thirteen
the new part of the kingdom
***
"AAARGGGH!!"
Helia berteriak keras sambil menyerang pasukan kstaria Teratia dengan pedangnya.
Tempat latihan bagi Ksatria Kerajaan ini menjadi ruang sparring bagi Helia yang kini sedang ditemani oleh satu ksatria lainnya. Akan tetapi, sparring yang dilakukan oleh Helia rupanya merupakan sebuah tindakan pelampiasan emosi bagi Helia.
Lawan Helia kewalahan, dia menangkis setiap tebasan pedang Helia dengan sekuat tenaga, hingga rasanya kedua tangannya yang bergetar bisa patah kapan saja. Bahkan langkahnya terus mundur. Sebentar lagi, dia pasti akan menabrak pagar kayu.
Trang! Trang! Trang!
Helia terus melawan tanpa memberi kesempatan bagi lawannya untuk maju.
"Nona Helia! Aduh, saya mohon, tangan saya bisa patah!" Mello kesulitan menangkis setiap tebasan pedang Helia.
"Sial!"
Helia menancapkan pedang ke tanah, dia menunduk dan membiarkan berat tubuhnya ditopang oleh sebuah pedang. Napasnya tidak beraturan, lebih banyak menarik napas ketimbang mengembuskannya.
Mello menghela napas lega untuk sejenak. "Nona Helia, Anda tidak bisa melampiaskan emosi Anda dalam pedang," kata Mello kewalahan.
Helia membuang muka. "Maafkan aku."
"Tidak, tidak apa-apa, Nona. Namun, saya berpikiran bahwa Anda harus beristirahat sejenak. Anda terlihat sangat lelah."
"Aku sudah cukup istirahat." Helia mendengus. Dia mengangkat pedangnya lagi dan membentuk kuda-kuda. "Cepat, lawan aku."
Mello, putra dari Baron Greteel hanya menghela napas. "Saya tidak mau. Saya tidak mau disakiti dengan sukarela oleh Anda." Dia melipat tangannya di depan dada.
"Memangnya aku juga mau?!" Helia membentak.
Seluruh perasaannya sakit, dadanya sesak, detak jantungnya seakan melemah. Helia merasa kesal dan marah.
"Saya tahu kalau Anda kesal karena Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Permaisuri sudah menikah. Namun, apa sebelumnya Anda melakukan sesuatu? Apa Anda sudah mengambil langkah sebelumnya? Misalnya menyatakan cinta Anda pada Yang Mulia Raja?"
Helia mengernyit. Sorot dinginnya tertuju pada Mello yang masih bicara dengan santai.
"Apa maksudmu?" tanya Helia, sedingin es.
Mello mengacak rambutnya yang berwarna cokelat sebelum melirik Helia.
"Seluruh orang tahu bahwa Anda menyukai Yang Mulia Raja, tetapi seluruh orang juga tahu bahwa Anda tidak melakukan apa pun untuk menarik perhatian Yang Mulia Raja. Anda tetap berada di petak langkah yang sama, dengan harapan bahwa suatu saat, Anda akan melangkah di petak yang sama dengan Yang Mulia Raja. Namun, saya tidak berpikiran bahwa Anda bisa melangkah bersamaan suatu saat nanti."
Pegangan Helia pada pedangnya mengerat.
"Karena Anda tidak maju atau mundur. Anda tetap berada di petak yang sama. Diam di sana. Hanya dengan dibumbui oleh harapan. Apa Anda berpikir bahwa berharap saja sudah cukup? Anda tidak berpikir bahwa harapan juga perlu diiringi oleh tindakan?"
Helia tertawa pelan, tawa marah. "Oh ya? Kamu pikir aku tidak melakukan apa-apa?"
Mello mengangkat bahu. "Iya, tuh."
"Brengsek!" Helia maju, menebas Mello dengan pedang yang dengan sigap ditangkis.
Trang!
Pedang Helia melayang di udara dan terjatuh ke tanah dengan bunyi pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Look at Me, Your Majesty! [E-book]
Historical FictionAllan Edelbert Teratia adalah raja dari kerajaan Teratia. Dia dikenal sebagai tiran kejam yang mampu memukul mundur ratusan pasukan musuh sendirian dan selalu menyiksa orang dengan sadis. Belum lagi, dia mengambil tahta dengan membunuh seluruh Kelua...