CHAPTER 01

249 80 434
                                    

Brak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Brak

Akhh!

Seorang gadis meringis kesakitan kala tubuhnya ditendang hingga kepalanya terbentur sudut laci menyebabkan darah segar keluar dari pelipisnya. Dia Alya Shaquilla Nayara

Seorang gadis tertawa kala melihat kakaknya terjatuh akibat tendangan sang ayah yang tak main-main. Dia Anya, adik dari Alya. Lain dengan seorang lelaki yang hanya menatap Alya dengan tatapan datar.

"S-sakit, ayah," lirih Alya seraya memeluk lututnya sendiri dengan terus menunduk seakan tak berani menatap wajah ayahnya yang murka.

Sang ayah memalingkan wajahnya ke sembarang arah. "Apa yang kamu lakukan Alya?!"

"Kenapa kamu pergi ke club, huh? Saya begini bukan berarti saya perduli sama kamu, tetapi saya tidak mau kamu mempermalukan keluarga saya akibat ulahmu!" murka sang ayah membuat Alya mendongak.

"A-alya gak tau, Alya gak tau kalo temen Alya mau bawa Al—"

Dug

"Kak—"

Bugh

Tubuh Alya terpental akibat tendangan sang kakak pertama yang bernama Jevandra. Kepalanya ditendang terus-terusanan. Alya menangis sejadi-jadinya di sana. Air mata yang sedari tadi ia bendung kini sudah meluruh membasahi wajahnya. Ia menatap sang kakak dengan berderai air mata.

"Sakit, Kak..." lirihnya masih dengan terisak.

Jevan menatap adiknya dengan tajam. "Itu konsekuensinya karena lo udah berani-beraninya main ke club."

Setelah mengatakan itu Jevan berlalu dari sana hingga kini tersisa ayahnya dan kedua adiknya.

Alya memang tak berniat untuk pergi ke club. Ia diajak oleh temannya. Ia kira mereka akan pergi berjalan-jalan, atau hangout ke mall. Namun ternyata, ia salah menduga dan dirinya malah dibawa menuju club. Ternyata Jevan tengah berada di club tersebut hingga Jevan menatapnya dengan sorot mata yang menyorotkan kemarahan, dan sekarang ia berada di rumah ini, rumah yang seperti neraka baginya. Jevan lebih kejam dari sang ayah, bahkan, Jevan hampir memperkosanya. Sungguh ia membenci pria itu.

Seakan malas menyaksikan tangisan menyedihkan itu, Anya memilih berlalu pergi dari sana.

Seorang pria paruh baya yang diketahui bernama Revlandi menatap tajam anaknya. "Bisanya bikin malu! Asal kamu tahu, kamu adalah anak pungut, kamu bukan anak saya!"

Alya menatap ayahnya sesekali menepis air matanya kasar.

"Ayah bilang apa tadi?"

Andi berdecih. "Sepertinya kamu memang tuli. KAMU INI BUKAN ANAK SAYA, KAMU HANYA ANAK PUNGUT!"

Alya menggeleng keras. "Gak! Ayah bohong kan? Ayah boleh benci aku, tapi ayah gak boleh ngomong gitu sama anak sendiri. Apa yang dibilang ayah tadi bohong kan? BILANG KALO ITU BOHONG, AYAH!"

"JANGAN PERNAH PANGGIL SAYA DENGAN SEBUTAN AYAH, SAYA TIDAK SUDI KARENA KAMU BUKAN ANAK SAYA!" sentak Andi membuat Alya tersentak kaget seraya memejamkan matanya sejenak. Perih, itu yang Alya rasakan.

"Almarhumah istri saya yang memaksa ingin mengadopsi kamu, kamu dibuang oleh orang tuamu. Saat bayi kamu dibuang di depan rumah saya!"

Deg

Jadi, apa yang dibilang ayahnya tadi benar jika dirinya memang anak pungut? Mengapa orang tuanya tega membuangnya? Apakah ia anak pembawa sial sampai harus dibuang? Ia tak habis pikir dengan orang tuanya yang tega membuang dirinya begitu saja.

"Lebih baik kamu pergi dari sini lagi pula istri saya sudah meninggal," ujarnya dingin.

"Asal kamu tau, istri saya juga meninggal karena kamu, kamu yang saat kecil terus merengek meminta pergi ke kebun binatang saat malam itu tengah hujan. Kami kecelekaan karena kamu, kecelakaan maut itu menyebabkan istri saya meninggal, Alya! Itu semua karena kamu! KAMU MEMANG ANAK PEMBAWA SIAL! Pantas saja orang tua kamu membuang kamu, dan sialnya dia membuangnya di depan rumah saya!"

"Silahkan kamu angkat kaki di rumah ini," ujarnya dingin.

Alya menatap ayahnya tak percaya. "A-aku harus kemana, Ayah?"

"Mau ke jalanan kek, mau tinggal di kolong jembatan. Bahkan kamu mati pun saya tidak akan perduli."

Alya terdiam. Pantas saja selama ini dirinya diperlakukan tidak adil keluarga ini, ternyata dirinya hanyalah anak pungut.

Alya mengangguk lalu tersenyum miris. "Alya bakal pergi, makasih karena ayah udah rawat aku dari kecil sampe sekarang."

Setelah mengatakan hal itu Alya berdiri dan berlalu pergi dari sana dengan tertatih-tatih seraya menahan sakit di sekujur tubuhnya.

Pria paruh baya itu memandang kepergian Alya sendu. "Maafkan Ayah."

☘️

Alya menatap rumah mewah milik Andi dengan tersenyum sebelum benar-benar pergi dari sana.

Disepanjang perjalanan Alya menatap kosong ke depan. Gadis itu berjalan seraya menggeret kopernya.

Saat ia pergi pun, tidak ada yang perduli padanya. Sekarang, ia tak tau harus kemana. Jujur saja, dirinya tidak punya tempat tujuan, hingga kini dirinya berhenti tepat di jembatan.

Alya menunduk menatap air yang tenang di bawah sana. Ia kembali menatap kosong ke depan. Ia menaruh kopernya tepat di sampingnya. Perlahan ia menaiki pembatas jembatan hingga kini dirinya berada di atas.

Jika saja ada seseorang yang mengharapkannya hidup, dan menguatkannya untuk bertahan, ia pasti tidak akan melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan. Namun, sepertinya semesta tidak menginginkannya berada di dunia. Baiklah, jika ini yang ayahnya mau, ia akan pergi secepatnya.

Seorang pria yang melintas pun membelalak kaget kala seorang gadis berdiri di pembatas jembatan. Lantas, ia segera menghentikan mobilnya dan keluar dari mobil.

"JANGAN!"

Byur!

Terlambat sudah. Seketika bahunya luruh kala melihat seorang gadis sudah menjatuhkan dirinya ke sungai.

***

Balik lagi sama Queen di cerita yang baru, gimana suka gak? Semoga suka, ya

Jangan lupa tinggalkan jejak, yaw. Jangan jadi silent readers.

Jika mau krisar, boleh banget. Sangat antusias banget kok saya, penting banget asli.

Voment please?

SPAM NEXT UNTUK LANJUT!

ATHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang