Minggu keempat ini adalah pertanda bahwa Inu Taisho akan pulang kembali ke Istana. Izayoi tampak sangat bahagia karena akhirnya dia bisa diselamatkan dari cengkeraman Inu Kimi dan Takemaru. Namun sebelum itu terjadi, sebuah kabar duka datang meruntuhkan seluruh harapannya.
Inu Taisho dikabarkan tewas dalam pertempuran melawan Ryukotsusei. Salah seorang prajurit hanya menemukan baju perangnya saja dan jasadnya kemungkinan sudah hancur.
“Izayoi. Terimalah kenyataan ini. Tidak ada gunanya mempertahankan anak hina itu. Setelah kematian Inu Taisho, kau hanya mempunyai seorang kerabat yang adalah diriku. Aku sangat bisa membahagiakanmu melebihi suamimu itu,” ujar Takemaru.
“Tidak! Tidak mungkin! Suamiku ... dia masih hidup!” tangis Izayoi pecah. Dia berbaring membelakangi Takemaru.
Takemaru hanya bisa tersenyum simpul pertanda rencananya dan Inu Kimi berhasil. Mereka sengaja membuat kabar bohong tentang kematian Inu Taisho. Dengan begitu, tingkat stres yang dialami Izayoi meningkat dan dia mudah untuk dihasut agar menggugurkan kandungannya.
Sore hari, Izayoi menguatkan diri keluar dari kamar. Dia berjalan terseok ke taman, memandang bunga sakura udon favoritnya sambil mengenang masa indah saat dia bersama dengan Inu Taisho. Dia sekarang sudah ditempatkan kembali ke istananya. Seharusnya, esok hari dia bisa melihat wajah suami tercinta. Dia percaya, kabar itu pasti tidak benar. Namun, bila memang Inu Taisho tewas dalam pertempuran, tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali menyerah.
“Inu Taisho, aku tidak ingin kehilangan anak ini dan aku ... tidak sudi menikah dengan Takemaru. Inu Taisho, sumaiku ... mungkin caraku ini salah. Maafkan aku ....”
Izayoi mengeluarkan sebilah pisau kecil dari balik kimono putih polos. Dia bersiap menusukkan ujung lancip ke jantungnya. Tapi ...
Tuuukkks! Crastt!
Pisau itu berhasil menusuk sesuatu, tetapi bukan jantung Izayoi.
“Ningen lemah. Sesshoumaru ini kecewa atas kelemahan hatimu, Ningen. Ciciue sepertinya salah karena memilihmu menjadi pendamping hidupnya,” ucap Sesshoumaru dingin.
Tangan kanannya tertusuk pisau yang ditancapkan Izayoi. Seakan penuh tanya, Izayoi menatap lekat putra Inu Taisho tersebut.
“KAU TIDAK SEHARUSNYA MENGGAGALKAN USAHAKU UNTUK BUNUH DIRI, SESSHOUMARU!” desis Izayoi.
“Hnn? Sepertinya ada sesuatu yang membuatmu seperti ini, Ningen,” ucap Sesshoumaru datar.
“Tidak ada gunanya lagi aku hidup, Sesshoumaru! Suamiku ... dia sudah mati! Dan aku tidak bisa menanggung penderitaan lagi bersama dengan anakku ini!” jerit Izayoi seraya menitihkan air mata.
“Sokka. Ningen, bagaimana bisa kau tidak mempercayai ikatan batinmu dengan ciciue? Seharusnya kau tahu, apakah ciciue masih hidup atau tidak. Jadilah istri yang pantas untuk ciciue, Ningen!” seru Sesshoumaru mengeluarkan aura kematiannya. Lalu, dia terbang menuju suatu tempat dengan segenap amarah yang menghinggap.
Sesshoumaru ini benci dengan cara klasik kotor yang ibunda lakukan ini, batin Sesshoumaru.
Pulau Ryusaki
“KAZE NO KIZU!”
Teriakan Inu Taisho sudah mencapai stadium akhir untuk menggunakan Tessaiga.
“Hahaha! Serangan macam apa itu? Kau hanya membuatku geli, Inu Youkai!” tawa Ryukotsusei.
Celaka! Saat ini, aku tidak bisa menggunakan Tensaiga apalagi Sounga. Tenagaku hanya mampu menggunakan pedang Tessaiga saja. Mustahil bila mengalahkannya dalam satu hari tapi ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sesshoumaru: Demon Dog Ruler of the Western Plains [ SLOW UPDATE ]
Fanfic#2 in Sesshoumaru (12/10/23) Sesshoumaru .... Aku tahu itulah namaku .... Nama panggilanku .... Nama kebesaranku .... Sebuah nama yang akan mengalahkan nama besar ayahku ... Inu no Taisho. INFO⚠ PADA DASARNYA INI CERITA SAYA DENGAN JUDUL SEMULA 'SES...