96. Akal Bulus Zein

35.6K 1.9K 83
                                    

"Iya sayang, aku salah. Aku minta maaf. Kita bicarakan baik-baik ya, hem?" pinta Zein.

"Aku butuh waktu buat sendiri," ucap Intan. Kemudian ia meninggalkan Zein menuju kamar.

Zein pun membuntutinya. Ia tidak tenang jika Intan masih marah padanya. "Sayang, jangan begitu, dong! Aku bisa jelaskan semuanya," ucap Zein.

Saat mereka sudah ada di kamar, Intan kembali berbalik ke arah Zein. "Sekarang Mas pilih. Aku atau kamu yang tidur di sini?" tanya Intan. Ia sedang tidak ingin satu kamar dengan Zein.

Tampang Zein memelas. "Sayang," ucapnya sambil mendekat pada Intan dan ingin memeluknya. Wajahnya pun ia dekatkan ke wajah Intan.

"Cukup! Gak semua masalah bisa kamu selesaikan dengan cara seperti itu. Kalau masalah sepele mungkin aku bisa kamu rayu. Tapi enggak untuk yang satu ini," ucap Intan, tegas.

Deg!

Zein langsung gusar. Ia pikir bisa merayu Intan dengan mudah. Namun ternyata salah.

"Oke, kalau kamu masih pingin di kamar ini. Biar aku yang keluar!" ancam Intan sambil melangkah.

"Jangan! Oke, aku yang keluar," sahut Zein sambil menahan istrinya.

Ia terpaksa mengalah karena tidak mungkin membiarkan Intan tidur di luar kamar mereka. Meski ada kamar tamu, tetapi Zein khawatir Intan akan kabur dari rumah itu.

Akhirnya ia pun meninggalkan kamar tersebut dengan berat hati.

Brug!

Intan membanting pintu karena terlalu kesal pada suaminya itu. Hingga membuat Zein terperanjat.

"Astaghfirullah, serem banget marahnya," gumam Zein sambil mengelus dada.

Tak lama kemudian, Intan kembali membuka pintu.

Ceklek!

Zein pun langsung menoleh. Ia senang karena Zein pikir Intan akan memintanya masuk kembali.

Namun dugaannya salah. Intan langsung melempar pakaian Zein serta handuk mandinya. Pakaian itu jatuh tepat di wajah Zein.

Meski marah, ternyata Intan masih memikirkan suaminya yang belum mandi itu. Bahkan ia menaruh sikat gigi, pasta gigi serta gelas kumur suaminya itu di lantai.

"Terima kasih, Sayang," ucap Zein sambil tersenyum.

Set!

Intan langsung memicingkan matanya. "Sama-sama!" ucapnya, ketus. Kemudian ia kembali menutup pintu.

"Ya ampun, lagi marah aja masih bisa gemesin kayak gini. Gimana gak makin cinta," gumam Zein sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan Intan.

Zein pun memunguti pakaiannya, kemudian ia masuk ke kamar tamu dan mandi di sana.

Saat masuk ke kamar mandi, Zein mendadak mendapatkan ide. "Ah, iya. Aku coba deh. Semoga berhasil," gumam Zein. Ia akan melakukan berbagai cara agar membuat istrinya itu tidak marah lagi.

"Huweekk! Huweekk!"

Zein pura-pura muntah dengan suara cukup keras. Ia bahkan tidak menutup pintu kamar dan kamar mandinya.

Intan yang sedang dikamar pun mengerutkan keningnya. Meski samar, ia masih dapan mendengar suara suaminya itu. "Kenapa, sih?" gumam Intan.

"Huweeeekkk! Huweeekk!"

Sambil pura-pura muntan, Zein sambil menoleh ke arah pintu. Ia berharap istrinya segera datang. Sebab meski hanya pura-pura, berakting seperti itu cukup melelahkan.

'Kok lama banget, sih? Apa dia gak denger?' batin Zein. Ia gelisah karena Intan tak kunjung datang.

Saat mendengar suara pintu kamar mereka terbuka, Zein pun melanjutkan aktingnya. Ia pura-pura muntah sambil memeluk closet yang masih bersih karena jarang dipakai itu.

"Ck! Kenapa, sih?" gumam Intan sambil berjalan ke arah kamar yang ditempati Zein.

Meski kesal, ia tetap tidak tega jika suaminya sampai muntah seperti itu. Sebab ia ingat betul suaminya ini sempat mengalami sindrom.

"Kenapa?" tanya Intan, ketus. Kemudian ia mendekati Zein.

"Gak tau, mual banget pas masuk kamar mandi," jawab Zein sambil terengah-engah. Sebelumnya ia sudah membasahi bibirnya agar terlihat lebih natural.

"Kamu kan udah gak mabok lagi. Kok jadi muntah begini?" tanya Intan. Ia kesal karena Zein muntah di waktu yang tidak tepat.

"Entahlah. Mungkin karena stress," sahut Zein.

Intan langsung mengerungkan wajahnya sambil memicingkan matanya ke arah Zein.

"Kamu bohong, ya?" tanya Intan, kesal.

Zein memejamkan mata. "Kalau kamu gak percaya, gak masalah. Aku bisa sendiri," jawab Zein. Kemudian ia berusaha berdiri dan jalan sempoyongan karena sedang pura-pura pusing.

Intan pun mendengus kesal. "Ya udah, sini!" ucapnya. Kemudian ia menuntun Zein dengan mengalungkan sebelah tangannya di belakang leher Intan.

Sambil memalingkan wajah, Zein berusaha menahan senyumnya. Meski begitu ia senang karena Intan masih perhatian walaupun sedang marah.

"Terima kasih, Sayang," ucap Zein saat sudah tiba di tempat tidur.

"Mas masih mual sama bau sabun? Perasaan beberapa hari ini udah gak pernah mual, deh," tanya Intan.

"Iya, Mas juga gak tau. Tadi belum nyium aroma sabun malah. Tapi udah mual," sahut Zein.

"Terus mau mandi, gak?" tanya Intan.

"Mau dikelonin dulu. Boleh, gak?" pinta Zein, manja.

"Kamu beneran mual gak, sih?" tanya Intan, kesal.

"Ya ampun. Beneran, Sayang. Kamu kan tau sendiri aku paling nyaman kalau bobok sambil meluk kamu," ucap Zein, memelas.

Meski kesal, tetapi akhirnya Intan menuruti permintaan suaminya itu. Kebetulan saat itu ia sudah berganti pakaian menggunakan daster. Sehingga cukup nyaman untuk digunakan rebahan.

Intan pun naik ke tempat tidur dan rebahan di samping suaminya.

Saat Intan sudah merebahkan tubuhnya, Zein langsung memeluk Intan. "Nyaman sekali," gumamnya.

Sebenarnya saat ini Zein sedang mencari momen yang tepat untuk membuka pembahasan. Ia tidak ingin masalah mereka berlarut-larut.

"Sayang," ucap Zein sambil menelusupkan wajahnya di dada Intan. Saat ini posisi tidur Intan lebih tinggi dari Zein.

"Hem?" sahut Intan sambil memijat kepala suaminya. Ia sudah biasa melakukan hal itu setiap Zein mual.

"Mas minta maaf, ya?" pinta Zein.

Mendengar hal itu, Intan pun langsung beringsut. "Kamu sengaja, ya?" tuduhnya.

Zein menahan Intan dengan memeluknya. Namun ia tetap memperhatikan bagian perut Intan agar tidak tertekan.

"Terserah kamu mau anggap apa. Yang pasti Mas cuma mau menjelaskan bahwa kamu hanya salah paham," ujar Zein.

Intan menghentikan gerakan tangannya. Kemudian ia memalingkan wajah. Malas membahashal itu dengan suaminya tersebut.

"Oke, aku memang salah. Alasan apa pun tidak dapat dibenarkan. Aku minta maaf," ucap Zein.

Intan mendengus kasar.

"Jujur, dulu aku kira kamu itu pemalas karena sering terlambat dan mengantuk saat sedang bekerja," ucap Zein.

Set!

Intan langsung memicingkan matanya ke arah Zein.

"Ya tapi kan itu aku gak tau alasannya. Setelah tahu alasannya, aku menyesal. Tapi saat itu kondisinya aku sudah terlanjur mengajukan penempatan kamu," ucap Zein, memelas.

"Jahat!" sahut Intan.

"Iya, aku memang jahat. Tapi aku ngirim kamu ke sana bukan cuma karena kesal sama kamu. Tapi ada alasan lain," ujar Zein.

Ia berusaha meyakinkan Intan agar tidak marah lagi. Intan pun menatap suaminya, seolah menantikan penjelasan itu.

"Jadi ....
***
Untuk yang belum tau. Karya karsa itu aplikasi baca berbayar. Jadi kalau mau baca harus bayar dulu per babnya harganya variatif, mulai dari 2k per bab (tergantung banyaknya isi bab). Jika berminat, silakan DM ke IG @justmommy2020, nanti aku kasih link.

See u,
JM.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang