13. Kerjasama

150 18 3
                                    

Selamat membaca dan semoga suka. Jangan lupa tinggalkan vote dan komen.

.

Hari ini Salsabilla serta kedua iparnya sedang disibukkan mendekor sebuah kamar berukuran cukup besar tepat di samping kamar Sabiru. Terletak di lantai dua bagian kiri rumah megah tersebut. Mempunyai balkon yang menghadap taman belakang. Serta disuguhi pemandangan taman, kebun pribadi, pavilliun, serta musholla.

"Bi Na, bantu saya pasangkan ini sebentar." Salbilla menaiki kursi, tangannya memegang stiker kupu-kupu untuk ia tempel di bagian lukisan pohon sakura.

Rencananya, arah kepala ranjang nanti akan membelakangi pohon ini. Biar si penghuni kamar merasa bahwa ia sedang berteduh di bawahnya.

"Baik, Nyonya." Bi Na ikut menarik kursi, mengambil beberapa stiker kecil kupu-kupu, lalu membantu menempelkannya secara acak. Tidak terlalu bayak, asal sedikit menghiasi lukisan saja.

Salsabilla menepuk-nepuk kedua tangan, matanya menyapu sekitar. Ia berdecak kagum, suka sekali dengan dekoran yang terkesan halus dan manis dengan warna yang dominan biru awan. Kamar ini pasti sangat cocok untuk Zira. Meski tidak tahu selera gadis itu seperti apa, tetapi Salsabilla sudah bisa menebak bahwa gadis itu akan selalu suka atas apa yang sudah mereka siapkan.

Sungguh, ia tidak sabar. Ingin segera keponakan perempuannya segera pulang. Oh, mungkin nanti ia harus meminta Rafanza untuk lebih cepat membawa Zira ke rumah ini.

Brak!

Suara nyaring antara tumpukan tiga buku dengan meja beradu mengalihkan atensi Salsabilla. Di pojok kamar dekat balkon itu, ia menyadari bahwa adik iparnya--Raissa--sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Kasihan, buku-buku yang sudah ia siapkan untuk bacaan Zira menjadi sasaran.

"Kamu kenapa, Sa?" tanya Salsabilla. Kali ini ia mengambil alih pekerjaan membereskan meja belajar. Sedangkan Raissa misuh-misuh, ia melipat tangan di dada dengan wajah ditekuk.

"Aku gak apa-apa." Raissa berucap sedikit ketus.

"Kalau gak apa-apa kenapa kamu marah-marah? Tumben sekali, kalau ada sesuatu bicara saja sama Mbak. Siapa tahu Mbak bisa bantu."

Raissa meneguk ludah, memerhatikan pergerakan kakak iparnya. Perangainya sangat lembut, bijaksana dan baik. Um, Raissa seringkali membandingkan dirinya yang sudah pasti berbeda jauh dengan Salsabilla. Sedikit pemarah, dan terkadang sulit menyembunyikan emosi. Dan mungkin, salah satu putranya memiliki sifat turunan darinya. Karena itu sifat mereka tidak sepenuhnya baik.

"Enak banget, ya, jadi Mbak."

Saat itu, pergerakan Salsabilla langsung terhenti. Wanita dengan hijab lebar menjuntai ke bawah itu menatap Raissa dengan kening berkerut. "Maksud kamu?"

"Mbak nggak dipusingin sama kelakuan anak-anak Mbak yang pada baik dan menurut. Tapi anak-anakku, bukan hanya gak nurut tapi juga sering buat masalah." Raissa menunduk, bukan satu kali ia menangis karena kelakuan anak-anaknya.

Salsabilla tersenyum kecil, agak tersentil oleh ucapan Raissa. Mungkin sebagian orang berpikir bahwa hidupnya sempurna. Namun, nyatanya Salsabilla juga tetaplah manusia biasa, ujian seringkali datang menerpa. Hanya saja, ia selalu bisa mengatur untuk tidak mengumbarnya.

"Kenapa kamu sampai berpikir seperti itu? Baru kali ini Mbak mendengarnya. Tidak bisanya seperti ini, apa ada masalah?"

"Selalu ada masalah, kok, Mbak. Kedua putraku gak bisa setidaknya menghargai perasaanku. Entah mereka menyayangiku atau tidak, rasanya aku hampir mau mati saja karena mereka."

"Hush, Raissa. Jangan bicara begitu," tegur Salsabilla.

"Tidak baik. Ayo, kita bisa pikirkan masalah ini sama-sama. Percaya saja, nanti saat Zira kembali ke rumah ini pasti mereka akan mau berbaur lagi bukan? Kamu gak lihat waktu mereka tahu kalau gadis yang menolong Hazza ternyata Zira?"

Azeera & Brother's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang