Bab. 18 Pernikahan Kedua

2.6K 232 128
                                    

"Papa ingin bertemu."

Pemberitahuan itu mengejutkan Liand. Perhatiannya seketika teralih pada Sang Sekretaris. "Sekarang?"

Maya mengangguk. "Kalau Mas udah luang. Papa ingin bertemu sekarang." Dia melirik arloji di pergelangan yang menunjukkan pukul lima sore.

"Kapan papamu datang dari Kediri?" Liand penasaran.

"Semalam, diantar Pakde. Tapi Pakde langsung pulang. Sedangkan Papa menginap di kamar apartemenku." Wajah cantik Maya dipenuhi senyum bahagia.

Sebaliknya, wajah Liand datar, penuh tekanan. Dia menimbang apakah harus menemui calon mertua abal-abalnya, atau tidak. Memang benar, syarat sah perkawinan harus dihadiri wali nikah mempelai perempuan. Namun, pernikahan siri mereka tidak bisa dikatakan serius, hanya sebagai tameng perzinahan, atau, bisa disebut sebagai kawin kontrak. Lalu, mengapa dia perlu bertemu orangtua Maya?

Bagian belakang rok span diusap. Maya duduk berhadapan dengan Liand. "Apa Mas bersedia menemui Papa?"

Desahannya terembus pelan, Liand meletakkan ponsel di meja, urung membalas pesan Humaira yang mengabarkan pulang terlambat. "Bukannya aku nggak bersedia. Tapi ... kamu tahu pernikahan kita hanya sebatas-"

"Aku tahu." Maya menyela cepat sambil mengangguk.

"Papamu juga tahu?"

Maya menggeleng. "Papa belum tahu. Tapi, beliau nggak akan kuberi tahu bahwa pernikahan siri kita hanya untuk sementara."

Dahi Liand berkerut. "Kenapa?"

Wanita berkucir kuda dengan ujung rambut menyentuh punggung itu mengubah sorot matanya menjadi sendu. "Aku nggak mau Papa sedih. Lebih dari itu, aku nggak mau Papa menghalangi pernikahan kita. Kalau tahu pernikahan kita hanya sekedar kawin kontrak, Papa pasti nggak mau jadi wali nikahku."

Dahi Liand berkerut semakin dalam. "Apa papamu juga tahu, aku sudah punya istri?"

Maya mengangguk lagi. "Papa sudah tahu. Waktu kuceritakan kalau aku dijadikan istri kedua, Papa nggak setuju. Tapi setelah kuyakinkan bahwa aku sangat mencintaimu, dan Mas Liand juga mencintaiku, Papa bersedia jadi wali nikahku."

"Tapi, aku nggak mencintaimu, Maya." Liand mengoreksi ucapan sekretarisnya. Mimik wajahnya tidak suka.

"Aku tahu, Mas." Maya menunduk. "Tapi .... Bisakah Mas berpura-pura mencintaiku di hadapan Papa? Agar Papa mau jadi wali nikah." Dia kembali mendongak, memberi senyuman yang dipaksa tegar. "Hanya pura-pura."

Permintaan Maya memberatkan Liand. "Aku nggak mau ada intervensi dari keluargamu, terlalu merepotkan."

"Nggak akan ada anggota keluargaku lain yang tahu. Aku yakin, Papa juga nggak akan memberitahu mereka soal pernikahan siri kita. Selain itu, Beliau nggak mungkin datang lagi ke sini, terlalu sibuk bekerja di sawah. Mungkin, kalau Papa harus ke sini lagi, kita sudah ..." Maya meremas tangan. "bercerai."

"Kamu bisa menjamin, papamu nggak akan ikut campur dalam urusan pernikahan kita?" Liand memajukan tubuh, menumpukan tangan di meja.

"Aku jamin." Maya mengangguk yakin.

Liand mendesah, menarik handle laci untuk mengeluarkan surat perjanjian kontrak pra nikah. "Aku tambahkan satu poin lagi." Meraih pulpen di hadapannya, dia segera menulis poin tambahan. "Tidak ada intervensi dari pihak keluarga istri."

Tatapan terluka yang tidak dilihat Liand, segera diubah Maya menjadi sorot mata normal. "Oke."

"Tambahkan juga di surat kontrak milikmu." Liand menunjuk Maya dengan pulpen.

Maya mengangguk untuk ke sekian kali, menyembunyikan luka di balik senyuman. "Siap, Mas."

"Baiklah." Surat perjanjian pra nikah kembali disimpan dalam laci. Liand membenahi dasi, lalu bangkit, dan menyambar jas dari sandaran kursi. "Kita temui papamu sekarang."

Toxic Temptation NEW VERSION (Versi Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang