Echa Datang, Pa

480 51 0
                                    

Sepekan kemudian, Syawal diperbolehkan untuk pulang karena kondisinya sudah membaik, hanya perlu istirahat yang cukup saja agar tubuhnya bisa kembali normal beraktivitas.

"Nih, Alesha masakin soto spesial buat dua laki-laki yang spesial." Ucap Alesha seraya menyiapkan makanan di meja makan.

"Yang bener?" Sahut Syawal terkekeh.

"Yee, ya iyalah."

"Biar saya bantu." Sahut Abban yang berdiri dari duduknya.

"Gapapa, bisa sendiri kok."

"Kebiasaan." Pungkas Abban yang tetap kekeh membantu Alesha.

Alesha hanya bisa pasrah atas perbuatan suaminya yang sedikit keras kepala itu. Disisi lain, hatinya tersenyumlah dan bersyukur karena mendapatkan suami seperti Abban.

"Enak ga bang?"

Syawal mengangguk.

"Asinnya udah pas nggak, mas?"

"Udah, nambah lagi boleh nggak?" Tanya Abban.

"Boleh, Alesha sengaja masak banyak soalnya nanti Abah sama nenek dan yang lainnya juga mau kesini, ada Jihan, Rara, sama Raisa juga. Mau jenguk bang Aal."

Tak lama kemudian, para tamu yang baru saja Alesha sebutkan pun datang dan ikut melakukan makan malam di rumah Alesha dan Abban.

Setelah makan-makan, mereka berbincang-bincang ditempat ternyaman masing-masing. Ada yang di ruang tamu, di teras, ada juga yang di gazebo taman.

"Udah percaya nih sama cinta?" Tanya Jihan.

"Pertanyaan dari abad ke berapa itu?" Tanya balik Alesha.

"Hehe."

"Gue juga pengen nikah, Al. Kayaknya enak ya kalo udah punya pasangan yang halal."

"Gue juga pengen, cuman gue sendiri yang nyaksiin betapa kejamnya pertengkaran rumah tangga." Sahut Raisa.

"Gue juga pengen, cuman belum ketemu yang pas aja." Sahut Rara.

"Nikah itu bukan hanya ijab qabul, tapi juga setelahnya. Tanggung jawabnya besar, tujuannya juga harus jelas. Dimana kita harus jadi lebih baik dan menjadi orang yang bener-bener." Jelas Alesha.

Ketiga sahabatnya itu pun mengangguk.

"Do'a terbaik akan datang dari orang yang mencintai kalian. Dan aku akan selalu nunggu kalian dan pengen liat kalian bahagia bersama pasangan kalian masing-masing."

"Aaa Alesha, jadi baper, kan." Rengek Jihan yang langsung memeluk Alesha, diikuti oleh Rara dan Raisa.

•••

"Kami permisi, assalamu'alaikum." Ucap para tamu yang hendak pulang.

"Iya, wa'alaikumussalaam." Jawab Syawal.

"Bang," panggil Alesha seraya mendekati Syawal.

Syawal menoleh dan menyahuti panggilan saudarinya itu seraya berkata, "iya?"

"Udah pulang semua?"

"Sudah."

"Ada yang mau Alesha omongin."

"Apa?"

Alesha menarik nafas panjang seraya memakamkan kedua matanya dan seolah-olah berpikir keras sebelum mengungkap apa yang ada di dalam hatinya.

"Serius banget-"

"Alesha siap pergi ke London." Ungkapnya lalu membuka mata perlahan.

"Alesha udah siap ke London." Ucap Alesha setelah menarik nafas dan mencoba berpikir berkali-kali.

Syawal tersenyum kegirangan mendengar ucapan saudarinya itu. "Abang ga salah denger kan?" Tanyanya kegirangan.

"Nggak."

Tanpa berpikir panjang Syawal langsung memeluk erat tubuh Alesha.

"Bang, lepasin! Sakit woy! Kayak anak kecil aja."

Syawal pun langsung melepas pelukannya, "hehe, maaf."

"Huh!"

"Ga mimpi kan?"

"Nggak, Alesha serius."

"Makasih ya, dek."

"Iya, sama-sama."

"Lah, kok cemberut. Ikhlas nggak?"

"Lagian, baru pulang dari rumah sakit kok tenaganya kayak abis nge gym."

"Ya deh, maaf."

"Huh!"

"Kita udah bisa berangkat besok. Bang Syawal yakin bisa sendiri di rumah?" Sahut Abban yang baru saja keluar dari rumah.

"InSyaaAllah bisa."

"Yaudah deh, kalo gitu Alesha beres-beres dulu."

"Saya bantu." Sahut Abban.

"Bang Aal juga ikut bantu, biar cepet selesai." Sahut Syawal.

"Oke, mantap!"

Ketiganya pun terkekeh lalu masuk ke dalam rumah untuk beres-beres, setelah itu melakukan sholat isya' berjama'ah dan istirahat.

"Keputusan Alesha udah bener kan mas?" Tanya Alesha yang tengah duduk di balkon bersamaan Abban di sampingnya.

"Sudah, bismillah."

"Tapi, nanti kalo tiba di sana Alesha masih belum bisa maafin papa?"

"Saya yakin kamu bisa. Saya akan selalu mendampingi kamu, Alee. InSyaaAllah."

"Semoga saja."

"Tidak mudah diposisi kamu, memaafkan seseorang atas segala hal yang telah ia perbuat dan itu melukai hatimu, bahkan fisikmu juga.

Tapi, bukan berarti itu akan menjadi alasan untuk kamu tidak memaafkannya. Bukankah sebenarnya kita sebagai manusia juga melakukan kesalahan berkali-kali kepada Allah?

Lalu, apakah Allah langsung murka begitulah saja? Tidak. Malahan, Dia menanti permohonan ampun dari kita kepada-Nya."

Alesha tersenyum tipis mendengarnya.

"Tidak semua orang merasakan hal ini, itulah sebabnya mereka hanya pandai berbicara dan menyuruh kita memaafkan seseorang atas perbuatannya. Akan tetapi, mereka juga benar. Untuk apa kita balas dendam jikalau semua perbuatan pasti ada balasannya? Bukankah Allah sudah berfirman di dalam kitab-Nya?"

"Terima kasih." Pungkas Alesha seraya tersenyum menatap lensa coklat Abban.

Abban pun tersenyum balik dan membawa istrinya itu kedalam pelukannya yang begitu menenangkan bagi Alesha.

"Aku bersyukur mendapatkan mu." Ucap Alesha.

"Aku lebih bersyukur karena aku telah memilikimu, tentunya dengan cara yang diizinkan oleh Allah. Terima kasih telah menerima untuk melakukan ibadah terpanjang dalam hidup ku."

Alesha tersenyum, "terima kasih kembali. Kau telah membuatku mengerti bahwa cinta tidak seburuk yang aku kira."

"Tentunya, karena Allah."

Keduanya pun saling bertatapan dan terkekeh, kalau kembali berpelukan.

Keduanya pun saling bertatapan dan terkekeh, kalau kembali berpelukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••
Vote
Komen
Baca Qur'an!

SENJA UNTUK ALESHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang