61.Berpisah

38 12 0
                                    

Happy Reading
🌱🌱🌱

Ika membereskan peralatan tulisnya, bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Ika mengedarkan pandangannya, di kelas hanya menyisakan dirinya dengan mereka yang mendapat jadwal piket.

Sudah tiga hari ini, sejak Ika mengadakan razia. Dirinya merasa ingin pulang telat beberapa menit saja, seperti sekarang. Dia ingin pulang saat keadaan tidak terlalu ramai.

Terlebih, Ika ... untuk saat ini merasa tidak ingin bertemu dengan Devan dalam waktu yang lama. Cukup berpapasan tidak lebih.

"Aku pulang duluan ya." Ujar Ika pamit yang diangguki mereka.

Saat melihat pintu kelas IPA 2 yang tertutup rapat, membuat Ika menghela napas. Saat mengingat pesan dari Devan yang akan menunggunya untuk pulang bersama.

Namun, saat hendak menuruni tangga. Ika tertegun menatap Devan dan Aira, dia dengan cepat melangkah mundur dan menyembunyikan tubuhnya dibalik tembok.

"Deva ... kita pulang bareng ya. Ya?"

"Stop Ira! Lo bawa mobil sendiri."

"Aku bisa nitipin mobil aku disini ko."

"Lo pikir dengan cara itu gue mau nganter lo?"

"Tapi ... Mama sama Tante Dewi .... "

"Denger! Walaupun Mama lo sama Bunda gue sahabatan. Itu ga ngaruh sama hubungan kita yang udah rusak karena lo."

"Apa karena cewe ketos itu, Deva berubah?"

"Jangan sangkut pautin orang lain Ira! Dan cewe yang lo sebut ketos itu pacar gue!"

"Pacar atau sekedar pelampiasan?"

"Aira?!"

"Deva! Deva ga bisa bohongin diri Deva sendiri. Kalau pemilik hati Deva itu masih Ira, Deva akan cape kalau Deva maksain buat nutupin nama Ira yang jelas-jelas posisinya paling besar disana."

Tersisa keheningan, hingga suara Devan yang dingin terdengar.

"Pergi Ira. Gue mohon, gue ga mau Ika salah paham."

Setelah beberapa detik tidak ada kembali percakapan, Ika menarik napasnya dalam dengan kedua mata terpejam.

Tak lama sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman seorang Jesika Claudy, Ika kembali melanjutkan langkahnya, "Loh Devan?"

Devan yang dalam posisi menunduk, mendongkang cepat dengan arah pandang yang tidak bisa fokus.

Melihat itu, Ika tetap mempertahankan senyumannya.

"Devan nungguin aku ternyata."

Hingga sampai diundakan tangga terakhir, Devan segera memegang telapak tangan Ika sambil berujar lirih, "Yang."

Ika memasang raut wajah polos, "Iya Devan."

"Sejak kapan kamu ... kamu disini."

"Barusan dong, tau ga! Aku sampe nyalin lagi materi tadi karena Tyo main spidol dan nyoret kertas aku." Ujar Ika, meski dalam hati meminta maaf karena harus menjual nama teman sekelasnya.

"Ka ... kamu, kam--

"Devan ini kaya Azis gagap aja, kenapa sih?" Tanya Ika santai berbanding terbalik dengan Devan.

Melihat eskpresi Devan saat ini, membuat Ika kembali menyadari satu hal.

"Katanya mau anter aku pulang? Tapi gimana ya? Soalnya aku bawa Biri."

"Motor kamu disimpan di sekolah aja yang."

Ika menggeleng, "Aku bawa motor sendiri, kamu bawa motor sendiri oke!"

JESIKA [END][COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang