Perjalanan 4 Pt. 1: Lelaki Misterius Itu Bernama ...

45 16 27
                                    

Perjalanan yang panjang dan melelahkan akhirnya bisa terbayar. Setelah melewati gerbang kanan dengan penjagaan ketat, Raz dkk. dipersilakan masuk ke Rogue Colony. Mereka yang datang dari tenggara Koloni, bergerak ke utara. Oase indah yang jadi sumber air utama menyapa kala mereka lewat.

Terus, terus ke utara, sebuah bangunan menjulang seperti sebuah monumen obelisk menemani perjalanan. Tidak lupa bangunan-bangunan berbagai fungsi di perjalanan membuat koloni ini lebih hidup.

Perjalanan berhenti ketika rombongan tiba di sebuah gedung dengan banyak pegawai AYX dan orang-orang lainnya yang hilir mudik. Union Hall.

Raz dan yang lain turun dari mobil. Dilihatnya suasana koloni yang sangat ramai, jelas berbeda dengan koloni di Direland. Tanahnya, udaranya, airnya.

"Kalian tunggu di sini dulu. Nanti akan ada petugas yang datang menjemput dan memandu kalian," kata salah satu petugas AYX yang sedang menurunkan barang-barang.

Raz hanya mengangguk. Matanya keburu menangkap Xi yang melengos. Pemuda itu mengikutinya, lantas duduk di samping gadis itu. Dia tidak bicara, hanya merenung dalam pikirannya. Apa semua akan baik-baik saja?

Di tengah lamunannya, seseorang datang dan langsung menepuk pundak Raz. "Hai," sapanya.

Raz menoleh kaget kepada si pelaku. Di depannya, seorang anak laki-laki remaja berdiri ... dengan seekor kadal di pundak dan burung kondor di kepalanya.

"Hai?" sapa Raz balik sambil mengangkat tangannya. Nada suaranya lebih seperti pertanyaan karena heran dengan sosok anak itu. Dia pawang? pikir Raz.

Anak remaja itu tersenyum menanggapi sapaan Raz. Dia lantas menoleh pada Xi yang ada di samping Raz. Sambil menunduk untuk menyejajarkan tingginya dengan si Gadis Kurir, anak itu bertanya dengan suara yang dilembutkan dan disertai senyuman, "Apa kamu adiknya?"

Raz langsung melihat ke arah Xi. Gawat! Gadis itu akan meledak! Kau akan tahu kalau orang di sampingmu tiba-tiba memerah dengan mata membulat sempurna nyaris keluar. Ia menatap si anak remaja dengan garang.

Burung yang bertengger di atas kepala si Anak Pawang berkaok gelisah saat Xi berdiri dengan pose menantang. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, bersiap menyemburkan amarahnya kepada pemuda berwajah ramah itu.

Raz buru-buru bangkit, menarik si Anak Pawang lalu merangkulnya sambil berbisik, "Hei, jaga bicaramu! Ia itu bahkan mungkin lebih tua darimu! Kau tidak ingin ada pertumpahan darah malam ini, 'kan?"

Raz lalu baru sadar kalau dia telah mengajak bicara orang asing yang baru saja dia temui. Sambil berdeham, dia melepas rangkulan lantas membuka syal biru yang selalu melilit lehernya. Dia tersenyum sambil menyapa, "Hai, aku Raz." Raz menunjuk pada gadis di belakangnya. "Kau harus tahu, kau tidak boleh, sekali-kali jangan, menyebut 'gadis kecil' atau sejenisnya di depan ia. Kau mengerti? Omong-omong siapa namamu? Kau berasal dari mana? Burung dan kadal yang keren ...."

Lelaki itu bungkam lagi sambil tertawa canggung saat pertanyaannya terlampau banyak untuk ukuran orang yang baru saja bertemu bahkan belum lima menit.

Anak lelaki di depannya memperkenalkan diri sebagai ... Jei? Bagaimana menulisnya? Jei? Jay? Atau malah satu huruf saja? J? Raz akan menyebutnya sebagai J saja untuk seterusnya agar mudah. J si Pawang kadal dan burung condor.

Belum semua pertanyaan Raz dijawab oleh J, seorang laki-laki dewasa segera menarik J sambil memaki.

"Meleng sebentar saja kau sudah terlibat masalah, ya?" Sambil berkata begitu, si Pria menarik pemuda itu menjauh darinya. Lalu lelaki itu menceritakan kalau J selalu bicara tanpa pakai otak-otak. Tunggu, berapa otak yang tadi dia bilang? Sepertinya otak Raz juga tiba-tiba buntu. Terlalu banyak otak yang harus dipakai.

Faith in the Desert (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang