Happy Reading
🌱🌱🌱"Jangan ngelakuin hal yang seperti tadi Aira. Bunda udah nyebut kamu dengan panggilan yang memang engga bagus sejak awal, harusnya kamu ngerti kalau keadaan Bunda engga baik. Tapi, kenapa kamu justru mengungkit kecelakaan itu, dan bahkan berandai jika Ayah akan dipenjara seumur hidup jika masih ada?"
Devan menatap Aira yang kini tertunduk, tak berani menatapnya "Kenapa kamu neken luka dipunggung aku tadi?"
Aira kembali menangis lirih, "Aku ga ingat kalau punggung kamu luka Deva, aku lupa kalau Tante Dewi lukain kamu."
"Tentang kaki aku yang sampai membiru karena kamu injak, tepat saat Bunda ditampar?"
Aira menggeleng panik, "Aku takut Deva, aku takut sama Tante Dewi. Tante Dewi menyeramkan Deva, a ... aku ga suka. Aku takut bang--
"Yang kamu katakan menyeramkan itu Bunda aku, orang yang melahirkan aku dan bertaruh nyawa untuk aku."
Aira mengangis tersedu, "Maaf Deva. Punggung kamu, apa masih sakit?"
Devan menggeleng, "Luka dipunggung aku, engga sesakit luka dihati. Anak mana yang senang melihat orang tuanya direndahkan dan bahkan dilukai secara fisik dan mental."
"Maafin Mama aku Deva."
Devan hanya menatap datar Aira yang kini memasang wajah memohon, "Lebih baik segera tidur." Ujarnya membantu Aira untuk berbaring. "Aku mau ke kamar Bunda."
Aira segera mencekal lengan Devan, "Jangan! Nanti kamu terluka lagi."
Devan menepis pelan cekalan Aira, "Cukup Aira! Bahkan Ika yang selama dua jam bersama Bunda sama sekali engga merasa ketakutan atau bahkan menghindar. Segera istirahat!"
Pintu terbuka tepat saat Devan akan memutar knop, membuatnya menggeser untuk membiarkan wanita didepannya masuk.
"Deva, mau kemana?"
"Ke kamar Bunda."
Khusni menyendukan mata nya, "Maafin Tante, yang melukai Bunda kamu."
Devan tersenyum sopan, "Asal Tante jangan seperti itu lagi, bagaimanapun Bunda tetap seorang pahlawan paling berharga yang Devan punya."
"Iya, Tante ga bakal seperti itu lagi."
"Kalau gitu, Devan pamit Tan. Aira sudah makan obatnya."
Aktris mungkin gelar yang cocok diberikan kepada Khusni, karena tepat saat punggung Devan mulai menjauh. Secepat kilat perubahan wajahnya terlihat, "Jijik gue minta maaf sama orgil."
"Sayang ... kerja yang bagus." Ujarnya memeluk Aira yang kembali terduduk.
Devan menitikan air matanya, saat mendengar teriakan Dewi yang terdengar hingga keluar kamar. Kakinya melemas seakan tidak memiliki energi untuk bertempu.
Dadanya berdenyut nyeri, mendengar jika Bundanya meneriakan nama sang Ayah hampir sejam ini. Tepat saat Ika meninggalkan Dewi saat tertidur.
Devan sangat menyesal, waktunya akhir-akhir ini dihabiskan untuk Aira. Bukan untuk Bundanya, dia menyesal karena hanya diam menahan sakit saat Aira menekan beling yang menancap dipunggungnya, dan mengabaikan Bunda nya yang didorong bahkan ditampar.
Merasa pundaknya ditepuk, Devan dengan segera mengelap wajahnya kasar. "Om Hendra?"
"Duduk dulu, Bunda kamu lagi ditanganin dokter."
Devan mengangguk, dan duduk disamping pria dengan setelan jas serba hitam.
"Om tau ... ini bukan waktu yang tepat buat ngomongin ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
JESIKA [END][COMPLETED]
Teen Fiction[Series Teen Fiction] "Kalau engga baik, bukan Ika namanya." Jesika yang kerap dipanggil Ika, gadis maniak stroberi, penyuka yupi dan barang-barang gemoy. Pemilik gingsul yang menambah kesan manis diwajahnya dengan pipi chubby. Ini kisahnya, memasuk...