📙30. Udah Kenal!

439 14 0
                                    

"Eh, bentaran dulu deh," kata Maira sambil memberhentikan mobilnya agak jauh dari rumahnya kala mendapati seorang wanita yang sedang mengobrol dengan senyuman mererekah di depan gerbang bersama dengan Dahlia.

"Itu tamu pentingnya Bunda kali, ya. Mereka kayak bahagia gitu, ya enggak sih?" kata Dirwa sambil menyipitkan matanya.

"Kakak pernah lihat wanita berjilbab merah itu, kalau enggak salah dia uminya Gus Wafa," kata Maira ketika mobil yang ditumpangi wanita tersebut berlalu. Maira bisa lihat dengan jelas wajah wanita itu, karena jendela mobilnya dibuka.

"Hah?! Jangan jangan?" kata Dirwa sambil menepuk pundak Maira. Maira langsung melajukan mobilnya menuju rumahnya.

Maira memarkirkan mobil dan langsung masuk ke rumah. Di sana ia mendapati Dahlia dan Rahmat yang sedang mengobrol di ruang tamu. Maira memberhentikan langkahnya di ambang pintu menatap Dahila dan Rahmat secara bergantian.

Maira menyengir kuda lalu mengucap salam dan langsung menaiki tangga dengan rasa malu. Maira masuk ke dalam kamarnya, menutup pintunya dan bersadar di pintu tersebut dan menghela napas pelan.

"Maira kira uminya Gus Wafa ke sini mau ngelamar Maira. Kendalikan pemikiranmu, Maira. Gus Wafa enggak akan memilih keputusan secepat ini dan ngelamar kamu. Sadar Maira," kata Maira sambil menepuk jidatnya sendiri, ia berjalan ke meja rias untuk meletakkan tas kecilnya.

"Bisa-bisanya Maira berharap sebesar itu sama Gus Wafa," ujar Maira berjalan ke ranjang sambil menepuk jidatnya. Langkah Maira terhenti kala dia semlat melihat sebuah map berisi kertas-kertas di meja riasnya.

Maira berbalik badan, ia mengernyitkan dahinya dan mengambil map tersebut. Sebelumnya, Maira tidak pernah melihat map warna merah maroon tersebut. Karena penasaran, Maira mengambilnya dan duduk di kursi riasnya dengan wajah terheran.

"Ya Allah, gus. Maira udah tau semua mengenai gus tanpa map ini. Bernarkah ... Map ini memang milik Maira? Enggak lagi nyasar atau bercanda?" kata Maira dengan memangku map tersebut. Satu bening putih membasahi map tersebut bersamaan dengan Dahlia yang masuk ke kamar Maira dan langsung memeluk Maira. Mereka sama-sama menangis.

"Wafa memang bersungguh-sungguh mengajakmu menggapai jannah-Nya, Nak. Dia benar-benar mengajakmu untuk menikah, uminya datang ke sini untuk mengantar map ini kepadamu," kata Dahlia dengan nada yang sangat lembut.

Tangis Maira langsung pecah dan memeluk Dahlia dengan erat. Dahlia mengelus pundak Maira penuh kasih sayang. Maira melepas dekapannya dan tiba-tiba saja bersujud di lantai membuat Dahlia ikut duduk di lantai dan mengusap air mata Maira ketika Maira sudah bangun dari sujudnya itu.

"Kamu menerima Wafa, Nak?"

Maira menganggukkan kepalanya pelan, dengan air mata yang tak kunjung berhenti keluar dari mata Maira. Maira memejamkan matanya sebentar, lalu memeluk Dahlia dengan perasaan yang gembira.

🕊🕊🕊

Wafa membuka pagar rumahnya itu, ia tersenyum kepada Uswa yang kini sedang duduk di teras bersama dengan Hannan. Uswa memeluk Wafa yang baru datang itu lalu Wafa mencium tangannya lalu tangan Hannan. Wafa membawa satu kresek cabai yang memang Uswa menyuruhnya untuk membelinya di pasar.

"Cabainya berapa kilo, sayang?" kata Uswa ketika Wafa duduk di sampingnya sambil menaruh satu kresek cabai di meja.

"Lima kilo, Umi. Kebanyakan atau kurang?" kata Wafa sambil menatap umi abinya secara bergantian.

"Udah lebih dari cukup, Nak. Cabai sebanyak itu cukup kalau buat seminggu, ya enggak Umi?" kata Hannan kemudian meminum kopinya dengan nikmat.

"Iya, emang ya keluarga kita doyan cabai. Mangkannya lima kilo aja bisa jadi satu minggu," kata Uswa diakhiri dengan kekehan kecil Wafa dan Hannan.

"Soal cv ta'aruf kamu sudah umi berikan kepada bundanya Maira. Bundanya menerima dengan senang hati niat baik kamu, Nak."

Wafa mengangguk sambil tersenyum kecil. Uswa dan Hanan sama-sama tersenyum melihat wajah Wafa yang kini nampak sangat gembira. Wafa pamit ke dalam untuk mandi, membersihkan dirinya. Setelah dari pasar membuat Wafa gerah dan haus.

Usai mandi Wafa duduk di tepi ranjangnya, ia tersenyum kecil menatap keluar jendela. Niat baiknya sudah tersampaikan, tinggal menunggu jawaban dari Maira seusai itu Wafa akan melakukan langkahnya lagi.

"Maira, bukankah ini yang kamu mau? Aku melakukannya untuk kamu dan memenuhi sunnah rosul  sebagai umat islam. Kutunggu jawabanmu selama apapun, Almaira."

🕊🕊🕊

Satu Minggu Kemudian ...

Maira beberapa kali membenarkan posisi tidurnya, ia tak kunjung tidur apalagi tadi ia mendapat kabar dari Dahlia bahwa pihak laki-laki segera mempercepat acara lamaran. Nanti pagi adalah acara lamaran Maira, setela Maira mengatakan bahwa ia menerima Wafa, pihak laki-laki langsung memutuskan untuk segera melamar Maira.

"Maira enggak nyangka kalau Gus Wafa memilih keputusan secepat ini. Semoga ini berkah ya, Gus."

Maira yang menyadari jam menunjukkan pukul setengah tiga itu pun langsung bangun dan berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Maira sholat tahajjud di keheningan malam yang membuatnya semakin khusyu untuk berdo'a. Maira berdoa supaya acara lamarannya digelar dengan lancar dan semoga kedepannya Maira bisa menjadi istri yang baik untuk Wafa.

Setelah sholat Maira langsung meluncur ke dapur untuk menyiapkan makanan sahur keluarga kecilnya. Maira memasak makanan yang sangat lezat dan menawan, membuat keluarga kecilnya itu menikmati makanan yang dihidangkan Maira.

"Emang, ya Kak Maira itu udah pantas nikah. Buktinya, masak ajak ueanak kayak gini. Bayanin Ustad Wafa pasti bahagia punya istri kayak Kak Mai."

Maira hanya tersenyum kecil mendengarkan celotehan kecil Dirwa yang sedang makan sahur itu. Maira kini dan keluarga segera beranjak sholat shubuh berjamah ketika adzan telah berkumandang.

"Nak? Kamu pakai gamis ini, ya. Enggak apa-apa, kan?" kata Dahlia yang kini ada di kamar Maira seusai sholat shubuh.

"Sederhana aja, Bunda. Yang terpenting barokah," kata Maira sambil tersenyum kecil, kemudian masuk ke kamar mandi.

"Maira, mandinya jangan lama-lama. Keluarga Nak Wafa ke sini jam tujuh."

🕊🕊🕊

Maira kini berada di antara dua keluarga besar yang tersenyum tipis menyaksikan Ibu Wafa yang sedang memakaikan cincin kepada Maira. Sedangkan Rahmat memasangkan cincin kepada tangan kekar Wafa. Maira tersenyum kecil lalu menunduk, menatap jari manisnya sendiri yang kini terdapat cincin emas yang melingkar manis. Sama dengan Wafa, ia juga mengenakan cincin yang sama jenisnya dengan Maira.

"Saya percaya padamu, Nak. Berikan Maira kebahagiaan yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya," kata Rahmat ketika Wafa mencium tangannya.

Wafa dan Maira kini duduk berjauhan, dua keluarga besar itu saling mengobrol hangat membahas acara pernikahan Maira dan Wafa. Maira dan Wafa dama sekali tidak paham acara pernikahannya akan digelar kapan. Pikiran Maira kini didominasi oleh Wafa, begitu pula sebaliknya.

T B C

Janlup votmen, semoga menghibur. Papay🤗

Hug Me When Halal (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang