Syam dan ke-empat sahabatnya kini duduk di pinggir lapangan. Kelima orang itu duduk bersila dengan posisi melingkar, mereka bersiap untuk mendengar curhatan Chiko.
"Demi oreo, kita berasa kayak cewek yang lagi mau ghibah. Persis banget, kek gini nih posisinya," celetuk Evin.
"Udah cepet? Mau curhat apa?" Seperti biasa, Altair memang tidak suka basa-basi dan juga tidak sabaran.
"Sabar bos, ini juga gue mau curhat," ucap Chiko.
Syam menatap Chiko. "Lo punya masalah hidup?"
"Hidupnya Chiko mah kebanyakan masalah Syam, kagak usah di tanya lagi," celetuk Jey.
"Asem lo! Dah diem, gue mau curhat beneran ini." Chiko berdeham pelan. "Jadi gini, gue lagi pdkt sama cewek."
"Demi oreo, lo beneran lagi deket sama cewek? Gue kira lo sukanya sama banci." Evin memasang wajah polos.
Chiko mendelik kesal, demi apapun ia ingin menggampar wajah Evin yang sok polos itu. Apakah Evin pikir Chiko itu lelaki tidak normal, apa yang terjadi jika Chiko menikahi seorang banci.
Membayangkannya saja tidak sanggup apalagi memikirkannya. Altair memasang wajah datar, Syam masih terlihat tenang. Sementara Jey, dia masih tampak tidak percaya.
"Yakin cewek? Jangan-jangan titisannya kunti." Beginilah mulut Jey jika sudah nyinyir.
Evin terbahak. "Jamet lo, jangan menistakan Chiko. Ya kalik Chiko pdkt sama titisannya kunti. Pasti sama nenek gayung lah, udah cocok banget itu."
"Asem lo! Lo juga sama aja kampret, gue pikir lo tadi mau belain gue!" Chiko menatap Evin tak habis pikir.
"Terus gimana? Lo gengsi deketin dia?" tanya Altair.
"Itu mah lo bos." Chiko tertawa pelan. "Mohon maaf saya bukan tipe lelaki yang seperti itu."
"Hueeeek." Jey memasang wajah ingin muntah.
"Terus masalahnya apa? Lo di tolak sama tuh cewek?" tanya Syam.
"Hah itu, masalahnya tuh cewek puolos pakek banget. Gue udah bilang kan ke dia ... Gue cinta sama lo, terus dia cuma ngangguk doang sambil bilang iya." Chiko menjeda ucapannya.
"Terus-terus," ujar Evin.
"Terus gue tanya kan ke dia, kok respon lo cuma gitu doang. Terus dia malah nanya gini, emang aku harus jawab kayak gimana? Langsung kena mental dedek bang." Chiko menceritakannya dengan menggebu-gebu.
Jet terbahak sambil memegangi perutnya, Syam saja yang biasanya jarang tertawa kini cowok itu tertawa tanpa suara. Demi apapun ekspresi Chiko terlihat sangat lucu.
Altair hanya menggeleng prihatin, sementara Evin ingin menangis saat mendengar cerita Chiko. Ekspresi Chiko persis sekali seperti orang yang sedang tersakiti.
"Demi oreo, muka lo bikin bengek." Evin tidak kuat dengan situasi ini.
"Terus gimana? Lo di tolak?" Syam masih tidak mengerti.
"Dia sama sekali nggak nolak, dia malah bilang gini ... Aku juga cinta sama kamu, sesama manusia kan nggak boleh saling benci. Sumpah, pengen nangis gue," balas Chiko.
"Namanya siapa?" Jey ingin tahu nama gadis itu.
Chiko terdiam sejenak. "Chika."
"Pas, mungkin dia emang jodoh lo. Menurut gue, dia itu polos nyerempet ke bego." Altair memang jika bicara tidak pernah di filter.
"Heh mulutnya," tegur Syam.
"Untung gue sayang sama dia, kalau nggak udah gue gampar. Gemes banget gue, pengen ketawa sambil nangis." Chiko menutup wajahnya tak habis pikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syam Story
Teen FictionDia Syam Kavalen, laki-laki yang menjabat sebagai wakil ketua geng Jevins dan mempunyai cita-cita menjadi dokter. Syam selalu memasang wajah kalem dan selalu terlihat tenang. Syam mencintai gadis berhijab bernama Nasya, namun Syam harus terjebak cin...