Chapter 17

198 26 39
                                    

A waiting kiss and tears
-
-

A waiting kiss and tears--

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-
-

Sejak tadi Terra berada di posisi yang sama, duduk di sofa kamar sambil menatap layar laptop, menonton website berita yang hampir sebulan ini merongrong jagat maya, tidak setiap saat tapi selalu saja ada infotaiment yang akan menyinggung hal tersebut. Semua itu membawa kehampaan di hati Terra, kini dia tak mampu merasakan apapun.

Mati rasa.

Dia bagaikan seonggok raga yang kehilangan nyawanya.

Tidak ada satupun yang bisa mengusik dirinya sejak hari itu, bahkan Mama dan Papanya yang masih tinggal menemaninya di rumah juga tidak bisa mendekatinya. Kedua orangtuanya itu pun saling mendiami.

Terra semakin sering mengurung diri di kamar, tidak ingin menemui siapapun selain hanya Jinna yang dia biarkan membawa makanan untuknya ke kamar.

Natya sudah kehabisan akal membujuk, Terra mau makan dan minum saja sudah syukur untuknya.

Sedangkan Yapoland, pria itu hanya akan sesekali berdiri di depan pintu kamar Terra, berusaha memintanya keluar dan bicara, ketika tak mendapat tanggapan selain entah apa yang di banting di balik pintu itu Yapoland akan akan undur dengan kekecewaan lagi dan lagi.

Hampir sebulan, keadaan mereka seperti itu.

Terra mengasingkan dirinya sendiri.

....

3 minggu sebelumnya...

Beberapa jam setelah Blue menjalani operasi.

Alcace berjalan gontai menuju ke kamar rawat Blue, tidak sedikitpun dia meniggalkannya dan Alcace masih ingin seperti itu karena setiap 2 jam sekali Blue akan di periksa oleh dokter dan Alcace ingin tetap siaga berada di sampingnya.

Namun, ketika pengecekan itu dilakukan untuk kali keempat kepalanya mengalami sakit yang teramat, mungkin dia akan ikut jatuh sakit karena memaksakan tubuh sedangkan dia belum makan apapun.

Dan disinilah dia sekarang, berjalan di koridor rumah sakit, baru kembali dari kantin setelah membeli paket makanan. Mata pria itu kosong, pikirannya semrawut. Nafsu makan saja sebenarnya tidak ada tapi staminanya yang terkuras tidak bisa berbohong, masalah bertubi-tubi ini menghantam tenaganya habis-habisan.

Dia tak mau selemah ini jika ingin melindungi dan menjaganya. Tapi tidak dipungkiri rasanya akan kembali ditampar kenyataan ketika mengingat gadis yang sangat dia kagumi, yang sudah mengambil semua cinta yang pernah Alcace punya, kini terbaring bersama semua alat bantu rumah sakit.

Sungguh, bahkan sekarang menyemangati diri sendiri terasa menakutkan.

Alcace terguguh, dia berhenti melangkah, menopang tubuhnya dengan tangan ke dinding, kepalanya menunduk. Untuk sesaat dia kesulitan menghirup udara, bahkan menghembuskannya dengan gusar.

TemporeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang