I. Tentang Perjodohan dan Rival

98 17 0
                                    

Hidup tenang dalam kesederhanaan, setidaknya itu lebih baik ketimbang harta bergelimang namun penuh tekanan.

Jika orang berpikir hidup dalam kemewahan itu penuh dengan kenikmatan, maka Jung Yunho akan tertawa penuh sarkasme atas pemikiran yang terkesan dangkal itu. Bukan maksud merendahkan, tetapi memang begitulah kenyataan pahitnya.

Sedari kecil, remaja, hingga dewasa, hidupnya sudah direncanakan oleh sang ibu. Semuanya sudah diatur sebagaimana kehendak wanita itu. Sehingga sejak dulu, Yunho tak bisa memilih apa pun yang dia mau. Apa pun, setiap Yunho diberi pilihan untuk melanjutkan langkahnya yang berkaitan dengan masa depan, selalu ada ibunya yang mengarahkan dan Jung Yunho hanya dapat patuh mendengarkan.

Di pikirannya selalu, apa pun itu untuk ibu. Sebab dirinya sangat menghormati sang ibu.

Sekiranya, Yunho tak masalah selama itu bisa membuat hidupnya lebih baik dan tak merugikan siapa pun, terlebih dirinya sendiri.

Namun, semakin dewasa dirinya, larangan dan arahan ibunya semakin keras dan tegas hingga membuat Yunho agak kewalahan. Pun, tak jarang membuatnya sering kali tertekan sendiri memikirkan apa yang diinginkan ibu untuk dirinya.

Jung Yunho tak ingin menyalahkan ibu, tetapi dia sendiri tak dapat bertahan jika keadaannya seperti ini untuk seterusnya.

Dia butuh kelonggaran.

Jika itu tak mampu terlaksana, setidaknya biarkan Yunho sekali saja dibebaskan untuk memilih pasangan hidupnya. Bukan tak percaya dengan pilihan ibu, hanya saja hal ini bersangkutan dengan kehidupan pribadinya dan masa depan. Yunho tak ingin hidup bersama penyesalan sebab mendapat seseorang yang tak klop dengannya.

Tetapi, kembali lagi. Hidup Yunho sudah direncanakan sebagaimana hal-hal lainnya. Ibu sudah mengambil alih kendali dalam hidupnya. Seolah-olah begitu.

Dan hal ini, Yunho coba kisahkan kepada rekannya. Dengan perasaan teramat jengkel, namun tak bisa ditumpahkan seluruhnya, Yunho harus rela menenggak lebih banyak kafein lagi untuk meredakan beberapa masalah yang akhir-akhir ini menumpuki kepalanya.

"Kupikir tak ada salahnya mencoba, 'kan?" Pria itu tersenyum hangat, menyaingi cahaya matahari petang di balik awan-awan tipis. Lekukan khas menghias di kedua belah pipi. "Siapa tahu, kau akan merasa cocok."

"Aku sudah mencobanya." Jung Yunho masih memakai tampang dan nada jengkel. Sembari mengangkat secangkir kopi sorenya, dia kembali berkeluh, "Tetapi, perempuan ini benar-benar bukan tipeku sekali. Selain itu, aku merasa ada yang aneh dengannya."

"Bias tak selalu sepenuhnya benar. Jangan biarkan rasa tak suka mempengaruhi persepsimu, Jung." Kembali pria itu bersaran sembari memperhatikan Yunho yang sibuk menyesap minumannya.

Cangkir itu diletakkan pada tatakannya, Yunho menekuk jemarinya menjadi kepalan dan menopang dagu. "Sayangnya, firasatku nyaris tak pernah meleset, Choi." Dia tersenyum simpul.

Pria itu mendengus. "Baiklah, aku menyerah. Kuharap firasatmu benar, sehingga kau tak menyesal sebab menaruh prasangka pada perempuan tak bersalah."

"Hei, hei. Kenapa kau jadi begini? Kupikir kau tak akan peduli dengan perempuan mana pun." Pelupuk mata Yunho menyempit dengan heran, agak aneh baginya menyaksikan seorang Choi peduli tentang seorang wanita.

Pria itu, Choi San lengkapnya, menyungging senyum miring yang membuat kening Yunho semakin berkerut tanda tanya.

"Aku tak peduli dengan perempuan mana pun, Jung. Terlebih perempuan itu milik ibumu. Hanya saja, aku ingin kau mendapat pasangan secepatnya agar tak menyesal di kemudian hari." San masih dengan senyum teka-tekinya.

Ameliorate Bond [YunGi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang