📙 17. Menghindar Terus!

214 8 0
                                    

18.18

"Mai? Kenapa? Kok diem aja sih lo, bakso lo dingin tuuh. Cepet makan, abis ini kita masuk kelas."

Maira membuyarkan lamunannya, ia tersenyum kaku kepada Nasya-teman sefakultasnya yang sangat baik kepada Maira sejak awal ospek satu bulan yang lalu. Maira langsung memakan bakso tersebut dengan pikirannya yang terus travelling memikirkan kata-kata Wafa tadi.

"Mungkin enggak sih, kalau Gus Wafa jatuh cinta sama aku, dan kenapa aku sesedih ini sih kalau Gus Wafa pindah pesantren. Apa jangan-jangan aku jatih cinta lagi sama dia. Ya Allah, kalau memang Maira jatuh cinta sama Gus Wafa, hilanglan perasaan ituu. Maira yakin sampai kapanpun kalau perasaan cintai Maira enggak akan pernah dibalas," batin Maira sambil mengaduk baksonya dengan tatapan tidak selera.

Maira membuyarkan lamunannya, ia meminum jus alpukatnya dan mulai membernarkan kerudungnya yang sedikit berantakan. Maira menatap koridor kelas, ia melihat ada Wafa yang berjalan di sana bersama Yusron dan Maulana. Muka Wafa terlihat kecut, sedangkan dua teman yang ada di sampingnya itu terlihat sedang menggoda Wafa.

"Heh, Mai? Lo lihatin siapa? Kak Wafa, yaa? Atau Yusron? Maulana?" kata Nasya sambil menggoda Maira, lalu terkekeh pelan.

"Lihatin Gus Wafa, lah. Mai lagi binggung sama dia, binggung sama diri sendiri juga," ujar Maira dengan menghela napas, matanya masih tertuju pada Wafa yang kini duduk di kursi koridor.

"Binggung gimana, Mai? Ceritain sama Nasya dong Mai. Lo jangan pendem sendiri, entar tekanan batin," kata Nasya diakhiri dengan kekehan panjangnya sambil memindahkan anak rambutnya kepada telinganya sendiri.

"Gus Wafa itu sifatnya kayak benci sama Mai, kayak cuek sama Mai. Tapi dia ada rasa sama Mai. Mai yakin, Sya kalau Gus Wafa itu ada rasa sama Mai. Mai bisa rasain cintanya. Beberapa minggu ini hati Mai condong sama dia," kata Mai panjang kali lebar, Nasya mengangguk pelan.

"Apalagi, setelah Gus Wafa bilang kayak gini 'Saya tidak ingin menggengam kamu terlalu erat, Mai. Karena saya tahu, bagaimana sakitnya melepaskan. Saya juga tidak akan menjatuhkan hati terlalu dalam, karena saya tahu sulitnya berdiri seusai dilukai' Maira makin yakin kalau dia punya perasaan sama Mai."

"Kalau dia emang cinta, dia bakalan ngasih pembuktian. Tunggu aja, Mai. Dia kalau dilihat emang tipikal orang yang gengsian kalau soal perasaan, siapa tau dia sekali tindak langsung ajak kamu ke pelaminan.  Kita enggak pernah tau isi hati seseorang, lihat aja gimana dia nanti," kata Nasya dengan menatap mata Maira intens, begitu juga dengan Maira.

"Kesannya Gus Wafa sekarang tuuh, kayak ngejauh dari Maira. Padahal Maira enggak ada salah apa-apa sama dia. Kenapa coba, Sya?" kata Maira lalu memijat pelipisnya sendiri, lagi pusing.

"Atau mungkin dia udah dijodohkan?" tanya Nasya dengan tatapan serius.

"Terserah takdir, kalau memang iya Maira bisa apa," kata Maira dengan nada menyerah, meletakkan gelas di meja dengan sedikit keras.

"Kamu itu sayang ke dia, dia juga sayang sama kamu. Enggak mungkin, Mai kalau dia enggak sayang sama kamu sampai ngerjain tugas mata kuliah kamu, beri keringanan hukuman, kasih kamu kado dan sering kasih kamu pinjeman motor kalau kamu ketinggalan angkot buat pulang ke pesantren." Maira mengangguk, berpikir keras. Benar juga apa yang dikatakan Nasya.

"Terus kenapa dia ngejauh dari Mai, kalau sejatinya dia sayang sama Mai. Sama aja dia menyakiti diri sendiri, kenapa dia enggak ambil satu langkah aja buat ngemilikin Mai seutuhnya, contohnya khitbah Mai," ujar Mai seadanya, masih menatap Wafa dari kajauhan yang sedang mengobrol dengan Yusron dan Maulana.

"Maira harus cari tau penyebabnya apa."

🕊🕊🕊

Wafa merogoh loker mejanya, niat mencari pulpen yang ia tinggal kemarin  yang Wafa dapatkan hanyalah kertas-kertas coretan entah milik siapa. Wafa mengambil kertas-kertas tersebut dan keluar dari kelas untuk membuang sampah. Wafa memberhentikan langkahnya ketika Maira berada di depan kelas Wafa untuk mengambil tong sampah, Maira sama-sama bertatapan intens sekitar lima detik. Wafa langsung buang muka dan berjalan menuju tong sampah yang sudah ada di tangan Maira.

Wafa memasukkan sampah tersebut ke tong sampah yang dibawa Maira. Setelah itu Wafa langsung melenggang pergi dan meninggalkan Maira yang masih berdiri kaku menatap ke depan.

"Gus Wafa benar-benar menjauh dari Mai. Gus ada apa sih sama kamu? Heran!" gerutu Maira sambil berbalik badan, ia sedang dihukum sekarang oleh Bu Raca karena telat masuk kelas, Bu Raca memang gemar menghukum mahasiswa yang masuk telat dengan mengambil tong sampah, membuangnya ke TPA dan mengembalikan tong sampah tersebut ke tempatnya lagi, sungguh melelahkan.

Wafa kini mengikuti pelajaran mata kuliahnya dengan sedikit teringat tentang Maira. Bagaimanapun, secinta apapun kepada Maira, Wafa harus belajar menjauh, belajar berkorban.

"Waf? Enggak mau pulang?" kata Yusron membuyarkan lamunannya, Wafa sepanjang pelajaran tadi melamun. Hadeh, sulit nih si Wafa.

"Dari tadi ngapain sih? Ngelamun aja, gak baik. Lagi sakit? Mending ke UKS aja," tawar Maulana kepada Wafa, Wafa langsung menggeleng.

"Ya udah kita ke kantin aja dulu, aku laper nih. Waf, jangan pulang dulu. Kita di sana sambil bahas kerjaan juga," kata Maulana.

🕊🕊🕊

Maira dan Nasya kini berjalan santai menuju kantin sebelum pulang. Nasya sengaja mengajak Maira ke kantin sekedar membeli es kelapa untuk menghilangkan dahaga yang menggelora. Maira yang baru saja menaiki dua anak tangga menuju kantin untuk memberhentikan langkahnya, mendapati Wafa dan dua temannya sedang berbicang-bincang sambil meminum es, Wafa hanya memegang handphonenya-memasang wajah biasa saja, berbeda dengan kedua temanya yang tertawa lepas.

"Sya, ada Gus Wafa." Maira mencekal tangan Nasya dengan tatapan seolah-olah Maira ingin mengajak Nasya pergi.

"Enggak apa-apa, ayo. Ini juga bukan kantin nenek moyang dia, gak perlu kayak gini, Mai." Nasya menarik tangan Maira, Maira masih diam dan tidak mau mengikuti perintah Nasya.

Tanpa sengaja Wafa menoleh kepada Maira. Wafa langsung buang muka dan pamit kepada Yusron dan Maulana untuk segera pulang. Wafa langsung berjalan meninggalkan kantin dengan langkah yang santai. Maira menghela napasnya panjang, kenapa Wafa menjadi begini sekarang.

"Nah lho, Kak Wafa udah pergi tuuh kan. Seharusnya tadi itu kesempatan kamu buat nyapa dia, jangan sampai cuman karena cinta kamu sama dia kayak musuh-musuhan gini, yang dewasa dong Mai."

"Orang Gus Wafanya yang ngehindar dari Maira. Mau gimana lagi, Sya? Duuh gus, Maira makin gemes sama kamu," kata Maira sambil berjalan meninggalkan kantin.

"Ribet jadi lo ya, Mai. Udah, deh. Laki-laki yang membut lo binggung itu gak perlu diperjuangkan. Biarkan dia datang kembali kepadamu dengan sendirinya."

T B C

Janlup votmen, semoga menghiburr. Papayy🤗

Hug Me When Halal (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang