4. The Mad One is Trying to Making A Madness.

48 4 0
                                    

Hari ini aku mulai kembali kepada keseharianku sebagai pelajar. Dan saat mulai memasuki kelas, semua orang mulai terkejut dan nampak keheranan melihat diriku yang berjalan dengan ekspresi muka datar. Setelah duduk di kursi, mereka baru mulai berteriak seolah tidak percaya bahwa diriku masih hidup.

"Gila! Alfi, kamu serius boleh mulai belajar? Padahal kemarin kamu kan kena tabrak mobil!" Dan ada temanku yang lain menambah, "Betul tuh! Kamu bener nggak apa-apa?"

Semuanya mulai berebut bertanya kepadaku seolah aku orang terkenal yang baru naik daun. Tapi kujawab, "Aku sehat kok, tenang aja. Lukaku juga sudah sembuh kok." Walau aku menjawab dengan jujur sekalipun, semua orang masih penasaran kenapa orang sepertiku masih selamat dari maut dan pulih hanya dalam 2 hari. Mereka pun terus memaksa diri ku sampai bel pelajaran dimulai.

Seperti biasa aku mulai melamun sambil menatap pemandangan diluar jendela kelas dengan tanpa memikirkan penjelasan pelajaran. Aku mulai teringat akan apa yang terjadi semalam, entah apakah semalam itu mimpi atau bukan. Tapi aku merasa memang ada yang terjadi dengan tubuhku. Walaupun pemandangan tersebut sangat indah yang memperlihatkan langit biru cerah di pagi hari, entah tidak biasanya pemandangan tersebut tidak membuatku merasa lebih baik.

Lalu, tak terasa 4 jam terlewati tanpa kusadari terasa sangat cepat. Lalu, jam menunjukkan pukul 11:30 dan sebentar lagi istirahat makan siang. Lalu, "Permisi! Ada murid yang bernama Alfi Syahri?" seorang guru datang mencariku. Aku hanya mengangkat tanganku ke atas dan dia berkata, "Alfi, sekarang ke ruang tamu ya. Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu". Loh? Siapa yang ingin bertemu denganku? Inikan jam masih pelajaran dan kenapa ada yang mencariku? Aku pun langsung berdiri dan meminta izin dari guru yang sedang mengajar dikelasku dan langsung meninggalkan kelas.

Akupun langsung berpikir, jangan-jangan seseorang yang menyaksikan aku tertabrak? Entah kenapa kebiasaan manusia jaman sekarang adalah lebih mementingkan globalisasi ketimbang sesama, contohnya apa yang sering aku lihat jika ada kecelakaan. Mereka tidak mau menolong korban, melainkan menyebarkan gambar maupun tulisan manis di akun media sosial mereka dan berpikir panjang untuk menolongnya. Dan kemungkinan, yang aku dengar dari Amin kejadian tersebut memang terjadi. Setelah aku tertabrak ada banyak orang mengerumuni, dan hanya beberapa orang saja yang menolngku waktu itu.

Memang cerita tentang diriku sudah menyebar luas di Palembang karena diberitakan oleh stasiun televisi lokal, jadi mereka mungkin ada yang ingin melihat orang yang ada di dalam berita tersebut. Tetapi, semua ekspektasiku buyar dan mulai terasa hilang setelah sampai di ruang tamu sekolahku. Yang aku lihat hanyalah seorang pria berumur sekitar 30-tahunan dengan jas putih panjang yang agak menguning dengan raut wajah yang agak seram. Perilakunya langsung berubah agak aneh setelah bertemu denganku, "Hooo....., sepertinya kamu memang sudah pulih ya." tuturnya sambil tersenyum dengan aneh.

"Boleh saya tanya siapakah anda?" ,jawabku.
"Boleh saja, lagipula kamu yang seharusnya senang karena saya yang ingin bertemu denganmu LAGI secara formal kan?" dia mengeluarkan cara bicara yang aneh, tetapi dia menekankan cara bicaranya pada kata 'lagi' yang membuat aku langsung terkejut bukan main.
"T-Tunggu dulu, jangan bilang anda..... D-Dok...."
"Shhhh! Jangan disebut dong! Biarkan aku yang menyebutkannya, ya." seketika dia langsung berdiri di depanku dengan wajah yang penuh dengan senyumannya yang menyeramkan dengan tersengir.
"Perkenalkan, akulah dokter yang menanganimu di rumah sakit kemarin. Dokter spesialis otak dan organ dalam tubuh, Prof. Schrodiger Lorentz. Kau boleh memanggilku Prof. Lorentz, salam kenal Alfi Syahri."
"B-Bukannya profesor hanya sebentar di negara ini?"
"Nggaklah ciinn... aku masih ada pekerjaan di sini, dan itu adalah......" dia langsung menunjukkan jari telunjuknya ke keningku.
"KAU."

Aku langsung tersentak ketakutan karena perkataannya, belum pernah aku melihat seorang dokter yang berperilaku seperti ini sebelumnya. Lalu dia mulai duduk dan berbicara dengan muka sinis, "Oh ya, bagaimana kita berbicara soal ini diluar sekolahmu? Karena ini adalah pembicaraan yang sangat penting mengenai dirimu, nak." ucapnya sambil mengelus dagunya dengan tangannya. "Tapi, masih ada jam pelajaran yang harus kuikuti. Jika tidak ada yang penting, aku akan kembali ke kelas. Jika masih ada yang ingin dibicarakan, lebih baik setelah aku pulang sekolah."

Profesor itu pun tertawa, dengan keras.
"Pfft, MWUAHAHAHAHAHAHAH!!!"
"Apa yang lucu?" balasku.
"Kau ini benar-benar menghargai pengetahuan, ya? Walaupun otakmu sudah banyak pengetahuan tentang dunia, tapi kau masih mengikuti sistem pelajaran yang lambat!"
"Maksudmu?"
Dia mulai menyengir sambil berkata, "Kau kira aku tidak tahu soal otakmu itu hah!? Mudah bagiku mengukur cara berpikir seseorang hanya dengan cara melihat mata, dan isi perkataanmu itu!"
"Maksudmu apa? Aku benar-benar tidak mengerti!"
"Kau seolah-olah rendah hati dihadapan publik, tetapi pikiranmu justru lebih jauh dari anak normal semuranmu pada umumnya, iya bukan?"
Dia mulai mendekatiku dan berbisik ketelingaku, "Bukankah kau penasaran bagaimana dirimu bisa sembuh dari luka parah dengan cepat bukan? Dan sebagian dari jawabannya tentu saja ada di otakmu itu."
Akupun langsung terdiam akan perkataannya itu, lalu dia mulai berkata sambil duduk di sofa di seberangku, "Kau penasaran bukan? Cukup bilang 'ya' dan aku akan menjelaskan semuanya. Tapi bukan disini, tentu saja aku akan memberitahumu kenapa bisa berhubungan dengan otakmu yang cerdas itu."

Dia menjulurkan tangan kanannya dan dengan ragu aku menerima tawarannya. Walaupun aku ragu dengan orang ini, tapi keraguan itu kalah oleh rasa penasaranku yang bercampur dengan tekad kuatku ini.


The Forbidden : LegendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang