B123

25 9 0
                                    

Pemanasan

Lomba dimulai sore hari ketika semua orang telah istirahat dengan cukup dan cuaca mendukung untuk kegiatan luar ruangan.

Diawali dengan lomba paling menarik dan seru yaitu pertandingan sepak bola antar sekolah. Heri dan Jala mendaftar dalam lomba tersebut. Bisa dikatakan Heri secara sengaja mendaftarkan lomba apapun yang Jala ikuti.

"Kita pasti menang!" sorak Heri untuk dirinya sendiri.

Yang lain mengabaikannya dan sibuk dengan kegiatannya sendiri. Bahkan angin enggan untuk mempedulikannya.

Namun bukan Heri namanya jika dia merasa tersakiti oleh ketidakpedulian orang lain padanya. Dia segera berdiri, lompat-lompat, dan melakukan peregangan dengan antusias. Bahkan dia menarik Jala untuk ikut pemanasan bersamanya.

"Enyah," tolak Jala dengan tatapan tajam seolah melepaskan laser merah dari kedua pupilnya.

Heri memasang ekspresi sedihnya, "Gue hanya peduli sama lu, Jal. Bayangin kalau tiba-tiba kaki lu kram atau gak lu mengalami cedera. Kan gue bakal merasa sedih. Saat lu terluka, saat itulah gue yang merasa sakit." Dia menyeka air mata imajiner dan tersedu-sedu dramatis menatap Jala seolah melihat pria yang paling tidak berperasaan.

"Diam, Sat."

Botol minum stainless yang keras dan berat terlempar ke arah Heri. Untungnya Heri memiliki refleks terkondisi dan menangkap botol minum tersebut segera sehingga dia terhindar dari mengalami cedera sebelum bermain.

Dia mengembalikan botol itu kembali ke Jala dan terkekeh senang seolah bukan dia yang baru saja memasang wajah teraniaya. "Jala oh Jala, kenapa makin manis astaga."

"Sialan," Jala bangkit dengan botol yang kembali terangkat di tangannya ingin lepas landas.

Heri segera lari dari tenda dengan panik, "Canda Jal, canda manis."

Segera Jala mengejar Heri dengan penuh amarah menuju ke lapangan dimana anggota tim sepak bola yang akan bertanding berkumpul.

Yudan menguap, melirik ke arah perginya dua orang itu dengan acuh tak acuh. "Yah, akhirnya pasangan bodoh itu pergi." Dia kemudian kembali bermain ponsel sembari makan coklat yang tersedia di dekatnya. "Cik, kasih coklat lagi," pintanya.

"Jangan keseringan, tidak baik," tolak Ciko.

"Cih."

BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang