Jonathan memandangi bayi kecil di hadapannya tengah tertidur lelap. Akhir-akhir ia sering menggantikan Alana untuk menjaga Fatiah, putri mereka. Fatiah juga tidak terlalu rewel jika ayahnya yang jaga ketimbang mamanya, itu sebabnya Alana juga lebih tenang mempercayakan Fatiah pada Jo.
Seperti hari ini, Jo pulang lebih awal dari biasanya untuk menjaga Fatiah selagi Alana pergi nongkrong dengan Lia untuk bersenang-senang, sudah lama ia tidak bisa jalan-jalan karena sibuk mengurus Fatiah.
Fatiah sudah berumur sepuluh bulan, masih aktif minum ASI meski sudah coba diberikan makanan tambahan, jadi makanan utama bayi itu masih berasal dari ASI.
Melihat sepertinya ia tidak perlu lagi mengawasi, karena apa yang akan terjadi pada bayi dalam kotak tidurnya saat tertidur lelap?
Alana pergi setelah membereskan rumah, jadi pekerjaan Jo hanya sekedar mengurus Fatiah. Pria itu membuka laptop, selagi anaknya tidur mungkin ia bisa mengerjakan beberapa tugas kantor. Meskipun sudah menjadi pimpinan cabang di perusahaannya, tak lantas membuat pekerjaan Jo menjadi lebih mudah, ia tetap sering membawakan tugas ke rumah karena tidak selesai mengerjakannya di kantor.
Saat membuka laptop, Jo melihat wallpaper bianglala yang menghiasi layar desktop nya, ia jadi teringat kejadian kemarin. Amira berciuman dengan pria lain di hadapannya. Jo memejamkan mata merasakan gejolak aneh, ia tidak seharusnya cemburu bukan?
Bukankah dirinya sendiri yang memutuskan untuk menyudahi hubungan dengan Mira, lalu sekarang ia malah cemburu? Jo berusaha mengingat kembali mengapa ia lebih memilih untuk menyudahi hubungan gelapnya dengan Mira.
Alasannya tentu karena Fatiah, putri nya. Meskipun belum bisa mencintai Alana seperti ia mencintai Mira, tapi Jo benar-benar menyayangi bayi itu, bayi mungil yang membuatnya menangis saat Fatiah lahir.
Bayi itu tidak bersalah, ia tahu membuat Fatiah harus menghadapi perceraian orangtuanya kalau ia masih bersikeras memilih Mira.
Jika ditelusuri ke lubuk hati yang paling dalam. Jujur saja, Jo masih mencintai Mira, satu-satunya perempuan yang mampu membuat jantungnya berdebar kencang, membuat ia merasakan kupu-kupu menari di perutnya. Juga satu-satunya wanita yang tubuhnya amat menjadi candu bagi Jo. Ia sering membandingkan rasa bercinta dengan Alana dan rasanya bercinta dengan Mira, jauh lebih menyenangkan bersama perempuan yang dicintainya, Amira.
Jika bisa, pria itu sebenarnya mau memiliki Mira seutuhnya tanpa menceraikan Alana. Tetapi, hal tersebut amat mustahil, Alana tidak akan mau dimadu, begitu juga Mira belum tentu mau.
"Sudah berakhir Jo, sekarang jalani saja hidupmu, lupakan," kata Jo pada dirinya sendiri. Berusaha kembali fokus pada tujuan utama dirinya membuka laptop. Pria itu berusaha keras mengenyahkan pikiran itu dalam kepalanya.
Laki-laki yang mencium Mira sepertinya Jo pernah melihat sebelumnya, pikir Jo kembali kepikiran dengan Mira.
"Ah, dia pria yang sering mengantar Mira pulang, astaga kenapa aku tidak kepikiran bahwa ia menyukai Mira," monolog Jo.
Ternyata benar mereka ada main. Selama ini Mira selalu beralasan padanya bahwa pria itu hanya teman sekantor biasa, tapi lihat sekarang bahwa mereka berciuman. Jo merasakan dadanya mendidih, bisa jadi mereka bukan sekadar pernah berciuman, bisa juga mereka pernah melakukan ....
Sialan! Kenapa denganmu Jo!
Lihat betapa tidak tahu dirinya pria satu ini. Tidak suka bila orang lain menyentuh wanitanya, sedangkan ia bisa sesuka hati dengan wanita lain sampai punya anak juga.
"Jo, ada apa denganmu?" itu suara Alana, ia keheranan mendapati suaminya meremas-remas rambutnya sendiri.
"Kau pulang cepat?" tanya Jo mendapati istrinya telah ada di rumah, lalu melihat jam di laptop, sudah pukul sebelas.
Ia tersadar telah lama melamun memikirkan Alana, Jo bahkan belum melakukan apapun di laptop tersebut.
"Memangnya aku harus pulang jam berapa, Jo?" Alana balik bertanya dengan sikap aneh sang suami. Perempuan itu melepaskan kardigan, lalu melihat sebentar putrinya yang ternyata masih tertidur lelap. "Kau jago sekali membuatnya tenang, aku iri padamu, kalau aku yang jaga pasti butuh kekuatan ekstra," ucap Alana yang hanya dibalas Jo dengan tertawa kecil, ia lalu memutuskan untuk menutup laptopnya, tidak berminat lagi untuk mengerjakan apa-apa.
Ia menghampiri Alana dan memeluk wanita itu dari belakang.
"Aku tidak hanya ahli menjaga Fatiah," bisik Jo sensual di telinga Alana, "Aku juga ahli menyenangkan ibunya, mau buat adik Fatiah?"
Alana merinding, tapi dalam dirinya juga menyukai cara suaminya menggoda dirinya. Ia lalu berbalik menatap Jo, lalu mengalungkan tangannya ke leher Jo, kemudian dengan jarak wajah yang sangat dekat ia menjawab, "Mau adik Fatiah perempuan atau laki-laki?"
Jo tersenyum mendapatkan Alana menerima kodenya dengan baik, ia langsung mengecup bibir Alana. Saat mengecap bibir istrinya, bayangan Mira berciuman dengan pria lain kembali menghantui Jo.
Ia melepaskan ciumannya, Alana menatap heran, tidak biasanya Jo begini. "Ada apa, Jo?"
Pria itu menggeleng, mendadak hasratnya untuk mencumbu Lana malam ini hilang, sebelum-sebelumnya hal seperti ini tidak pernah terjadi, bahkan itu bila sepulang ia bermalam di tempat Mira. Jo masih bisa menguasai dirinya, tubuh Alana masih mampu menggoda birahinya memuncak, staminanya masih kuat.
Namun, malam ini berbeda, ia loyo. Bukan Alana yang ia inginkan tapi Mira.
"Aku pikir perubahan kamu selama ini sangat baik, kamu lebih peduli sama keluarga sekarang. Tapi kemudian aku sadar, kamu juga berubah dalam hal berhubungan intim," ujar Alana sedikit frontal, jika dipikir kembali membicarakan tentang seks bukanlah tabu di antara sepasang suami istri yang telah legal melakukan nya, hanya saja Jo tetap sedikit terkejut istrinya yang selama ini ia kenal polos dan cuma patuh dibawa kendalinya sekarang tampil berani mengucapkan keinginannya atas seks.
"Udah seminggu kamu enggak jamah aku, Jo. Aku rindu," katanya lagi membuat pria itu bimbang.
Memang bukan dosa menolak ajakan istri, toh, yang berdosa jika istri menolak suami. Jo sendiri tidak dalam keadaan ingin, tapi melihat ekspresi Alana yang sendu ia akhirnya memaksakan dirinya.
"Siapa bilang aku gak kepengin kamu? Aku juga rindu, tapi aku lihat kamu sudah kelelahan seharian rawat Fatiah, gak tega aku bila membuat kamu lelah juga di malam hari," kilahku sambil menoel dagunya menggoda.
Alana tipe wanita mudah termakan rayu gombal, bahkan jika itu sebuah kebohongan. "Alana enggak masalah, Jo. Lagipula Alana juga suka," ujarnya malu-malu, kini pipinya bersemu merah seperti kepiting rebus.
Ia tampak begitu menggemaskan. Sedikit rasa bersalah menjalar di hatiku, ketika malam ini aku menyetubuhi dirinya bersama bayang Mira, apa boleh buat, aku tidak bisa turn on jika tidak membayangkan tubuh Mira.
****
Author note:
Siapa yang pengen nimpuk Jo dengan batu bata? Ya aku!
Kesel banget dehhh, aku nulisnya juga sambil misuh-misuh.
Jangan lupa tinggalkan jejak yaww
Salam sayang
Cangtipone
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan selingkuhan [TAMAT]
RomanceAmira sadar mencintai pria yang mempunyai istri itu adalah salah. Apalagi dilakukan diam-diam, dan bahkan sudah berhubungan intim dengannya. Namun, ia sudah terlanjur mencintai Jonathan begitu dalam, ia telah tenggelam dalam lautan rasa cinta. Lalu...