15 - Cemburu?

137 9 0
                                    

Kedua kaki Naluri melangkah keluar dari ruangan suaminya. Dia berusaha untuk tetap tegar meski hatinya bergetar hebat mendapatkan perkataan yang tidak seharusnya dikatakan oleh seorang imam kepada istrinya sendiri.

Beberapa orang karyawan menyapanya kala berpapasan, wanita itu membalasnya dengan senyuman seolah tidak ada masalah yang menimpa dirinya. Mungkin, orang lain akan menyangka jika dia sangat bahagia menikah dengan pria kaya raya yang mempunyai beberapa cabang perusahaan di belahan dunia. Kalau saja mereka tahu apa yang dirasakan Naluri setiap kali mencoba suaminya untuk jatuh cinta, dia akan mendapatkan rasa sakit berkali-kali lipat.

Perlakuan yang begitu kasar, tapi membuatnya didorong untuk tetap sabar meski sebenarnya dia terkadang lelah dengan sikap suaminya yang memang sangat menyakitkan hatinya. Namun, bagaimana pun Khalil, dia tetaplah suaminya. Bahkan Naluri berjanji pada dirinya sendiri, untuk tetap berjuang mencintai pria yang kini telah sah menjadi imamnya. Tidak peduli dengan perasaannya yang bertolak belakang dengannya. Dia tahu, di hati Khalil hanya ada satu nama yang tidak akan pernah pergi yaitu Maura.

Naluri memutuskan naik taksi bukan ingin segera pulang menjauh dari pandangan suaminya, tapi dia berkeinginan mencari Maura di mana pun kakak angkatnya berada.

Dia tidak tega mendengar cerita dari keponakannya yang mengatakan jika Umi Farida terus saja memandangi foto Maura. Wanita paruh baya itu tentu saja sangat merindukan putrinya yang entah ke mana, kepergiannya seolah ditelan bumi tiada meninggalkan jejak sama sekali.

"Tempat yang mau dituju ke alamat mana, Bu?" tanya pria berkumis itu yang tengah fokus mengendarai.

"Jalan aja dulu, Pak." Lagipula Naluri tidak tahu keberadaan kakaknya di jalan mana, mungkin kedua matanya harus lebih jeli begitu kendaraan beroda empat itu melaju.

Di sepanjang jalan Naluri mencoba membuang ingatannya mengenai perkataan suaminya beberapa menit lalu. Dia mencoba untuk terus bersabar meski Khalil akan mengatakan hal yang tidak mengenakkan hatinya lagi.

Pandangannya kali ini dia edarkan ke segala arah jalan bersamaan saat lampu merah. Hal itu membuatnya sedikit lega karena dia bisa lebih leluasa melihat ke sekitarnya, barangkali sosok Maura berada tidak jauh dari penglihatannya.

Dia menengok ke kiri dan kanan, pada saat itu kedua bola matanya terpaku pada satu titik sosok Maura tengah berjalan di samping jalan. Berulang kali Naluri mengucek matanya, barangkali dia salah melihat. Dikarenakan keingintahuannya dengan sosok wanita yang sudah mukai menjauh dari pandangannya, membuatnya meminta pria berkumis itu menghentikan lajunya.

"Berhenti saja di sini, Pak." Naluri memberikan satu lembar uang berwarna merah, dia juga memberikan kembalian pada si pengendara taksi.

"Kembaliannya gimana, Neng?" tanyanya.

"Buat bapak aja ya."

Benar saja Naluri berhenti di sana memutuskan mengejar Maura yang hanya terlihat punggungnya saja. Dia tidak mau jika harus kehilangan jejak kakaknya. Akan tetapi, begitu dia hendak menyebrang jalan lampu merah berganti hijau menandakan bahwa perjalanan dibolehkan melaju.

Naluri nyaris saja tertabrak jika tidak ada seseorang yang menghentikan kendaraannya. Dia juga memanggil nama wanita itu dengan sangat keras, membuat beberapa pasang mata menatap ke arahnya.

"Naluri, awas!"

Skip ....

Beruntungnya saja Naluri masih bisa terselamatkan dari kecelakan yang entah bagaimana akhirnya kalau saja hal itu sampai terjadi.

"Jalan itu pakai mata dong! Udah bosan hidup lo?" teriak seorang pengendara motor yang mengekspresikan kekesalannya.

"Luri ... ini jalan raya. Kamu harus berhati-hati." Pria itu juga yang mengajak Naluri untuk ikut bersamanya saja masuk ke dalam mobil.

Lelaki itu menepikan mobilnya, dia juga menyadarkan wanita itu agar tidak mengulangi kesalahannya lagi berdiri di tengah jalan dalam kondisi tidak tentu arah.

Namanya Ustadz Hanif, seorang guru yang mengajar Naluri di pesantren tempatnya menimba ilmu. Mereka memang tidak pernah berbincang dikarenakan aturan pesantren yang memang melarang pergaulan antara perempuan dan laki-laki. Akan tetapi, berbeda dengan keduanya yang sudah saling mengenal karena wanita itu juga sempat menjadi pengajar termuda di sana, mengajari anak-anak yang baru saja duduk di bangku kelas satu.

"Terima kasih, Pak." Naluri memanggil Ustadz Hanif memang dengan sebut Bapak, karena lelaki itu salah satu pengajarnya di sana. Akan tetapi, ada suatu hal yang berbeda setiap kali dia bersama dengannya.

Naluri pada awalnya tidak tahu pasti apa arti dari getaran yang sungguh membuatnya resah. Hingga pada akhirnya dia memastikan jika perasaan tersebut disebabkan karena dirinya jatuh cinta.

Berulang kali Naluri melafalkan istighfar agar dia tidak terjerumus pada cinta yang tidak seharusnya. Wanita itu harus menatap ke arah depan, bahwa di sana dia sudah ada seseorang yang sudah menjabat tangan walinya di depan para saksi.

"Sebenarnya kamu mau ke mana, Luri? Mau aku antar?" tanya Ustadz Hanif.

"Naluri!" panggil seseorang, Naluri terperangah begitu kedua matanya mendapati seorang pria yang memandangnya dengan sinis.

"Kak Khalil?" tanyanya lirih.

PENGGANTI PERAN PENGANTIN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang