Happy Reading!
BMKG baru saja mengumumkan jika hari Senin di awal bulan Januari ini akan cerah dengan angin berkapasitas sedang. Namun, Dana merasa hari ini cuacanya mendung bukan kepalang. Yang bisa Dana rasakan saat ini hanyalah gerombolan awan kelabu sedang memenuhi isi kepalanya. Hal itu jelas membuat gadis yang di bulan April mendatang akan berumur kepala dua ini sudah menghela napas panjang.
Lagi-lagi karena masalah sepeleh mengenai suara-suara bising di luar kamar yang sukses membuat mood Dana hancur berkeping-keping. Dan naasnya, itu bukan kali pertama terjadi dalam hidup Dana.
Tidak ingin berlama-lama berada di dalam rumah, Dana segera meraih ponsel yang semalam sempat dia lemparkan di meja rias lalu menekan nomor panggilan.
"Pagi, Nala ku sayang." Dana nyengir di tempatnya, beranjak dari ranjang dan mengambil handuk merah muda dengan motif garis putih di gantungan kecil pojok kamarnya.
"Mau apa maneh?" sahut di seberang sana. Dana terkekeh mendengarnya.
"Bosen nggak?" dengan mengapit ponsel pada bahu dan pipinya, Dana membuka lemari lantas mengeluarkan sepasang baju yang ingin dia kenakan hari ini.
"Dana, ini hari senin asal maneh tau. Mending cepet beresin revisi buku lo biar gue bisa nyantai."
Sontak bibir Dana manyun dengan senyum tipis. "Tau, tau. Yaudah." gadis itu menyampirkan seluruh pakaian dan handuknya pada pundak. "Aku revisi di tempat biasa aja deh, ya. Di rumah banyak nyamuk."
"Iya, nanti aku nyusul kalau udah beres kelas."
"Oke bestie, meluncur."
Setelah memutuskan panggilan, Dana beranjak dari kamar. Kembali menghela napas dan berusaha menulikan indera pendengarnya. Namun, alih-alih berjalan dengan tenang. Dana harus menghentikan langkahnya mendadak begitu sebuah mobil control melintas di depannya dengan kecepatan penuh. Sepasang iris coklat Dana langsung mendelik ke arah meja makan, tepat pada seorang remaja dengan seragam putih biru tengah tertawa mengejek. Mulutnya penuh keripik pisang yang kemarin diberikan oleh tetangga sebelah.
Sabar, Dana. Diemin aja...
Itu Alghani Zulfikri, adik Dana yang paling besar alias anak kedua dari keluarganya. Panggilannya Ghani, remaja SMP yang doyan ngomong pakai urat bahkan kepada Bunda sekalipun. Dana juga tidak paham bagaimana cara membuat adiknya jinak, yang jelas di waktu-waktu tertentu mereka bisa saja masuk dalam satu kubu jika memiliki topik pembicaraan yang sama. Tapi terkadang, Ghani selalu menguji kesabarannya tanpa ingat waktu. Seperti saat ini, contohnya.
"Kalau main ginian jangan di rumah." sentak Dana dengan pandangan kesalnya. Untung saja dia bisa menghentikan langkah tepat waktu, jika tidak bisa-bisa pinggang encok dan bokong kedutan akan memasuki list yang membuat harinya semakin suram.
"Yahahaha aturannya mah, tadi jatuh aja." sahut Ghani yang masih mempertahankan tawa mengejeknya.
Dana mengepalkan tangan, mengatur napas guna manahan emosi yang siap meledak. Jika di dalam kartun yang biasa di tonton si bungsu, wajah Dana pasti sudah memerah dengan asap yang keluar dari hidung dan kedua telinganya.
Gadis itu paham, jika Ghani lagi masa-masa nakalnya. Tapi kadang dia tidak tahan dan sangat susah untuk memaklumi tingkah remaja baru gede tersebut. Mau mengomel sampai mulut bebusa sekalipun, tidak akan mempan kecuali Bunda yang turun tangan. Bahkan terkadang, alih-alih menerima semua ucapan dan nasehatnya, Ghani malah balas dengan argumen yang tidak jelas. Bikin pening saja yang ada. Dan kabar buruknya, Ghani jarang menunjukkan sisi nakalnya jika di hadapan Bunda. Dan itu adalah hal yang sangat dibenci oleh Dana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zirdana
Teen FictionZirdana Anggumanita, namanya. Penulis muda dengan segudang luka yang dia jadikan sayembara rasa di atas tumpukan karyanya. Menjalani kehidupan selama hampir 20 tahun lamanya, membuat Dana tidak pernah berani membayangkan akhir kehidupan yang indah...