30, Syam baru saja sampai di depan rumah Nasya. Cowok itu benar-benar ingin meminta izin kepada orang tua Nasya. Nyali Syam memang cukup besar, Syam mengetuk pelan pintu.

"Assalamu'alaikum," ucap Syam.

Pintu terbuka, menampilkan sosok pria paruh baya yang sepertinya adalah ayah dari Nasya. "Wa'alaikumsalam, ada perlu apa?"

Syam menyalimi tangan ayah Nasya. "Saya temennya Nasya Om."

"Punya nyali berapa kamu dateng ke sini?" Raut wajah ayah Nasya terlihat dingin.

Syam tersenyum melihat Nasya yang berdiri di belakang ayahnya. "Saya mau minta izin---"

"Minta izin nikahin Nasya?" sela ayah Nasya.

"Bukan Om, saya mau ngajak Nasya pergi. Tapi kalau soal izin nikah dan misalnya Om ngasih izin, saya bisa pikiran baik-baik untuk segera menghalalkan anak Om," ucap Syam.

Ayah Nasya tertawa, sedikit tidak menyangka jika Syam akan mengatakan hal itu. Padahal tadi ayah Nasya sudah memasang wajah seseram mungkin, tapi Syam terlihat sangat tentang dan sama sekali tidak takut.

Syam StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang