MHT 10

67.2K 1.6K 32
                                    

dobel up spesial hari Minggu☀️🌇

besok Senin 😳
————

Usai sudah pagelaran pernikahan dua manusia itu. Kini pasangan pengantin baru itu sedang menumpangi mobil menuju rumah kedua orang tua si pria. Erwin dan Arin sudah lebih dahulu pulang untuk mempersiapkan penyambutan menantu mereka.

"Tangan kamu lelah?" Aksel meraih tangan Shey yang berada di paha gadis itu. Memberikan pijatan lembutnya meringankan pegal-pegal di lengan sang istri.

"Bapak mau saya pijit juga?" tanya Shey polos. Dulu saat ia ingin dipijit sang kakak, ia harus memijit Sandy terlebih dahulu. Simbiosis mutualisme.

Aksel menggeleng. "Hanya ingin meringankan rasa lelah istri saya." ucapnya.

Dengan cepat Shey memalingkan wajahnya. Menutupi wajahnya yang bersemu karena ucapan sang suami. Aksel ini sebenarnya guru atau keturunan Denny Cagur sih? Pandai sekali menggombal.

Rupanya laki-laki itu menyadari istrinya yang sedang menahan malu. Shey salting. Tangannya mencubit gemas pipi yang dari pertemuan pertama mereka sudah mencuri perhatiannya. Pipi putih sedikit berisi yang menggemaskan.

"Ih bapak guru nakal. Masa cubit-cubit pipi muridnya." canda Shey berpura-pura marah dan menjauh dari sang suami.

Aksel terkekeh. Mendekatkan diri kepada sang istri. "Sebenarnya saya mau cium kamu di sini. Tapi masih ada supir jadi saya tunda dulu saja." bisiknya membuat Shey langsung memberikan tatapan takut semi bergidik.

"Aku engga mau dicium bapak." Shey menjulurkan lidahnya. Seolah mengejek atau menantang sang suami.

"Cuma ga mau dicium kan? Kalau dicabuli mau?"

Shibal. Tidak tahu sudah. Sudahlah. Pertanyaan Aksel membuat perut Shey dipenuhi ribuan kupu-kupu yang sedang beterbangan. Bulu kuduknya berdiri bersamaan. Merinding.

Gadis itu menarik bantal yang tersedia di mobil. Menyandarkan kepalanya ke jendela sebelah kiri dan menutupi wajahnya menggunakan bantal. Sungguh ia merasa malu karena pertanyaan suaminya itu. Malu tanpa sebab.

Baru beberapa detik Shey tenang dalam posisinya. Bantal yang menutupi wajahnya ditarik oleh seseorang. Siapa lagi kalau bukan Aksel.

"Jangan ditutupi wajahnya. Kecantikan kamu jadi tidak bisa saya nikmati. Kalau mau tidur sini," Laki-laki itu menarik Shey agar kembali tegak. Lalu menjatuhkan kepala gadis itu di bahunya. Lengannya merangkul bahu Shey sedangkan jemarinya mengusap-usap rambut gadisnya itu.

"Tidur saja. Nanti saya bangunkan." ucapnya. Shey hanya mematung. Kepalanya bergerak kecil sekali untuk mengangguk.

Dada gadis itu berdebar. Ini posisi terdekatnya dengan seorang laki-laki. Biasanya masih ada jarak beberapa senti atau meter. Tetapi kini tubuhnya menempel dengan tubuh Aksel. Bahkan ia bisa merasakan hangat yang menguar dari tubuh suaminya itu.

Pak Hadi yang mengangkut dua pasangan itu akhirnya memberhentikan mobil yang disupirinya. Di pelataran rumah mewah tinggi menjulang bercat putih.

Aksel mengajak turun sang istri. Berikut dengan tas berisi barang-barang Shey dari kediaman orang tua gadis itu.

"Barang kamu cuma ini?" tanya Aksel menunjuk tas besar yang ia bawa di kedua tangannya.

Shey menggeleng. "Masih ada lagi, tapi nanti kata mama dikirim pake kurir aja. Ini baru yang penting-penting yang aku bawa." jelasnya, Aksel mengangguk paham.

Pasangan suami-istri yang baru sah itu melenggang masuk ke rumah. Terlihat sepi, entah di mana kedua orang tua Aksel. Mungkin sudah di kamar.

Tetapi terlihat sekali ada persiapan yang dilakukan untuk menyambut Shey. Ada beberapa makanan, buah-buahan bahkan kado-kado dari teman orang tua mempelai juga tersedia. Dengan tulisan untuk menantu Erwin dan Arin. Menyenangkan sekali.

MY HUSBAND TEACHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang