Sihir

5 0 0
                                    


Aku hanya ingin menikmati masa pensiun ku sebagai PNS, namun takdir berkata lain. Hari itu aku mati, iya aku yakin hari itu aku mati dengan cara yang mengenaskan. Terbawa arus banjir, terhampas hingga semua terasa gelap.

"apa aku sudah mati? Tidak, aku tidak akan bisa bertaya aku mati jika aku benar-benar mati."

Entah apa yang terjadi, saat aku sadar aku telah berbaring di sebuah padang rumput Bersama deru angin dan langit yang biru.

Sepertinya tubuhku mati rasa, bahkan rasanya aku tak mampu untuk berdiri, siapapun tolong aku.

***

Ini hari kedua aku terbaring lemah disini, sepertinya aku benar-benar akan mati disini, mungkin banjir membawa tubuhku kesini, tapi satu yang membuat ku selalu bertanya, pemandangan dan rumput di sekitarku bukanlah rumput khas Indonesia.

Pemandangan ini lebih mirip padang rumput di negara-negara Eropa seperti Swiss. Aku rasa aku mulai berhalusinasi, tidak mungkin banjir bandang membawaku sampai ke Eropa

***

Hari ketiga, tidak ada satu orang pun disini, hanya aku sendiri. Di usia ku yang ke 60 tahun ini aku menghadapi hal aneh yang tak asuk akal. Namun ini sepertinya cara mati yang indah, mati di hadapan keindahan, aku benar-benar beruntung.

"Ada seorang anak disini," teriak seseorang.

Apakah aku akan selamat, akhirnya ada orang, tapi aku bukan anak-anak. Ada apa dengan mereka.

Beberapa orang mendekati ku, "Apa yang dilakukan anak kecil sepertimu disini?"

Anak kecil?, mata kalian rabun?, aku seorang kakek.

Mereka kemudian mengangkat tubuhku, dan saat itu aku sadar jika tubuhku kecil dan mungil. Mereka tidak rabun, aku benar-benar menjadi anak kecil.

***

A

ku dibaringkan di sebuah gubuk yang cukup nyaman, aku benar-benar tak mengerti dan aku tak dapat bicara satu katapun. Mereka telah berupaya mengajak ku bicara, menannyakan nama dan orang tua. Aku menjawab mereka namun di dalam hati, mulut ku kaku, benar-benar menyusahkan.

Tak lama kemudian seorang perempuan berambut pirang masuk dan duduk di dekat ranjang tepatku terbaring. Ia kemudian memberiku minum dan menyuapi ku makanan hangat. Rasanya aku kembali punya tenaga, orang-orang disini mirip dengan orang Eropa, mereka tinggi dan kebanyakan dari mereka berambut pirang.

"Terimakasih," kataku lemah, akhirnya aku bisa mengucapkan sebuah kata yang sedari tadi ingin ku ucapkan.

Mendengarku bicara, si gadis pirang berlari keluar dan memanggil anggota keluarga lain nya.

"Syukurlah kau sudah bisa bicara, kalau kami boleh bertanya kenapa anak kecil sepertimu bisa ada disana sendiri, siapa orang tua mu?, di Desa ini tidak terlalu banyak penduduk, kami yakin bisa mengantarmu pulang," ucap Om om berabut pirang.

Aku mengerti, Om Om ini adalah ayah gadis pirang, dan di sampingnya adalah istrinya.

"Aku tidak tahu, Ketika aku bangun aku sudah ada disana, tetapi jika kalian berniat mencari orang tua ku, mereka sudah meninggal dan aku bukan dari Desa ini, " jawab ku lirih.

Om pirang mendekati ku, ia menatapku berbinar, "Kalau begitu tinggal lah disini, kamu akan kami anggap sebagai anak kami sendiri, jangan bersedih, aku mengerti apa yang kamu rasakan." Katanya mencoba menenagkan hati ku.

Leon HousewaresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang