66.Lepas jabatan

36 13 0
                                    

Happy Reading
🌱🌱🌱

Disinilah Ika berada sekarang, didalam ruangan yang begitu mencekam sekaligus panas. Menurut Ika, bukan karena AC yang sedang rusak, melainkan panas dari energi negative yang terkunci diruangan ini.

Terutama omongan yang mirip bensin, sekali kesentuh api. Langsung ... BOAM! Terbakar!

Ika menatap ikan koki ras oranda, mengikuti setiap pergerakan ekornya serta perut besar khas nya.

Ikan ini lebih menarik jika dibandingkan dengan ocehan dua Siswi disebelahnya. Dengan dalih sebagai korban juga saksi mata.

Geleuh disebut korban.

Sebut saja Ika tidak benar, maksudnya aneh, meski pandangannya tidak lepas dari ikan. Namun tetap saja tidak membuat Ika tidak bisa mendengar hal yang mereka katakan.

Lebih dari tiga puluh menit Ika berasa disini, dan selama itu pula Ika tidak diberi kesempatan bicara sama sekali. Hell!

"Ck! Jelema edan." Mungkin jam ini akan menjadi tugas melelahkan bagi malaikat Atid, karena terus menerus menulis umpatan Ika yang dalam setiap menitnya.

"Saya mau nyegah Jesika Pak, tapi melihat Ratna yang kondisinya lebih parah membuat saya berniat membantunya terlebih dahulu. Dan itu, bertepatan dengan Bu Jasmine serta Murid lain mendobrak pintu yang dikunci Jesika."

Ika memutar bola matanya jengah, mendengar yang mereka katakan justru berbanding terbalik dengan kenyataan.

Kalau tadi bawa hp, pasti ga kaya gini. Ini lagian! Roti jepang bisa apa selain menahan bocor?

"Baik, sekarang giliran Jesika yang memberi keterangan." Ujar Pa Wawan yang diangguki guru lain selain ....

"Tidak perlu." Ujar Kepala sekolah yang diangguki Bu Mega.

"Kita sudah mendengar kesaksian dari tiga orang, jadi pembelaan Jesika tidak akan merubah keputusan."

Ika menatap Bu Mega dan Kepala sekolah itu bergantian, kenapa seperti itu.

"Loh, Ibu Mega dan kepala sekolah ini bagaimana. Justru kita perlu mendengar kejelasan dari dua belah pihak." Ujar Pa Wawan tidak setuju.

"Benar Bu, meski penjelasan berasal dari dua korban dan satu saksi. Namun tetap tidak ada bukti yang nyata untuk membenarkan." Ujar Bu Rose.

Ruangan seketika menjadi lebih panas dengan perdebatan kecil, sementara Ika. Mengerjapkan matanya berusaha mengingat suatu hal.

Bukannya, waktu itu ... Bu Mega dan kepala sekolah membawa-bawa nama Mawar? Apa ... kejadian ini ada sangkut pautnya dengan mereka?

Deheman Pa Wawan membuat Ika kembali tersadar dari lamunannya.

"Kalian bertiga boleh keluar dulu."

Ika mengangguk sopan dan berpamitan sebelum akhirnya keluar menyusul Mawar dan Aira yang sudah terlebih dahulu.

Saat menutup pintu, Ika menatap malas Mawar dan Aira yang tersenyum miring. "Kamu bakalan dibenci semua orang sekarang."

"Dan Deva bakal ngejauh."

Ika menggendikan bahunya, "Kop cokot kabeh, sing nepi ka wére sakalian. Dedemit!"

"Heran, ko ada ya ... manusia kaya gitu. Wah! Kalau jadi pemain film pasti lolos. Loba bengeut soalna!"

***

"Hukumannya, dikeluarkan dari sekolah."

Pa Wawan menggebrak meja, dia tidak peduli dengan istilah sopan santun. "Anda sedari tadi memojokan Jesika tanpa memberinya kesempatan untuk bicara, dan sekarang? Hukumannya drop out!"

JESIKA [END][COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang