Alisha seharusnya menyadari, jika Sabian bisa meninggalkan Yerin dengan mudah, maka bukan tak mungkin lelaki itu membuat kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.
Namun, Alisha tidak tahu jika bagi Sabian, hubungan mereka yang pernah utuh adalah satu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mainkan : Tulus --- Diri
Gaza tidak melarang saat Sabian mengemas pakaiannya, membawa sepatu cadangannya, semua barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam mobil.
"Terus motornya?"
Sabian melirik motor milik satpamnya, "Nanti aja belakangan."
"Yakin nih di kemas semua?"
Sabian menatap pada Gaza, "Biar kelihatan niat aja, nanti kalau barangnya masih di sini hasrat nginepnya kuat!"
Gaza hanya tertawa, "Ya sudah. Titip maaf ke papa lo sama mas yang waktu itu di rumah sakit ya?"
Sabian menelengkan kepala tidak mengerti, "Maaf? Emang ada kejadian apa?"
"Soalnya kita disini kecolongan lo minum beer waktu itu!" Gaza menepuk pundak Sabian. "Jangan nakal lagi, main aja kapanpun lo mau tapi usahain kalau ada masalah di rumah tuh jangan kabur lagi."
Sabian menunjukkan cengiran kemudian mengacungkan jempol. "Ini jaminan kalau aku pasti balik." Ia menunjuk motor supra milik satpamnya.
Gaza terbahak, "Oke."
"Bilang ke Lano, jangan kangen kalau nggak lihat gue di rumah pas dia balik nanti."
Gaza hanya mengangguk-angguk. "Hati-hati. Beneran jangan kabur-kabur lagi Yan! Ntar jangan-jangan kabur ke tempat lain."
Sabian hanya mengibaskan tangannya, "Nggaklah!"
Setelah acara pamitan yang tidak selesai-selesai itu, akhirnya Sabian membawa Mercedes Benz C Class nya meninggalkan kontrakan. Mobil itu belum pernah pulang ke rumah sejak pertama kali Sabian membawanya keluar. Kembalinya mobil itu bersama dengan pemiliknya, menjadi penanda bahwa Sabian kali ini benar-benar berniat pulang.
Perkataan Alisha malam itu memotivasi Sabian sepenuhnya. Ia sudah melewati banyak hal, dan keterpurukannya dalam rasa sakit telah membuatnya membuang banyak hal. Sabian sudah tidak bisa setengah-setengah lagi saat ingin berubah, ia benar-benar harus belajar mengendalikan dirinya. Ia tak lagi harus menghindari atas segala kemungkinan yang akan terjadi, ia harus mulai menghadapinya dengan lapang dada. Menerima semua kenyataan yang sudah tidak bisa di tampik lagi jika semua itu adalah bagian dari jalan hidupnya, ceritanya saat ini dan masa lalunya.
