56

71 8 0
                                    

"Kak!" Panggil Reza.

Aurora yang sedang memasak mie pun menoleh sebentar ke sumber suara. "Apa?"

Reza menghampiri Aurora dengan senyuman dan meletakan sebungkus mie di samping depan Aurora. "Sekalian ya, gua laper."

"Dih, mbung. Bikin sendiri." Tolak Aurora.

"Ih ya kak bikinin, gua telpon mami nih." Ancam Reza dengan memegang ponselnya.

Aurora berdecih kesal. "Dasar anak mami. Nih makan aja mie gue," ia malas mendengar ocehan Reza yang memohon untuk dibuatkan mie.

"Lu?"

"Gak. Udah gak mood, gue mau ke kamar aja. Biasalah orang sibuk gue," ungkapnya.

"Ye ye," balas Reza santai dan mengambil mie Aurora sambil menonton televisi.

"Makasih kak, kalo mau jajan ke warung suruh gua aja yang beli. Gua tau lu males ke warung yang jaraknya cuman beberapa langkah." Ucap dan sindir Reza sekaligus. Aurora hanya menyipitkan matanya sambil menatap Reza dan masuk ke dalam kamar.

Tring Tring Tring

Handphone Aurora berbunyi, Fakhri menelponnya.

Fakhri ganteng

answer       —        reject

Asal kalian tahu saja, Aurora hampir tidak pernah menolak panggilan masuk karena takut panggilan tersebut penting dan ia juga lebih suka berbicara melalui telpon untuk membahas suatu hal yang cukup penting jika tidak bisa bertemu.

"Halo. Assalamualaikum Ri, kenapa?" Jawab Aurora langsung.

"Waalaikumsalam. Hai Ra, gua lagi di mie gacoan nih sama bunda. Ara mau gak? Nanti gua anterin ke rumah." Tawar Fakhri.

"Gak, gak nolak maksud gue." Jawabnya diakhiri tawa pelan. "Emang rejeki kaga kemana," batinnya berseru senang.

Fakhri tertawa. "Bunda mau ngomong sama Ara, mau?"

"Elah pake ditawar segala, mana mana? Kangen nih gue sama bunda."

Mereka hampir setiap ada tugas kelompok selalu mengerjakannya di rumah Fakhri, bersama yang lain juga tentunya. Namun bunda Fakhri lebih dekat atau sangat dekat dengan Aurora, bahkan berharap Aurora akan menjadi menantunya.

"Halo cantiknya bundaaa," sapa Rina, bunda Fakhri.

"Hai bundanya Araaa," sapa balik Ara dengan ceria.

"Bunda kangen nih sama Ara. Semenjak naik ke kelas sebelas Ara jadi gak pernah main ke rumah bunda lagi."

Aurora dapat memastikan jika sekarang bunda Fakri sedang menanyunkan bibirnya, ngambek padanya.

Ia terkekeh. "Ara juga kangennn, maaf bunda, nanti kalo Ara udah gak sibuk eaa gak sibuk," Rena tertawa mendengar penuturan Aurora. "Ara main ke rumah bunda deh," lanjutnya.

"Bener ya? Atau bunda ikut Fakhri aja pas nganterin mie gacoan ke rumah Ara?" Saran Rina.

"Ih jangan bundaa, Ara jadi gak enak kalo gitu hehe, Ara lebih suka ngerepotin Fakhri daripada ngerepotin bunda." Ujar Aurora. Ia memelankan ucapannya di kalimat terakhir, jaga-jaga jika Fakhri mendengarnya.

Rina tertawa. "Yaudah, bunda tunggu kamu di rumah lhoo."

"Siap bunda!"

"Bunda kasih handphonenya ke Fakhri ya?"

"Wokey bunda."

"Halo Ra," sapa Fakhri.

𝐎𝐥𝐝𝐞𝐫 𝐌𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang