62 - Rasanya sudah cukup

284 25 9
                                    

Semakin hari, kondisi Arjuna semakin memburuk. Bahkan setiap dini hari, rasanya nafas Arjuna sudah sangat sesak. Berbaring di kasur sangat tidak membantu, hingga akhirnya Bunda memasuki kamar Arjuna dan membantu Arjuna untuk duduk dan bersandar di bantal yang sudah Bunda tata.

            “Bun....da....”

            “Iya, Mas, ini Bunda...”

            “Bun...da....” panggil Arjuna dengan nafas yang tersenggal.

            Bunda berusaha menahan air matanya sekuat mungkin. “Iya, sayang?”

            “Bun...da...” Arjuna mendongak, memandangi wajah Bunda. “Ma...af....”

            Bunda mencium pipi Arjuna. “Enggak, Mas. Mas Una gak punya salah apa-apa sama Bunda.”

            “Ma...af...” Arjuna mengulang permohonannya.

            Bunda tak kuasa melihat kondisi Arjuna yang tengah kesulitan untuk bernafas. Lalu Bunda mengusap-usap punggung Arjuna. “Mas Una pasti sembuh lagi, Mas Una pasti sehat lagi ya, Mas.”

            “Adek.... Ayah... Mas sayang....”

            Bunda mengangguk. “Iya, semua orang juga sayang sama Mas Una.”

            “Kakak Nay... Zun...ey....”

            “Mas mau ketemu Zuney?” tanya Bunda pelan.

            Arjuna menggeleng pelan. Namun air matanya kini turun dari kedua sudut matanya, membasahi pelipis matanya. Ada rasa rindu yang hebat, juga.... barang kali ini adalah saat terakhir hidupnya, Arjuna tidak ingin melihat gadis cantik itu memandangnya dengan kesedihan.

            Ardana dan Ayah pun akhirnya memasuki kamar Arjuna.

            “Ay...ah....”

            Ayah mendekat pada Arjuna, lalu mengusap-usap kepala Arjuna.

            “Bun...da...” panggil Arjuna lagi. “Makasih... udah... lahirin Mas...” Arjuna meraih tangan Bunda, lalu menciumnya.

            Bunda mengangguk, lalu mencium tangan Arjuna. “Iya, sayang,” jawabnya sambil terbata.

            “Bun...da... nangis?”

            “Enggak, Mas. Enggak sama sekali.” Bunda berusaha kuat.

            “Ay...ah...” panggil Arjuna lalu menoleh pada Ayah.

            “Iya, Mas?”

            “Ma...ka...sih... udah ... jagain... Mas...”

            Lalu Arjuna meraih tangan Ayah, kemudian menciumnya.

            Ayah segera bangkit. “Bun, sekarang Ayah siapin mobil.” Ayah sudah tidak kuat lagi melihat kondisi puteranya. Tanpa menggubris penolakan Arjuna, Ayah tetap akan membawa Arjuna ke rumah sakit malam ini juga.

            Ardana sudah tidak bisa menuruti lagi permintaan sang kakak untuk menyembunyikan semuanya dari teman-teman. Bukan Ardana berperasangka buruk, namun melihat kondisi Arjuna saat ini, pemuda itu takut, tidak banyak lagi waktu yang dimiliki oleh Arjuna.

            Kehadiran teman-teman juga Ardana harap bisa menjadi semangat bagi Arjuna untuk terus bertahan dan selalu berjuang untuk sembuh. Maka dari itu, di grup KKN yang sudah sepi itu Ardana menyampaikan kondisi terkini Arjuna yang sedang dilarikan ke rumah sakit.

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang