chapter 41

17.5K 861 11
                                        

HAPPY READING YEOROBUN 💞
-----------

Seperti rutinitas biasanya pada hari Jum'at. Setelah sholat subuh para santri bersiap untuk pengajian di masjid putra. Sebagian santri, khususnya mereka yang rajin sudah pada berangkat. Kini tinggal santri-santri yang susah di aturlah yang masih bersantai di kamar masing-masing. Banyak dari mereka beralasan sedang haid, istihadhoh dan lainya.

Untung tidak ada yang beralasan nifas.

Tidak seperti biasanya kini Aza, Ganeth, dan Lala sudah standby di masjid. Walau bukan di barisan paling depan tapi itu sudah cukup menunjukan bahwa mereka serius untuk berubah. Karena biasanya mereka berangkat terlambat dan di takzir di halaman pondok putra, setelah itu baru boleh duduk, itupun di barisan paling belakang.

Aza sengaja membawa pulpen dan selembar kertas untuk mencatat hal penting. Sesuai ngendikane Abah Ibrahim. Yang namanya orang cerdas itu di manapun dia berada pasti selalu mengambil hikmah pembelajaran. Jadi kemanapun kalian pergi bawalah selembar kertas dan pulpen, catatlah apa yang menurut kalian penting.

Speechless. Itu yang Aza rasakan sekarang, lebar yang ia bawa kini penuh dengan coretan tulisan yang menurutnya penting. Perbedaannya sangat terasa dengan dulu saat Aza duduk di barisan paling belakang, luar masjid. Dengan sekarang yang duduk di barisan tengah dalam masjid. Dan lagi-lagi menyesal dengan apa yang dia lakukan dulu.

Lala dan Khanza pun sama, mereka menyatat apa yang menurut mereka penting. Mendengarkan penjelasan dengan seksama.

Setelah selesai para santri kini menuju makam samping pondok untuk berziarah bersama. Aza, Ganeth, dan Lala menunggu sampai sedikit sepi, malas berdesak-desakan. Sekiranya agak sepi mereka beranjak untuk ke makam. Ikut berjongkok di barisan terakhir.

Menunggu rawuhnya Abah Ibrahim yang akan mengimami ziarah. "Lama banget ya?" Ucap Lala.

"Sabar elah, baru juga lima menit." sahut Ganeth.

"Gantengnya"
"Tumben banget dua Gus Al ikut"
"Uhh, calon imam ganteng banget"

Mendengar bisik-bisik itu Aza seketika menoleh ke arah belakang, dan terlihatlah Abah Ibrahim bersama dua kembar. Namun yang membuat para santri heboh bukan itu, di belakang Abah Ibrahim terdapat dua sosok Gus idaman mereka. Altha dan Alvin, padahal sebelumnya mereka berdua tidak pernah ikut ziarah.

Seperti halnya sudah terlatih Aza dan Lala saling memandang, lewat isyarat mata mereka merencanakan sesuatu. Ganeth yang berada di tengah-tengah hanya berdecak pasrah, dalam hati ia berhitung dan benar saja dalam hitungan ke tiga dua sahabatnya menelusup ke arah depan, meninggalkan Ganeth sendirian. "Gini amat dah nasib gue" gumam Ganeth menatap malas ke arah Aza dan Lala, sama sekali tidak ada niatan untuk menyusul.

Ganeth balik ke area asrama putri dengan santri yang tidak di kenalnya, pada saat itu dia berjalan sendirian jadi Ganeth menyamakan langkahnya. "Hai kenalin nama aku Ganeth" sapa Ganeth memulai pembicaraan, selain kedua sahabat dan dua teman somplaknya, di pondok ini Ganeth tidak terlalu mengenal santri lain. Paling hanya Mbak ndalem atau Mbak pengurus.

"Aku Ella kak" ucap santri tersebut menjawab pertanyaan Ganeth.

"Kelas berapa?" Tanya Ganeth sksd (sok kenal sok dekat) ia sangat bosan juga badmood gara-gara di tinggal kedua sahabatnya.

"Udah lulus" ucap Ella sambil tersenyum, ia termasuk orang yang mudah bergaul dengan orang lain. Jika di lihat, Ganeth juga orang yang asik.

Ganeth mengangguk. "Gak punya temen? Kok sendirian" ceplos Ganeth asal, tanpa memperhatikan lawan bicaranya, lama-lama ia sudah tidak mood untuk berbicara.

Ijbar [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang