Part 5 - Ballerina

560 91 34
                                    

"Nanti lo pada dateng ke acaranya Friska, kan?" tanya Malvin.

Arjuna mengangguk. "Iya, Leon juga katanya, tapi gak tahu kalo Derran."

"Lo datang gak, Der?"

"Tinggal nanti, kepala gue pusing, pengen tenangin diri dulu." Derran masih setia mengisap sebatang rokok, padahal jika dihitung, sepertinya cowok tadi sudah hampir menghabiskan empat batang rokok milik Leon.

"Tenangin diri ke bar, ya?" tebak Malvin.

"Hmm," gumam Derran.

"Lo masih kecil bego, baru delapan belas jalan sembilan belas, sering banget datang ke club." Leon yang baru saja datang dari membeli pizza langsung memotong pembicaraan teman-temannya.

"Terserah gue lah." Derran masih saja keras kepala.

"Di rumah Friska ada alkohol deh kayaknya, secara bokap dia kan punya usaha kayak gituan di luar negeri," ujar Leon.

"Emang tahu darimana?" tanya Arjuna.

"Sumedang."

"Hah?" Arjuna masih tak paham jawaban dari Leon barusan.

"Gak usah dengerin Leon! Dia anaknya emang kurang sesajen." Malvin segera menarik Arjuna agar duduk di sampingnya, sedangkan Leon menatap Malvin tak suka.

"Ayolah, Der! kita party di sana aja," paksa Malvin, Arjuna, dan Leon.

"Kalo nanti gue mabok, bawa gue pulang!" pinta Derran.

"Nah, gitu dong!"

****

"Buseett, rame amat. Ini pesta ulang tahun apa pesta penyambutan presiden sih?" Leon yang pada dasarnya memang jarang datang ke acara seperti ini, malah membuat teman-temannya malu. Padahal Leon sendiri adalah anak orang kaya.

"Lo anak orang kaya, Le. Tapi tingkah lo kek gembel," sarkas Malvin.

"Bacot, Vin."

"Tapi jujur sih, ini emang rame banget." Arjuna setuju dengan pernyataan Leon, melihat mewahnya pesta malam ini, memang sudah seperti pesta penyambutan presiden.

"Der, noh wine." Leon menunjuk ke arah gelas wine yang sudah berjajar di meja bar.

"Nanti, gue mau ke toilet."

"Mau gue anter gak? ke dalam sekalian," tawar Leon.

"Anj!ng, lo maho ya?" umpat Malvin, sedangkan Arjuna masih tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.

"Gak ye, sat. Bercanda doang tadi." Leon memberi klarifikasi, sedangkan Derran sepertinya tak peduli, cowok itu langsung pergi saja menuju toilet.

****

"Kamu yakin akan datang ke acaranya Friska?" Rendy, Beliau adalah Ayah dari Kirana. Melihat Kirana sudah berpakaian rapi dengan rambut yang digerai membuat Rendy bertanya demikian.

"Iya, Ayah. Teman-teman Kiran yang memaksa." Kirana menjawab pertanyaan Rendy dengan takut-takut.

"Ya sudah, jangan pulang lewat pukul sepuluh, dan jangan membuat malu keluarga lagi," peringat Rendy.

"Baik, Yah."

Baru saja Kirana ingin berpamitan, perkataan sang Ayah sukses membuatnya tertegun.

"Oh benar, sepatu balet di almari-mu sudah Ayah buang."

"K-kenapa, Ayah?" Kirana bertanya sambil menahan tangis.

"Untuk apa seperti itu? ingin menjadi Ballerina? itu profesi yang tidak berguna, Kiran. Kamu pikir Ayah tidak tahu, jika kamu menghabiskan waktu di kamar hanya untuk menari dan bukan belajar?"

"Ayah."

"Ayah peringatkan sekali lagi, jangan melampaui batas, Kiran! karena sampai kapanpun, kamu hanya akan menjadi pebisnis dan meneruskan bisnis Ayah dan Ibumu. Beruntung Ayah tak memberitahu Ibumu soal sepatu, jadi ingat perkataan Ayah baik-baik!" Rendy memberi peringatan pada Kirana, sedangkan Kirana hanya diam. Tak punya pilihan selain menuruti semua perintah orang tuanya.

"Baik, Ayah."

****

"Bapak pulang aja ya, nanti Kiran pulangnya bareng sama teman-teman Kiran."

"Tapi, Non ..." Sang Supir tak tega jika harus meninggalkan Kirana.

"Gak apa-apa, Pak. Tenang aja, Ayah gak bakal marah kok."

"Ya sudah kalau begitu, Non. Saya pulang dulu."

"Iya, Pak. Hati-hati!"

Setelah mobil sang Supir mulai menjauh, Kirana segera masuk. Hal pertama yang menyapa indera pendengarannya adalah suara bising dari musik EDM, pesta yang menjadi selera anak-anak muda jaman sekarang. Apalagi gadis seperti Friska.

"Hai, Fris. Selamat ulang tahun," ucapan selamat ulang tahun dari Kirana untuk Friska.

"Makasih, Ran. Seneng banget lo bisa datang, dan temen-temen yang lain udah  kumpul semua," ujar Friska.

Sementara itu, Malvin sedang menepuk jidatnya pelan. Melihat teman senasib sepenanggungannya tengah mabuk semua.

"Gila lo semua? katanya gak mau sober, lah ini? kek dakjal banget." Bahkan umpatan demi umpatan mulai terlontar dari mulut Malvin.

Arjuna yang katanya anak baik saja tiba-tiba ikut siber gara-gara dipaksa minum sama Leon, jangan tanya soal Derran, karena sudah hampir sepuluh menit cowok itu belum kelihatan batang hidungnya setelah tragedi muntah.

"Derran kemana sih, anj!ng! dari toilet gak balik-balik,"

"Lo juga, ngapain nanggepin tantangan Leon sih, Jun. Repot kan, gue," keluh Malvin.

****

"Temen-temen semua, gue balik dulu gak apa-apa, kan?" Kirana yang sedang asik berbincang dengan teman-temannya kini terpaksa harus pulang lebih dulu. Ia tak tahan mencium aroma alkohol dan musik yang bising.

"Ran, lo serius? gue anter ya." Ellena menawarkan bantuan.

"Gak usah, Ell. Pestanya kan belum selesai, lo di sini aja gak apa-apa kok," tolak Kirana.

"Lo beneran gak apa-apa?" tanya Friska, dan Kirana mengagguk yakin. Akhirnya Friska dan Ellena dengan berat hati memperbolehkan Kirana pulang.

"Tapi lo harus hati-hati, Ran. Kalo ada apa-apa telepon gue, ya!"

"Iya, Ell. Gue duluan ya," pamitnya.

Setelah berpamitan, Kirana berniat untuk mencari kendaraan umum, tapi bukannya mendapat apa yang ia inginkan, dirinya malah di hadapkan dengan penampakan Derran yang hampir pingsan.

"Derran!" Kirana berlari kecil menuju Derran, sedangkan cowok itu sepertinya sedang mabuk berat.

"Anterin gue pulang!" pinta Derran, dengan suara seraknya.

Kirana gugup dan bingung. "Iya, ayo pulang!"

"Pak, berhenti!" teriak Kirana memberhentikan salah satu angkutan umum, akhirnya dengan kesusahan, gadis itu berusaha membawa tubuh Derran yang notabenenya lebih besar dari tubuhnya sendiri.

"Kemana, Non?"

"Ke alamat ini ya, Pak," ujar Kirana sambil memberikan alamat yang tertera di ponselnya.

Saat mobil sudah berjalan, Derran yang sedang menyandarkan kepalanya di pundak Kirana tiba-tiba menoleh. "L-lo Kiran?"

I'm Sorry | Completed [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang