14. Lie & Tie

3.8K 266 27
                                    

Di sepenjuru kota ini, mungkin hanya Edzsel saja yang berani bersikap seenaknya di ruang interogasi milik Cornelius. Lebih tepatnya milik kantor polisi tempat Cornelius bekerja.

Pemuda itu dengan santainya menggambar berbagai macam pola tak beraturan di atas meja menggunakan borgol yang sedang menahan kedua tangannya.

Cornelius yang mengamati Edzsel dari balik kaca benar-benar merasa sudah kehabisan kesabaran untuk menunggu.

Perintah interogasi belum juga turun. Dan dia hanya bisa berdiam diri saja.

"Haloo? Acaranya jadi atau dibatalkan, Pak Polisi? Aku harus segera menjemput Rapunzel-ku di sarang monster loh. Bisa kita percepat saja proses ini? Langsung ... ke bagian intinya saja."

Cornelius tidak tahan lagi. Dia membuka pintu ruangan itu meskipun sudah ditahan oleh rekannya.

Provokasi dan seringai Edzsel barusan sudah membangkitkan sisi iblisnya.

Polisi berkepala plontos itu sudah tidak sabar ingin segera menghajar Edzsel sampai mati.

"Wah ... akhirnya datang juga. Ayo, cepat lakukan apapun yang kau mau. Karena aku masih ada agenda penting setelah ini."

"Kau merasa sangat di atas angin ya, sialan?! Kau pikir kau itu sedang ada di mana, hah?! BERANI-BERANINYA KAU MENANTANGKU!"

Edzsel terkekeh melihat kemarahan orang di hadapannya itu. Lucu sekali karena Cornelius merasa bahwa Edzsel sedang bermain-main. Karena nyatanya, pemuda itu tidak pernah bersikap santai sedetik pun setelah ia kehilangan Renggana.

Saat belahan jiwanya itu dibawa pergi secara paksa oleh siluman jahat bernama, Ayah. Saat itulah seluruh Rencana manis Edzsel sudah terangkai indah.

"Ayolah Cornelius ... percepat saja semuanya. Aku--- mulai bosan loh."

BRAKK!

Wajah tampan Edzsel dihantamkan begitu keras pada permukaan meja yang cukup kasar itu. Membuat hidungnya berdarah dan dahinya juga turut mengucurkan eritrosit walau tidak separah indra penciumannya.

"Buahahahaha ... hanya segini saja, sobat? Kau yakin bahwa kau itu seorang jantan, hah-"

BUGH!

Kali ini bogeman mentah terarah langsung menuju pipi mulus cucu Jewish itu.

Belum cukup sampai di situ. Cornelius bahkan sampai melewati meja penghalang mereka agar dirinya bisa lebih leluasa menghajar remaja yang masih berusia balasan tahun itu.

Mulai dari wajah, perut, bahkan kaki Edzsel pun turut menjadi sasaran dari amukan Cornelius.

Duda tanpa anak itu benar-benar berang tatkala mengingat bagaimana seluruh rekan timnya mati secara mengenaskan di dalam gudang kosong yang ternyata sudah dipasangi bom oleh anak buah Edzsel.

"MATI KAU! MATI KAU BANGSAT!"

Edzsel terbatuk-batuk hingga menyemburkan darah dari mulutnya. Namun bukannya memilih untuk berhenti meprovokasi Cornelius. Dia justru tertawa semakin riang. Padahal wajahnya sudah berantakan layaknya korban pengeroyokan.

"Hanya itu sherif- uhuk. Kau- tidak berpikir bahwa aku bisa mati hanya dengan pukulan manjamu ini, kan?"

"PERGILAH KE NERAKA DASAR IBLIS!"

Cornelius mengangkat kursi milik Edzsel yang sudah terpental jauh dari tubuh pemuda itu.

Edzsel hanya diam dan tersenyum ketika melihat kursi itu semakin mendekati tubuhnya yang sedang tergeletak di atas lantai dengan posisi tangan masih terborgol.

Don't Escape: Look At Me, Your Devil AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang