nineteen
start the revolution
***
Pesta itu berlangsung normal. Banyak bangsawan yang mengucapkan selamat pada Allan dan memberinya banyak hadiah mewah.
Bahkan Keluarga Kerajaan berperilaku seolah mereka merupakan orang-orang yang bermartabat dan menyayangi anggota keluarga mereka.
Allan jadi sangat ingin merobek seluruh topeng dan drama itu di depan umum.
"Selamat ulang tahun, Adikku. Akhirnya kamu akan melakukan Upacara Pendewasaan juga."
Allan bisa melihat postur tegap Pangeran Pertama, Ferdinanz Teratia. Laki-laki berusia sembilan belas tahun itu menepuk pundak Allan seolah mereka akrab, bahkan memeluk Allan sekilas.
Allan perlu menahan diri untuk tidak menghajar laki-laki yang ada di hadapannya ini. Tidak di depan umum.
"Terima kasih, Yang Mulia Pangeran Ferdinanz." Allan mencetak senyum lebar di bibirnya.
Ferdinanz terkekeh kecil. "Ada apa dengan panggilan kaku itu? Panggil saja aku Kakak. Dan tidak perlu bicara formal padaku. Kita adalah saudara, Allan."
"Baik, Kakak. Terima kasih."
Allan terlibat pembicaraan dengan Ferdinanz seolah mereka saudara yang akrab. Hal itu membuat Allan kesal karena seluruh bangsawan akan mengambil persepsi yang salah.
Pesta berlangsung lama dan meriah. Malam sudah larut. Jarum jam menunjuk angka delapan dan lentera demi lentera menyala terang di sekeliling Istana.
Allan sudah telanjur muak dengan seluruh basa-basi yang menurutnya tidak penting. Dia hanya ingin segera keluar dari ruang menyesakkan yang penuh dengan keserakahan dan topeng orang-orang.
Pada akhirnya, ketika Louise berdiri untuk menutup pesta, seluruh atensi tertuju pada pria paruh baya tersebut.
Garis kerutan Louise terlihat jelas di bawah cahaya lentera, tetapi tidak meninggalkan sosok tegas dan bermartabat.
Allan menggeretakkan rahang.
"Aku memiliki pengumuman yang penting," ujar pria itu sambil tetap memegang gelas wine.
Allan menahan diri untuk tidak memutar mata.
"Hari ini, di perayaan ulang tahun putraku yang keenam, aku ingin mengumumkan bahwa Allan Teratia berhak menjadi salah satu kandidat calon penerus tahta."
Hening.
Aula perjamuan sama-sama menaruh atensi ke setiap kalimat yang dikatakan Louise.
"Aku juga akan memberikan nama tengahku, Edelbert, sebagai bagian dari nama Allan. Berikan sambutan bagi Allan Edelbert Teratia, salah satu kandidat calon penerus tahta."
Setelah jeda, aula gempar. Tepuk tangan mengudara dengan meriah. Banyak yang meneriakkan nama Allan di sela-sela kebisingan ini.
"Aku ucapkan terima kasih pada seluruh bangsawan yang sudah datang untuk merayakan ulang tahun—"
"ARGH!"
Kalimat Louise terpotong oleh sebuah teriakan. Diikuti jatuhnya sebuah tubuh ke lantai marmer yang langsung basah oleh cairan darah. Tubuh itu milik prajurit yang menjaga pesta.
Allan membulatkan kedua matanya. Dia bangkit dari kursinya, diikuti oleh kepanikan yang mulai menyebar di aula.
"Teroris! Ada teroris di sini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
END | Look at Me, Your Majesty! [E-book]
Historical FictionAllan Edelbert Teratia adalah raja dari kerajaan Teratia. Dia dikenal sebagai tiran kejam yang mampu memukul mundur ratusan pasukan musuh sendirian dan selalu menyiksa orang dengan sadis. Belum lagi, dia mengambil tahta dengan membunuh seluruh Kelua...