sepuluh

8 2 2
                                    

Assalamualaikum, Marhaban yaa ramadhan readers, new update nich. Semoga suka yaa
Jangan lupa vote dan komennya
Happy reading
-------------------------
Ada yang getar, tapi bukan nada dering
~
.
.
M

atahari menyengat tubuh tanpa ampun, gerbang SMAN 1 Jakarta yang terbuka menampakkan wajah siswa-siswi yang beraneka rupa. Wajah lelah dengan keringat mengucur karena serangan mentari, juga tumpukan PR dari para guru,  namun hal tersebut tidak membuat dua insan manis yang kini tengah berjalan menuju parkiran kehilangan keceriaannya.
“ eh, lo balik sama siapa cha?” tanya Rania di tengah perjalannaya menuju parkiran sekolah
Icha menghembuskan nafasnya jengah “ siapa lagi ”
Pffft…. Rania menahana tawa
“ makanya, cari cowok sono, biar nggak sama si es batuuu mulu! “
“ ogah, nggak guna. “ jawab Icha singkat.
“dih, songong banget mbak. Guna banget kali. Lumayan kan, buat jadi sopir, hehe” ucap Rania sekenanya

Seorang cowok tampan dengan sejuta pesona melangkah lebar-lebar ke arah mereka berdiri, wajah tampan dengan kaca mata hitam di hidung bangirnya begitu pas dengan senyuman yang ia patri di bibirnya.
“yuk, lo balik sama gue. Sekarang!” ucap Langit dengan menarik paksa pergelangan tangan Icha.
Icha terkejut bukan main, pasalnya ia sama sekali belum pernah disentuh oleh lelaki selain ayah dan kakaknya. Bahkan Ilham sekalipun, meskipun keduanya hampir setiap saat bersama
Satu, dua detik berlalu hati Icha berdesir hebat, ada gejolak yang tak pernah dirasakan sebelumnya “woy, apaan sih. Lepasin!” Icha memberontak dan berusaha melepaskan tangannya. Semakin ia memberontak, semakin keras cengkeraman yang ia rasakan
“eh, temen gue mau dibawa kemana kak? Main sambet aja. Awas macem-macem lo!” di belakang Rania meneriaki Langit yang menarik paksa sahabanya
“tenang aja, aman sama gue. Gue nggak akan berani ngerusak wanita yang gue sayang” kata-kata itu meluncur mulus dari mulut Langit seakan tanpa beban
Icha terbelalak, pipinya terasa panas. Langit mencondongkan wajahnya ke dekat telinga Icha “nggak usah kepedean”
Icha mendengus kesal. Dirinya merasa dihempas ke dalam jurang setelah di terbangkan ke langit-langit.
“duh, udah gercep aja lo kak, hati-hati , Dia belum jinak soalnya” terdengar kekehan Rania di  belakang sana.
Icha menoleh ke arah Rania bermaksud meminta bantuan untuk melepaskan diri dari Langit, namun yang ia dapat hanya lambaian tangan dan cngiran lebar. Ia mengutuk Rania dalam hati.
Tangannya masih belum dilepaskan oleh Langit. Mereka semakin menjauhi halaman sekolah, keluar menuju gerbang ke arah mobil sport hitam yang terparkir rapi di depan pos satpam.
“naik!” perintah Langit kepada Icha dengan membukakan pintu mobilnya.
Icha melotot tajam, bibirnya mengerucut
“ogah! Gue nggak sudi pulang sama lo. Lagian ngapain sih lo tarik-tarik tangan gue? Asal lo tau gue nggak pernah diperlakuin serendah ini sama cowok. Dasar cowok buaya. Mau lo apa sih? Haa? Harus lo garis bawahi sejak detik ini, gue nggak seperti cewek-cewek murahan diluar sana yang mudah luluh sama pesona lo. Gue nggak akan mudah ngejatohin harga diri gue buat cowok kayak lo. Minggir, nggak usah muncul lagi di depan gue. Gue benci sama lo.” Tandas Icha.
Tanpa sadar, satu bulir bening  yang ia tahan sejak tadi merembes jatuh perlahan mengenai pergelangan tangan Langit yang lekas mengendur pegangannya.
Langit terkejut terhadap efek yang Icha berikan. Menurutnya ia tidak melakukan apapun, hanya menarik tangannya. Kenapa bisa Icha semarah itu kepadanya.
“lepasin tangan gue!” gertak Icha sekali lagi, dan ia sadar ia sudah menangis di depan cowok brengsek itu. Buru-buru ia mengusap kasar airmatanya dan berlari menjauhi Langit.
Langit tak lagi bisa mencegah, ia hanya berdiri mematung melihat tubuh mungil gadis itu menghilang dari pandangannya. Namun, karena kata-kata Icha tadi, ia seperti merasuki atmosfer lain dalam tubuhnya. Ia merasakan juga rasa sakit yang dialami gadis itu, ia merasa bersalah, dan pertama kalinya ia merasa hatinya bergetar kembali setelah peristiwa menyakitkan yang berusaha ia simpan dalam-dalam.
                        🖇️🖇️🖇️
Icha berlari mengikuti langkah kakinya, mengucap sumpah serapah untuk Langit yang menyebalkan. tanpa sadar tubuhnya menubruk dada bidang seorang laki-laki
Bruuk.. aww .. Icha memekik pelan dan mendongakkan kepalanya
“Ilham…” dilihatnya wajah tampan seorang laki-laki yang selalu bersamanya 17 tahun ini
“ngapain lari-lari sih? Nggak akan gue tinggal juga” tanyanya santai
Icha tersenyum kikuk, ‘untung air mata gue udah kering’
“emm, nggak papa kok” jawab Icha berusaha menutupi kejadian yang baru saja dialaminya
“yaudah, pulang yuk. Tadi gue tunggu di parkiran lo nggak nongol-nongl sih. Eh, taunya malah lari-larian didepan sini”
Ilham menyodorkan helmnya kepada Icha “nih, buruan pake!”
Bukannya menerima, Icha justru tersenyum lebar menampakkan deretan gigi putihnya yang membuat lesung pipinya semakin kentara
“pakein dong. Hehe “
Ilham menggelengkan kepalanya “dih, manja anaknya om Rehan” jawab Ilham dengan senyuman yang tak kalah lebar. Melihat senyuman Ilham dengan jarak sedekat ini membuat jantung Icha tak berfungsi dengan baik. Karenanya juga Ia sudah lupa dengan perasaan kesalnya kepada Langit.
Tanpa diperintah dua kali Ilham segera memakaikan helm ke kepala Icha
“biarin aja, toh ayah gue juga tetep sayang sama gue”
“makasih ya” ucap Icha dengan senyum mengembang setelah helm itu bertengger manis diatas kepalanya
Ilham mengusap wajahnya, entahlah akhir-akhir ini ia sensitif saat melihat senyuman Icha. Jantungnya tak lagi berfungsi normal
“cha, lo nggak usah senyum gitu kenapa. Lo manis banget tau. Gemes gue liatnya”
Ahahaha…  gelak tawa Icha pecah mendengar pujian yang keluar dari mulut Ilham
“darimana aja lu bang, dari orok sama gue baru bilang gue manis sekarang”
“oh iya yaa… kemana aja gue kemarin. Setiap hari ditempelin bidadari tapi nggak kerasa” Ilham semakin gencar menggoda icha
Blush… pipi Icha terasa panas. Ia segera menguasai dirinya dengan baik “huu, dasar raja gombal. Udah-udah, pulang yok”
Ucap Icha dengan segera naik keatas motor crf milik Ilham.
“oke, siap nyonya. Jangan lupa pegangan yang kenceng” Ilham menaik turunkan alisnya dan melirik Icha dari kaca spion
“ngarep banget sih..”
“demi keamanan, chaa..” Ilham sengaja meng  gas motornya begitu kencang sehingga membuat Icha refleks memegang tas milik Ilham
“woy, pelan-pelan nyet. Jilbab gue berantakan nih.” Icha memukul keras helm yang digunakan Ilham
“aduh. Sakit cha. Pelan-pelan nih, biar lama diatas motornya ya sama gue. “ Ilham menjalankan motornya dengan kecepatan sedang.
Icha mendengu sebal “cari cewek sono, biar ada yang digodain” Icha teriak disamping telinga Ilham yang terhalang helm
“ngapain repot-repot cari. Tuh cewek satu sekolah udah pada ngantre” jawabnya dengan penuh percaya diri
“dih, nggak usah sombong lo kampret. Yang ngantre sih banyak. Tapi yang diprioritasin nggak ada. Makanya jangan dingin-dingin sikap lo”
“siapa bilang nggak ada yang gue prioritasin? Heem..” Ilham mengeraskan suaranya yang beradu dengan angin jalanan.
“emang ada ya ham?” tanya Icha yang sedikit terkejut.
Tiba-tiba saja ada getir yang menyelinap dalam hatinya
“ada lah... lo orangnya cha. Hahaha” gelak tawanya mengudara.
Icha terdiam sesaat, kata-katanya tercekat. Ia melihat punggung Ilham naik turun karena tertawa
Ada perasaan aneh yang akhir-akhir ini sering meyelinap dalam hatinya. Percakapan mereka terus mengalun hingga motor Ilham berhenti didepan rumah dengan gerbang menjuntai  berwarna putih, rumahh milik seorang gadis yang sedang anteng diatas jok sepedanya.
“makasih ya ham, nggak mampir dulu?” tanya Icha saat kakinya telah menapak ke tanah.
“emm, enggak deh. Gue langsung aja. Yok cha” motor Ilham pergi menyebrang ke depan rumah Icha.
“oke, daaa” Icha melambaikan tangannya ke arah Ilham pergi.
 

                      🍺🍺🍺
Sevilla anjani

Keesokan harinya disekolah
Icha berjalan melewati koridor panjang menuju kelasnya. Sejak Icha menapakkan kakinya pagi ini, semua sorot mata tertuju padanya dengan banyak kasak-kusuk disana-sini. Sebenarnya sudah hal biasa sih, Icha menjadi sorotan teman-temannya. Hal itu karena karirnya sebagai aktivis di sekolah. namun pagi ini, seperti ada yang salah dengan dirinya.
“hei chaa…” teriak Rania dari belakang
Icha menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara “eh, untung aja ada Rania” batin Icha
“ngapain lo, pagi-pagi udah kaya orang cengo” tegur Rania dengan suaranya yang melengking
Icha mendekatkan tubuhnya ke arah Rania dan membisikkan ke telinganya“ ada yang salah ngga sih sama gue? Rambut gue aneh ya? Atau seragam gue? “
Manik mata Rania menyusuri tubuh Icha dari atas ke bawah. Ia menggelengkan kepalanya “emang kenapa cha?”
Icha melirik ke arah kanan dan kirinya “ noh, orang-orang pada ngapain sih, mandangin gue kek gitu?”
Rania mengikuti arah pandang Icha “tau ah, biarin aja” kata Rania cuek
“ke kelas yuk” ucap Rania sembari menarik lengan Icha.
Belum sempat Icha dan Rania melangkahkan kakinya, dari arah yang berlawanan terlihat sevilla dengan para antek-anteknya
“oh ini nih, yang jadi trending topik pagi ini. Busananya sih muslimah, tapi dalemnya kek jalang” ucap sevilla dengan menghadang Icha dan Rania
Icha terkejut mendengar apa yang dikatakan sevilla kepadanya “eh, jaga mulut lo ya. Nggak usah sembarangan omong!” balas Icha tak kalah sengit
Bibir Sevilla terangkat, ia tersenyum miring “emang bener kok. Ini fakta, bukan fitnah lagi ukhti”
“apaan maksudnya?” kini giliran Rania yang berucap
“silahkan lihat di mading, cantik” jawab Sevilla dengan nada yang dibuat-buat
Icha segera menarik tangan Rania dan mengajaknya ke arah mading. Sevilla dan para anteknya mengikuti dari belakang
Icha sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya di mading, pantas saja semua orang menatapnya dengan aneh. Di situ tertempel foto Icha saat kemarin pulang sekolah dengan tangan yang digenggam Langit, ditambah dengan jarak mereka yang cukup dekat.
Mata Icha memanas, air matanya bisa turun kapan saja. Namun ia tak mau terlihat lemah didepan semua orang.
“gimana? Heem” tanya Sevilla dari belakang
Kini di kanan kiri mereka telah bergerombol siswa-siswi lain yang ingin tau apa yang terjadi
Rania memegang tangan Icha menenangkan “udah biarin aja, yang mereka lihat itu ngga sesuai dengan kelihatannya, cha”
Icha menoleh ke belakang. Ditatapnya lekat-lekat mata Sevilla dengan sorot kemarahan. Belum pernah Icha merasa dirinya direndahin seperti ini “terserah lo mau bilang gue apa. Yang diatas lebih tau apa yang terjadi” ucap Icha dengan nada penuh penekanan
“nggak usah sok-sok an bawa-bawa yang diatas lo! Nggak malu sama kelakuan?” Sevilla masih ingin merendahkan Icha di hadapan teman-temannya
“gue nggak malu. Karena apa yang di foto itu nggak bener!” tandas Icha
“woiiii….woiii… ada apa nih brother rame bener. Pasar malam ya?” teriak Revan dengan berlari membelah anak-anak yang bergerombol di depan mading
“ini kan siang bego!” sahut Diki yang datang bersama Revan
“oh iya. Eits, ada Rania sama Icha nih. Ngapain cha kok melotot-melotot begitu sama nenek lampir” ucap Revan dengan melirik Sevilla, yang langsung dihadiahi tatapan tajam olehnya
“wuih, selow aja sev. Nggak usah gitu mandangnya. Takut gue, iiih” Revan pura-pura bergidik ngeri
Langit datang dengan terburu-buru dan mendekat ke arah Icha dan Rania
“bubar semua! Apa yang kalain lihat di mading itu nggak sesuai sama kejadiannya. Dan, disini gue yang salah. Bukan Icha. Jelas?” ucap Langit dengan tegas
‘huuuuuuuuu……’ teriak siswa lain yang sedari tadi menonton kejadian dan mulai bubar ke kelas masing-masing
“maaf, gara-gara gue lo jadi kena masalah” ucap Langit kepada Icha
Icha hanya memandang sekilas ke  arah Langit lantas pergi ke arah kelasnya. Belum sempat Langit mencega, tangannya ditarik oleh Sevilla “ck, apaan sih lo. Lepasin nggak” bentaknya dengan menghentakkan tangan Sevilla.
Sevilla menatap intens mata Langit “gue lakuin ini karena gue cinta sama lo, kak”
“cih, bagus dong. Yang harusnya lo bilang jalang itu diri lo sendiri, bukannya orang lain!” ucap Langit dengan senyum meremehkan dan pergi mengejar langkah Icha yang sudah tak terlihat
“dih, jalang kok ngatain jalang ygy. Hahahaha” ucap Diki
“emang nggak punya kaca dia dik, cabut yuk. Alergi gue deket-deket  cewek cantik kek dia” sahut Revan sambil nyelonong pergi
Tangan Sevilla meremas kuat rok seragamnya, amarahnya telah memuncak “Faricha, gue nggak akan ngebiarin lo ngrebut kak Langit kali ini. Udah cukup Ardian aja yang lo ambil” ia tersenyum miring, membayangkan rencana yang telah ia susun untuk menghancurkan Icha.
Tanpa disadari, sejak tadi ada mata hitam legam yang mengawasi gerak-geriknya. Setelah mendengar hal itu, sosok itu beranjak ke kelasnya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang