Semua orang pasti memiliki sesuatu yang sangat ingin mereka raih, yang sangat disukai, atau sesuatu yang setiap kali kita lakukan pasti terasa seperti kita selalu memiliki hidup baru. Sebuah mimpi. Impian. Suatu hal yang akan kita nikmati dengan sepenuh hati dan melakukannya tanpa beban.
Indah sekali kehidupan ini jika kita memiliki minimal satu hal yang kita sukai. Hobi. Bisa juga disebut begitu? Karena awalnya hal yang kita sebut hobi itu juga bisa membawa kita pada satu hal besar lain di masa depan.
Seperti itulah kiranya yang terjadi saat ini pada seorang anak perempuan berumur tujuh belas tahun itu, umur yang sedang dipenuhi dengan mimpi-mimpi dan keinginan di masa depan.
Park Seola.
Suara berdecit dari lantai yang diinjaknya seakan musik termerdu yang pernah ada seirama dengan gerakan kedua kaki jenjangnya yang terus melangkah, melompat, berputar, atau kadang berjalan jinjit dengan perlahan. Alunan musik yang terdengar hanya berupa dentingan instrumen yang di dengarnya dengan setengah hati karena mulutnya terus saja berkomat-kamit menggumamkan angka satu sampai delapan, lalu seketika hitungannya berhenti dan fokus pada musik kembali.
Di akhir irama yang terdengar, Seola berhenti dengan menjulurkan satu tangannya ke udara seakan hendak meraih bintang diatas langit. Kedua ujung bibirnya merekahkan seulas senyum disela dadanya yang bergerak naik turun seirama dan pelipisnya yang terus saja mengucurkan keringat.
/prok! prok! prok! prok! prok!!
Seola membalikkan tubuh mencari sumber suara dari tepukan tadi, yang ternyata adalah sahabatnya, Jung Wooyoung.
"Lo keren banget, Seola! Pasti besok bakal jadi juara satu!!!!!!" Lelaki yang seumuran Seola itu memang sedikit cerewet dan heboh, jadi tadi suara seruannya bahkan memenuhi seluruh studio ballet ini dan bahkan bisa sampai terdengar dari luar jika saja tempat ini tidak kedap suara.
"Wooyoung! Jangan brisik ih."
"Kenapa? Toh, suara gue gak bakal sampe luar, kan?"
Seola hanya menggelengkan kepalanya saja karena sudah maklum dengan kelakuan Wooyoung itu. Dia berjalan menuju tasnya dia taruh di salah satu kursi disana, dan Wooyoung pun ikut mendekat.
"Tunggu sini, gue ganti baju dulu." Seola mengambil seragam sekolahnya kembali dari dalam tas setelah tadi sudah melepaskan ikatan sepatu ballet warna pink pada kakinya.
"Mau gue bantu ga?" Tanya Wooyoung sembari menggoyang-goyangkan kakinya yang menggantung saat dia duduk di kursi itu.
"Gak usah macem-macem lo ya?!" Hampir saja seragam sekolah Seola terlempar ke wajah Wooyoung. Tapi hanya dibalas oleh cengiran di wajah lelaki itu.
"Maksudnya ditemenin, kan udah malem, nanti kalo di kamar mandi ada setan, gimana hayooo??"
Seola memicing dan mendekatkan wajahnya pada Wooyoung, lalu menengok ke sisi kanannya yang entah kenapa Wooyoung juga mengikutinya.
"Banyak yang bilang, katanya biasanya ada bayangan cewe rambut panjang di cermin itu." Setelah mengatakannya Seola justru berlari cepat ke arah kamar mandi sembari memeluk seragam sekolahnya, meninggalkan Wooyoung disana sendirian yang dihadapkan ke sebuah sisi tembok yng terdapat cermin setinggi tiga meter dan selebar lima belas meter itu."Heh! Seola! Kurang ajar lo ya!! Anjir kan gue jadi parno." Wooyoung langsung berbalik membelakangi cermin besar tadi.
Tapi belum sampai satu menit dia terdiam, akhirnya Wooyoung berdiri dari duduknya.
"Seola! Lama amat woy cepetan ih ganti bajunya!!!"Meskipun seluruh lampu di ruangan ini memang dinyalakan, tapi entah kenapa jika sendirian di ruang seluas ini akan terasa aneh, apalagi mengingat keberadaan cermin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stella || Choi San
ФанфикIni adalah cerita tentang mimpi, masa muda, perjuangan, dan penyesalan. Sebenarnya, apa yang para idola lewati sebagai manusia biasa di balik kamera? Dia mengaguminya, dia mendukungnya, dan dia mampu memberikan segalanya untuknya. Untuk bintangnya...