25.Terpaksa

3.7K 741 61
                                    

Malam ini setelah menghadiri acara ulang tahun Evin, Syam mengganti pakaiannya lalu pergi mengikuti balap liar. Syam terpaksa mengikuti balap liar itu karena ia membutuhkan uang.

Syam akan mendapatkan sepuluh juta jika dia menang, tapi dia harus merelakan motornya jika dia kalah. Tadi saat menghadiri acara ulang tahun Evin Syam tidak membawa kado untuk Evin.

'Beruntung mereka nggak curiga waktu gue nggak bawa kado buat Evin.' Sahabat Syam memang tidak bertanya apapun kepada Syam, karena Syam bilang kepada Evin jika kadonya akan menyusul.

Roger yang menjadi lawan Syam, kini menatap Syam. "Siap-siap lo bakal relain motor lo itu."

Syam memasang wajah tenang. "Gue yang akan menangin balapan ini."

Roger tertawa remeh. "Lo nggak tahu ya? Gue nggak pernah kalah dalam balapan."

"Oke, kita buktiin. Siap-siap buat kehilangan duit sepuluh juta lo." Syam mulai menutup kaca helmnya.

Syam dan Roger mulai menyalakan motornya masing-masing, untuk beberapa detik kedua orang itu saling tatap. Dalam hitungan ketiga balapan di mulai, mereka menarik kencang gas motornya.

Syam dan Roger berusaha untuk menyalip satu sama lain. Di tengah balapan Roger mencoba untuk menendang motor Syam, dalam balap liar kali ini memang di perbolehkan untuk curang.

'Lihat aja, gue bakal kalahin lo.' Roger menendang motor Syam, dan kali ini berhasil.

Motor Syam oleng dan akhirnya terjatuh, walaupun memakai helm kepala Syam agak sedikit pusing. Syam mencoba untuk bangun dan kembali menaiki motornya.

'Gue nggak boleh nyerah, semangat Syam. Lo butuh uang itu.' Syam segera menyalakan mesin motornya.

Syam menarik gas motornya dengan kecepatan tinggi, beruntung Syam berhasil menyusul Roger. Dalam hitungan beberapa detik saja, Syam berhasil menyalip Roger dan memenangkan balapan tersebut.

"Gimana sekarang? Udah ngaku kalah?" Syam membuka helmnya.

Roger membuka helmnya, raut wajahnya terlihat tidak terima. "Oke, gue akui lo hebat."

Syam turun dari motornya. "Sesuai perjanjian, lo harus ngasih gue uang sepuluh juta."

Roger turun dari motornya kemudian mengeluarkan uang sepuluh juta. Roger menyerahkan amplop coklat berisi uang, Syam menerima uang itu dan tersenyum tipis.

"Serang!" seru salah satu teman Roger.

Sembilan teman Roger langsung menyerang Syam, bahkan kini Roger juga ikut menyerang. Mereka memang licik, dan sepertinya Syam telah salah mengikuti balapan tersebut.

Syam sama sekali tidak menyesal, cowok itu berusaha untuk bertahan walaupun telah di pukul berkali-kali. Syam berusaha untuk melindungi wajahnya, alasannya adalah karena dia tidak mau orang terdekatnya curiga.

'Muka gue nggak boleh babak belur, lo kuat Syam. Lo pasti bisa lewatin ini semua,' batin Syam.

Mereka ber sepuluh dan Syam hanya sendiri, Syam berharap dirinya bisa mengalahkan orang-orang itu.

***

Semalam Syam berhasil mengalahkan orang-orang itu walaupun tubuhnya terasa sakit. Syam berhasil menyelamatkan uang sepuluh juta itu, orang-orang itu gagal merebut uang itu dari Syam.

Ternyata balapan itu memang di adakan demi kepentingan mereka, mereka selalu curang oleh karena itu mereka selalu menang. Pagi ini Syam sudah berada di kampus.

"Pagi Sister." Chiko menepuk punggung Syam membuat cowok itu meringis.

'Tahan Syam, jangan sampek mereka curiga.' Syam berusaha terlihat biasa saja.

"Bukan Sister tapi Brother. Ngerti kagak lo?" Jey menatap Chiko tak habis pikir.

"Artinya kan sama ... Saudara kan?" tanya Chiko.

"Ya bedalah, sister cowok kalau brother cewek," balas Jey.

"Demi oreo, kebalik!" Evin tampak geram, Chiko dan Jey itu sama saja.

"Assalamu'alaikum." Altair baru saja datang.

"Wa'alaikumsalam, tumben Al ngucap salam?" Syam menatap heran Altair.

"Biar jadi imam yang sholeh," ucap Altair.

Chiko, Jey, dan Evin mengerjap tak percaya. Syam hanya tersenyum tipis, ia tahu Altair mulai mencintai Ajwa dan menerima Ajwa sebagai istrinya. Jadi wajar saja jika Altair terlihat sholeh, mungkin itu efek karena dekat dengan Ajwa.

"Biar kayak Adam bos, sholeh dia," ujar Chiko.

Altair melotot. "Heh! Jangan sebut nama itu!"

Syam terkekeh pelan. "Sabar Al, masih pagi ini."

***

Syam menemui Nasya, ia ingin meminta Nasya untuk menemaninya pergi membeli kado ulang tahun Evin. Kebetulan setelah pulang kuliah, Syam tidak memiliki kesibukan.

"Gimana bisa kan nemenin gue?" tanya Syam.

"Bisa kak," balas Nasya.

"Thanks." Syam tersenyum menatap Nasya.

Senyum Syam membuat hati Nasya menghangat. "Makasih semalem kakak udah minjemin jas kakak ke aku."

Syam mengangguk pelan. "Gapapa, kan kemaren gamis lo basah."

"Maaf juga kemaren nggak sengaja nabrak kakak," ucap Nasya.

Syam tertawa pelan. "Iya ... Btw, lo kemaren kelihatan cantik Na."

Kedua pipi Nasya memerah, jantungnya juga mendadak berdebar. Syam selalu saja berhasil membuat Nasya baper dengan hal-hal kecil yang di lakukannya.

Lagipula gadis mana yang tidak baper jika di puji oleh seorang Syam Kavalen, apalagi Syam jarang sekali memuji seorang gadis. Banyak sekali gadis yang ingin di puji oleh Syam, tapi sulit untuk mereka mendapat pujian itu.

"Berarti semalem doang aku cantiknya, biasanya nggak dong." Nasya berusaha untuk tertawa.

"You're always beautifull all the time Na." Syam mengatakan jika Nasya selalu cantik setiap saat.

"Aku nggak ngerti." Tentu saja Nasya berbohong, ia sudah agak pandai bahasa Inggris karena di ajari oleh Syam.

"Oh gitu, perlu gue translate?" Syam tersenyum jahil.

"Nggak usah! Aku nggak mau tahu artinya." Nasya memalingkan wajahnya, Syam telah membuat jantungnya menggila.

Syam mendengus geli. "Iyalah, gue tahu Na lo ngerti apa yang gue omongin. Jadi nggak perlu di translate."

***

Friska kini berada di lapangan basket, ia memegang jaring yang berada di pinggir lapangan yang berguna untuk membatasi lapangan dan tempat para penonton.

Friska tampak galau, semalam saat di acara ulang tahun Evin Friska masih saja cemburu. Padahal Friska sudah berusaha untuk move-on, tapi rasa itu tidak bisa hilang begitu aja.

"Katanya mau move-on, tapi masih aja cemburu," sindir Adam.

"Ya nggak gampang lah, lo mana ngerti!" Sepertinya Friska lupa jika nasib dirinya dan Adam itu sama.

Adam menempelkan punggungnya pada jaring lapangan dan menatap lurus ke depan. "Kamu tahu? Semalem waktu kamu ngobrol sama saya kamu kelihatan marah."

Friska menatap Adam, ia hanya diam dan membiarkan cowok itu berbicara.

"Jujur, untuk pertama kalinya saya ngrasa asing di mata kamu," ucap Adam.

Entah kenapa melihat sorot mata Adam membuat hati Friska terluka. "Dam nggak gitu, sorry kalau gue udah nyakitin lo."

"Saya tahu, sulit untuk kamu melupakan Syam. Kamu bilang saya nggak bakal ngerti, saya ngerti banget rasanya jadi kamu." Adam tersenyum tipis.

"Lo kenapa sih Dam? Lo selalu ada buat gue, padahal kata-kata gue selalu aja nyakitin lo." Mata Friska kini mulai berair.

Adam menatap Friska. "Hei udah jangan nangis, tugas saya itu bikin kamu bahagia bukan bikin kamu sedih."

Bersambung...

Tiga kata buat Syam?

Tiga kata buat Adam?

Syam StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang