Syam mengajak Nasya makan bersama di sebuah warung sate, beruntung saja Nasya mau menerima tawaran itu. Syam tidak ingin hubungannya dengan Nasya renggang karena perjodohan itu.
"Na ... Jangan jauhin gue ya." Syam menatap lekat Nasya.
Nasya yang tadinya memakan sate kini menatap Syam. "Kenapa aku harus jauhin kakak?"
Syam terdiam sejenak. "Mungkin lo marah sama gue karena perjodohan itu."
Nasya tertawa pelan. "Ya nggak lah, kalau kakak nerima perjodohan itu baru aku kecewa sama kakak."
"Berarti lo nggak marah sama gue?" tanya Syam.
"Nggak kak," balas Nasya sembari tersenyum.
Syam menatap kosong sate yang ada di depannya. "Gue takut Na ... Gue takut kehilangan lo."
Entah kenapa darah Nasya berdesir saat mendengar ucapan Syam. "Seberharga itu ya aku buat kakak?"
Syam kembali menatap Nasya. "Iya, lo berharga banget bagi gue."
Nasya tersenyum hangat, tatapannya begitu teduh. Jujur, di situasi saat ini ia sangat ingin menangis. Pikiran Nasya kini justru tertuju pada Friska, ia tidak tahu mengapa orang-orang lebih menginginkan Syam bersama dengan Friska.
"Kak ..." Nasya menggigit bibir bawahnya.
"Ya?" balas Syam.
"Apa kak Friska nerima perjodohan itu?" Nasya tidak berani menatap Syam.
"Nggak Na." Syam tahu Friska menyukainya, tapi gadis itu bilang dia sudah memiliki Adam.
"Katanya kak Friska udah suka sama kakak dari dulu. Rasanya tega banget nggak sih kak kalau kak Friska yang berjuang tapi kakak malah sukanya sama aku," ucap Nasya.
Syam tampak berpikir. "Lo nggak salah Na, gue yang brengsek. Gue nggak tahu kenapa Friska suka sama gue yang jelas-jelas nggak bisa bales perasaan dia."
"Menurut kakak kenapa orang-orang lebih suka kakak sama kak Friska daripada sama aku?" Nasya hanya ingin tahu alasan orang-orang lebih menyukai Friska.
Syam tampak berpikir. "Karena mereka terlalu fokus sama perasaan Friska, mereka nggak mikirin perasaan lo. Friska nggak salah Na, lo juga nggak salah, takdir yang bikin semuanya jadi rumit."
Nasya diam berusaha untuk mencerna kata-kata Syam, ucapan Syam memang benar adanya. Friska terlihat seperti korban, dan Nasya terlihat seperti seorang penjahat yang telah merebut Syam.
Padahal kenyatannya tidak seperti itu, cinta memang tidak bisa di paksakan. Syam juga sudah berusaha agar Friska tidak terlalu berharap lebih padanya, ia juga berharap Friska mendapatkan pria yang lebih baik darinya.
"Ya udah lah kak, lagian pendapat orang kan beda-beda." Nasya kembali memakan sate nya.
"Udah nggak usah di pikirin, cukup pikirin gue aja nggak usah mikirin yang lain." Syam tersenyum menatap Nasya.
"Aku sibuk mikirin tugas kak, jadi nggak sempet mikirin kakak." Nasya memang sengaja menjaili Syam.
"Oh ya? Enak ya tugasnya di pikirin terus sama lo. Jadi cemburu gue, bilangin ke tugasnya ... Gue iri sama dia." Lagi dan lagi Syam telah membuat anak orang baper.
***
Sore ini Adam mengajak Friska pergi ke rumahnya, dan saat ini Friska sedang berdiri di emperan rumah Adam. Ia tidak menyangka jika rumah Adam sangat besar seperti istana.
"Lo kok nggak bilang kalau lo anak sultan?" Jujur saja Friska masih tidak percaya jika rumah Adam sebelas duabelas dengan rumah milik Altair.
Adam terkekeh. "Saya bukan anak sultan, nama bapak saya bukan Sultan tapi Abdul."
KAMU SEDANG MEMBACA
Syam Story
Teen FictionDia Syam Kavalen, laki-laki yang menjabat sebagai wakil ketua geng Jevins dan mempunyai cita-cita menjadi dokter. Syam selalu memasang wajah kalem dan selalu terlihat tenang. Syam mencintai gadis berhijab bernama Nasya, namun Syam harus terjebak cin...