🥤13. Cafe

134 45 0
                                    

"Loh Kalian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Loh Kalian... Ada hubungan apa?

Mampus gue! Itu Suara Tanya!






Gue yang tengah menangis syahdu Seketika membelalak dan tersadar dari semua kegilaan emosional sesaat gue terhadap Jovan. Gue lepas pelukan dari Jovan dan menyiapkan senyum aneh terbaik beserta alasan bodoh, namun Jovan mencegahnya dan memeluk gue lebih erat.

Sebelum kemudian ia mengandeng tangan gue lalu berujar dingin pada Tanya.

"Nanti kita bahas."



Setelahnya Jovan membawa gue pergi menjauh dari kerumunan. Gue bahkan ga berani melirik Tanya sedikit pun.

Kok gue merasa ogeb yah? Bukannya berlari kearah sahabat gue dan menjelaskan segalanya dengan kebohongan. Gue malah diam dan mengikuti Jovan yang entah akan kemana membawa diri ini.

Semoga gue ga kehilangan Tanya setelah ini. Setidaknya, jangan sekarang.

Gue ansos soalnya...









Jovan tiba-tiba berhenti melangkah dan buat gue menubruk bahunya, "Aw! Lo bilang dong kalo mau berenti bang!"

Jovan memicing menatap gue.
"Emang sesakit itu?"

Gue membenarkan posisi rambut dan menggeleng. "Eng-enggak sih."

Jovan mengalihkan pandangan ke sekeliling dan baru gue sadari jika ternyata sekarang kami ada di trotoar yang sekitar kami ramai hiruk pikuk kehidupan. Entah sudah sejauh apa kami berjalan?

"Kita mau kemana sih bang? Ga keparkiran aja? Katanya lo mau anter gue pulang."

"Nanti aja, aku perlu kesuatu tempat dulu." setelah berujar dingin begitu ia melihat kearah kaki gue kemudian berjongkok menyuruh gue memperlihatkan belakang kaki.

"Oy, ma-mau ngapain lo?!" Jovan hanya diam lalu ia menggeleng dan menatap gue tajam.

"Pantes kamu jalannya aneh. Kamu selalu ngampus pakai hells? Kok kamu diam aja dari tadi, lecetnya ga sakit emang?"

Gue meringis malu dan menarik kaki gue mundur. "Tadi pagi gue blank banget karena buru-buru jadi ga nyadar nenteng hels 10 centi hehe.  Kalau lecet mah, cewek da biasa kali, udah abaiin aja. Hmm... Btw gue pingin pulang sekarang, bang." Ujar gue panjang lebar yang sejujurnya gue sadar, bukan gue banget.

Jovan berdiri dan menghela nafas. Bersamaan itu gemuruh dari langit beriring rintikan air mulai berjatuhan diatas bumi. Menguarkan aroma petrichor yang menenangkan. Gue sama Jovan lantas segera mencari tempat perlindung dan untungnya ada sebuah Cafe bagus di dekat kami.

Berteman dua gelas macchiato di meja, gue dan Jovan abai satu sama lain dan sibuk dengan smartphone masing-masing. Sampai baterai hp gue habis dan gue menjadi garing. Menyesab kopi hingga tandas, gue kembali memangil waiters dan memesan sepotong kue vanila.

Our Blue Sky : JOVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang