harapan setelah Adik dan Ayahnya

3.1K 163 3
                                    

hai! sorry baru sempet update lagi. okay, selamat membaca!


Shania membuka pintu rumahnya dengan gusar. Dia berlari menuju anak tangga. Bukan seperti biasa, kali ini Shania tidak melangkahkan kakinya ke kamarnya. Sekarang, detik ini, Shania melangkahkan kakinya ke tempat dimana selalu dia haramkan dari dulu. Dia tidak pernah sudi menginjakkan kaki diruangan yang akan dia kunjungi ini. Ruangan ini adalah ruangan pribadi Calvin, alias kamar tidur Calvin.

Shania membuka pintu kamar Calvin dengan kencang. Tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Terlihatlah Calvin yang sedang duduk di depan laptopnya sembari melihat kearah laptop dengan serius. Sampai-sampai dia tidak sadar Shania telah memasuki kamarnya.

"Lo pacaran sama Adiknya Ravenksa?" ujar Shania tanpa basa-basi. Dia langsung berkacak pinggang di belakang Calvin.

"Iya. Emang, kenapa?" ujar Calvin tanpa membalikkan kursinya

"Siapa namanya? Arliana?" tanya Shania sembari tetap menunggu Calvin membalikkan tubuhnya

Akhirnya, Calvin memutar kursinya. "Iya. Namanya Arliana. Kenapa, sih? Ga biasanya lo mau ikut campur tentang urusan gue. Apalagi sampe nyamperin gue ke kamar kayak gini."

"Kenapa sih, lo ga bisa ngebiarin gue bahagia? Sekali aja?" ujar Shania frustasi. Dirinya menatap Calvin dengan pandangan putus asa

"Kenapa lagi? Pasti si Ravenska lagi, 'kan?" tebak Calvin

Shania hanya mengangguk sembari mengusap wajahnya. Dia capek menghadapi Ravenska yang begitu kekanak-kanakkan.

"Dia marah-marah ke lo?" tanya Calvin mulai serius

Shania mendengus kesal sembari menatap Adiknya dengan sinis. "Menurut lo? Ga mungkin 'kan, gue sudi menginjakkan kaki di kamar lo kalau si nenek lampir itu ga berulah?"

Calvin menghela nafas. Mencoba sabar dengan Shania yang sepertinya sedang PMS. Oh, tidak, Calvin salah. Shania memang setiap hari PMS

"Terus, lo mau gue ngapain? Dateng ke Ravenska terus minta maaf, gitu?" tanya Calvin dengan muka malasnya

Shania memutar kedua bola matanya. Benar juga, memang apa yang harus dilakukan Calvin? Akhirnya, Shania hanya menghela napas. Mencoba menerima kenyataan kalau musuhnya sendiri suka kepada Adiknya.

"Lo tau? Kadang, gue berharap lo bukan Adik gue," ucap Shania sembari melagkah pergi dan menutup pintu kamar Calvin

Shania berjalan kearah kamarnya. Setelah sampai, dirinya melepas tas dan kaos kakinya. Shania berbaring lemah di kasurnya. Tidur dengan keadaan terlentang dengan mata yang menerawang ke atap-atap kamarnya yang ditempel dengan sticker glow in the dark.

Kenapa hidupnya sangat berat? Shania bahkan hanya merasakan kasih sayang seorang Ibu selama dua tahun. Kehidupannya tidak pernah tenang. Masalah selalu datang bertubi-tubi. Apalagi, dirinya mempunyai musuh seperti Ravenska yang suka membesar-besarkan masalah.

Kenapa keluarga Shania tidak seperti keluarga orang lain? Kenapa keluarganya tidak tentram seperti keluarga lain? Kenapa anggota keluarganya tidak tentram seperti keluarga lain? Kenapa anggota keluarganya tidak menyayangi satu sama lain? Kenapa? Kenapa?

Shania kadang merasa iri dengan mereka-mereka yang masih mempunyai Ibu. Saat mau UN seperti ini, pasti mereka mendapat dukungan penuh dari Ibunya. Ditemani saat belajar, diajak jalan-jalan ketika otaknya sudah mumet melihat soal-soal, didengarkan keluh kesahnya, dibuatkan masakan kesukaannya, dan hal-hal lain yang tidak pernah Shania rasakan.

Keadaan keluarga Shania lebih buruk dari mereka yang orang tuanya bercerai. Bagi yang orang tuanya bercerai, mereka masih bisa bertemu dengan Ayah atau Bunda mereka. Mereka cuman tidak serumah saja. Kalau Shania? Dia harus merenggang nyawa dulu agar bisa bertemu dengan Ibunya.

Behind The MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang