seventeen
an ilegal casino
***
Pukul dua pagi. Kedua kuda putih yang ditunggangi Helia dan Allan sudah menjejakkan kaki di daerah kumuh pedesaan.
Mereka menatap sekeliling dari balik tudung jubah yang menyembunyikan wajah mereka.
Bisa dibilang, keadaan rakyat sungguh mengenaskan. Tidak sedikit orang-orang tunawisma yang berkeliaran di jalanan sambil menggandeng anak-anak mereka. Banyak toko yang tutup dan bangunannya sudah hampir roboh. Di hadapan toko itu pula, para tunawisma duduk di atas kertas tipis.
Beberapa tunawisma bahkan berada dalam keadaan mabuk dan tertidur tanpa selimut.
Ketika langkah kuda memelan dan masuk lebih dalam ke daerah pedesaan, keadaan di sana tidak kalah menyedihkan. Rumah-rumah setengah roboh gelap, bahkan mereka tidak bisa membeli sebatang lilin.
"Kamu lihat, Helia?" ujar Allan dengan berbisik.
Kala dua kuda putih melangkah, mereka menjadi sorotan orang-orang. Di manik mata mereka, hanya tersisa keputus asaan. Mereka juga sedang mencari kesempatan untuk menjarah mereka berdua ketika mereka lengah.
Dari penampilan Helia dan Allan, keduanya memang sudah menyamar menjadi rakyat jelata. Namun, di mata rakyat jelata asli, keduanya lebih baik dari pada mereka.
"Aku melihatnya," balas Helia sambil menggigit bibir. "Ini sangat kacau."
"Dan kamu tahu bukan, siapa yang bertanggungjawab?"
"... Keluarga Kerajaan."
"Itu benar. Mereka mengorupsi rakyat terlalu banyak. Ekonomi Teratia merosot, bahkan Teratia sedang berada dalam perang dingin dengan Magnolia. Perang bisa meledak kapan saja. Dan bagaimana dengan dana perang? Tenaganya? Siapa yang akan melakukan perang jika rakyat yang merupakan tenaganya saja sudah terpuruk?"
Helia mendengarkan kalimat Allan dalam diam.
Helia setuju pada setiap kalimat Allan, kali ini bukan hanya karena akal sehatnya yang tidak bekerja oleh sebuah perasaan memabukkan. Melainkan murni karena Helia menatap pemandangan menyedihkan di hadapannya ini.
Raja Louise memerintah sangat buruk. Rakyat semakin menderita, sementara bangsawan dan keluarga kerajaan semakin kaya. Hal ini tidak bisa dibiarkan.
Allan mempercepat langkah kudanya, Helia mengikuti. Sekitar setengah jam, keduanya menghentikan kuda di sebuah bangunan kecil yang gelap.
Allan turun dari atas kuda, mengikatnya di atas pagar besi yang berkarat. Helia mengikuti Allan tanpa banyak bicara.
"Jangan perlihatkan wajahmu. Tidak ada mata merah di antara rakyat jelata dan bangsawan lain. Kalau pun ada, sangat langka," kata Allan.
Helia mengangguk, mengeratkan tudung jubah yang menutupi wajah.
Helia sedikit heran ketika Allan memasuki bangunan kecil yang seolah tidak berpenghuni seperti ini. Namun, keheranannya sedikit berkurang ketika Allan menyerahkan beberapa emas ke tangan berotot milik penjaga setelah berdebat.
Manik Helia bergerak untuk menatap wajah si pria. Rambutnya botak dengan bekas luka di beberapa sisi, kedua matanya suram dan kantung mata menebal, bibirnya gelap karena nikotin, kumis dan janggut tipis menutupi sebagian wajahnya. Tidak lupa tubuh kekar dan berotot itu hanya dibalut kaos polos usang.
Si pria menjaga yang Helia ketahui bernama Jellard dari Allan, menuntun keduanya untuk memasuki sebuah pintu berukuran dua meter di bawah meja yang sudah digeser.
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Look at Me, Your Majesty! [E-book]
Ficción históricaAllan Edelbert Teratia adalah raja dari kerajaan Teratia. Dia dikenal sebagai tiran kejam yang mampu memukul mundur ratusan pasukan musuh sendirian dan selalu menyiksa orang dengan sadis. Belum lagi, dia mengambil tahta dengan membunuh seluruh Kelua...