Prolog

924 51 3
                                    

Hai .....

Aku bawakan satu lagi cerita bertema transmigrasi. Kali ini berbeda dengan yang sebelumnya. Aku juga ingin tahu seperti apa pendapat kalian untuk cerita baruku.

Satu hal yang kuharap, kalian menyukainya dan aku bahagia.
~Pitrisky~

*

*

*

Seorang gadis sedang duduk di kursi besi. Dia melempar lirikan sinis dengan salah satu sudut bibirnya yang terangkat. Lelaki kekar di hadapannya merinding ngeri. Otot-otot di tubuhnya mengendur lemas. Siapa yang tidak takut mati?

Gadis bertubuh ramping dan berambut sebahu itu masih mengelus pistol hitam di tangannya, sementara perhatiannya tidak lepas dari si lelaki.

Lelaki itu mati-matian menahan rasa sakit di kedua kakinya yang berlubang. Keringat dingin mengalir melewati pelipis hingga menetes dari dagunya. Jika tahu akan berakhir seperti ini, dia tentu tidak akan berani membuat masalah.

Sayangnya, dia bahkan tidak memiliki waktu untuk merasakan perihnya penyesalan. Orang di depannya itu, gadis berwajah dingin dan mata setajam elang terus mengawasinya seperti predator yang lapar.

Kedua tangan lelaki itu terentang, menempel di dinding ruangan dengan rantai panjang yang membelenggu pergelangan tangannya. Sesekali meraung dan memohon ampun.

Dia memang lelaki bertubuh kekar, dan pastinya kuat secara fisik, tapi harga diri itu dengan mudah diinjak oleh seorang gadis.

Ling Shanshan tidak merasa terganggu dengan permohonan basi para tahanan yang akan dia adili.

"Siapa suruh kau jadi penjahat. Aku tentu akan memberi belas kasihan andai yang kuadili adalah seorang pahlawan." Ling Shanshan menodongkan pistol di depan mata tahanannya. Kepalanya tegak, suara rendah miliknya semakin menggetarkan tubuh tahanan itu. "Jika kau membuat onar lagi di penjara kami, tidak hanya kakimu yang kubuat berlubang. Peluruku ini akan menggantikan kedua bola matamu! Mengerti?"

Bulir-bulir keringat terus bercucuran dari dahi lelaki itu. "Aku mengerti! Aku mengerti! Kumohon lepaskan aku," pintanya dengan suara parau. Air matanya berjatuhan dan dia benar-benar telah kehilangan harga dirinya di tempat neraka ini.

Ling Shanshan tersenyum mencemooh. Semua penjahat sama saja. Mereka hanya akan menyerah jika dipaksa dengan kekerasan.

Kemudian pintu tembaga setebal lima centimeter terbuka. Beberapa pria berseragam abu-abu masuk ke ruang penyiksaan dan menyeret keluar tahanan yang kakinya sudah dipenuhi cairan merah yang terus mengalir.

Satu pria dengan seragam yang sama berdiri di depan pintu. Ling Shanshan memperhatikan wajah ramah pria yang tampak menunggunya itu.

Ling Shanshan melangkah keluar hingga keduanya saling berpapasan. Dia tidak mengatakan apa pun dan melewati pria itu.

Sebelum Ling Shanshan melangkah lebih jauh dari sisinya, pria yang memiliki alis tebal serta tahi lalat di bagian bawah mata kirinya itu berkata, "Pak Wang menunggumu di ruangannya. Dia bilang kau sudah bekerja keras selama ini, mungkin akan mendapatkan beberapa hadiah," ucap Chen Ruo.

Ling Shanshan sempat berhenti dan menoleh lewat bahunya. Wajahnya acuh tak acuh. "Terima kasih," balasnya dengan sikap datar.

Pria itu mengangguk tanpa kata. Mengamati Ling Shanshan yang berjalan menjauh. Tiba-tiba senyum sinis muncul di wajahnya. Ling Shanshan sama sekali tidak tahu apa yang telah dia siapkan di sana.

TIME TRAVEL: One Last ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang