Kejutan

29.1K 4.1K 234
                                    

Reina sedang melakukan video call dengan Zidan. Mereka sedang menggibah tentang kematian Lily yang sangat mendadak. Reina menyenderkan ponselnya ke tempat minum lalu ia menyedot mienya sesekali.

"Gue kaget banget denger Lily tiba-tiba meninggal. Mana apesnya Lili malah kirim fotonya lagi, serem banget gila," kata Reina.

Alis Zidan berkerut, "Hah? Gimana-gimana? Lily meninggal tapi Lily kirim foto? Serem bat."

"Bukan Lily yang kirim foto, tapi Lili pake I," Reina menjelaskan dengan menekankan kata I.

"Gak ada beda"

"Kalo Lili yang pake I, itu temen sekelas gue"

"Ohh"

Tak lama kemudian terdengar suara teriakan, itu suaranya Mama Celline. Reina bergegas menuju sumber suara tanpa membawa ponselnya. Ponselnya ia tinggalkan begitu saja. "Ada apa ma?" Tanyanya panik.

Sang Mama terlihat bahagia, sampai keluar air mata. Ia bahkan menutup mulutnya, menggunakan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya memegang 5 buah test pack. (Aku nggak tau penulisannya yang bener apa)

Reina mengernyit, "Mama gapapakan?"

Celline mengangguk, ia segera memeluk putrinya yang sebentar lagi akan memiliki adik. "Mama hamil?"

"Hah?" Otak Reina agak loading.

Celline dengan bangga menunjukkan kelima hasil test pack kehamilannya yang ia beli dari apotek tadi. "Garis duaaa"

Kini Reina yang melompat kegirangan, ia memeluk erat mamanya. "Oh my goddd, bakal jadi kakak dong?" Celline mengangguk.

Reina mengambil alih alat tes tersebut, ia mengangguk-angguk. "Ohhh jadi ini ya yang namanya testpack, bentuknya beda-beda tohhh."

"Loh kamu baru tau?" Mamanya tidak menyangka.

"Nggak juga, udah tau kok, tapi bentuknya beda dari yang di film."

"Nggak pernah searching?"

Reina menggeleng, "Buat apa?"

Celline hanya melongo, lalu Reina  berpamitan untuk kembali melanjutkan makannya.

"Ada apa?" Tanya Zidan yang melihat dari layar ponsel saat Reina sudah mendekat.

"Ada berita baikkkk, mama hamil yeay!"

"Mama yang mana?"

Entah kenapa pertanyaan Zidan membuat Reina merasa bad mood seketika. "Celline"

"Wuihhh, cie yang mau jadi kakak," goda Zidan. Reina tertawa menanggapinya, lalu ia mengambil sumpit dan memakan mie.

"Otak gue random banget," ucap Zidan tiba-tiba.

"Kenapa?"

"Kok gue jadi kepikiran ya, kita kan transmigrasi. Nahhh, mungkin gak ya kalo Lily transmigrasi ke rahimnya mama lo. Alias dia transmigrasi ke adik lo."

Mendengar perkataan Zidan, Reina langsung meletakkan sumpitnya ke meja. "Sumpahhh, pikiran lo random banget. Sampe bikin nafsu makan ilang."

"Becandaaa Reinaaa, impossible udah."

Reina minum sejenak, "Tapi bisa jadi sih. Tapi jangan deh."

"Kenapa?"

"Gak bisa bayangin sih gue, bakal gimana nanti jadinya."

"Ribut jelasnya," ucap Zidan diakhiri dengan tawa. Lalu ia berpamitan untuk menutup video call.

Selesai memakan mienya, Reina minum lalu melamun sebentar. Mengingat kembali waktu tadi malam melayat. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, orang tua Lily terlihat begitu hancur. Tangis ibunya menjerit-jerit, jelas tidak rela anaknya dikubur di liang lahat. Penampilannya sangat berantakan, rambut tidak terkuncir dengan baik. Ada 2 orang yang berusaha menenangkannya, satu laki-laki, satunya perempuan. Ia menebak laki-laki tersebut merupakan ayahnya Lily, sedangkan perempuan satunya kemungkinan besar ibunya Justin, karena ia mendengar ibu tersebut memanggil nama Justin dengan sebutan nak.

Ia juga melihat tatapan Justin terlihat kosong. Tapi dia tidak menangis. Ia juga sempat mengobrol dengan Justin, mengucapkan bela sungkawa. Sebelum Reinard datang mengintrupsi percakapan mereka. Menurutnya, hubungan pertemanan T-Rex agak memburuk, lebih tepatnya hanya Justin dan Reinard yang berkonflik. Ini seharusnya tidak terjadi, tapi mungkin karena alur sudah hancur jadi semuanya jadi tidak karuan.

Reina keluar dari lamunannya, ia segera membereskan mangkok, sendok, sumpit dan gelasnya. Lalu mencucinya dan menaruhnya ke rak.

Tak lama kemudian, Reinard datang menemui Reina. Reina awalnya tampak bingung, namun akhirnya mempersilahkan masuk. Reinard tampak agak sedikit stres dimata Reina.

"Kenapa lo?" Tanya Reina.

Reinard memijit dahinya, "Stress banget gue. Kayaknya ada yang berkhianat."

"Yang dimana? Yang di geng apa mafia?"

"Dua-duanya," ucap Reinard diakhiri dengan helaan nafas.

"Ohhh-wow." Reina mencoba mengingat kembali alur novel. Tidak peduli walau alur sudah acak-acakan. Siapa tau dia dapat clue.
Tapi sebelum ia membocorkan sebuah nama ke Reinard. Reina ingin bertanya terlebih dahulu. "Tapi tebakan lo siapa?"

"Justin, udah curiga dari awal."

"Bukan dia"

"Lo ngebela mantan lo yang brengsek itu?"

"Gak ngebela anjir, emang bukan dia. Brengsek gitu dia juga temen lo bambang!"

Reina melanjutkan ucapannya. "Emang bener, salah satu temen deket lo yang berkhianat. Dia keliatan b aja dari yang lain, gak menonjol banget. Gak sok cool and cold. Fakta lain, dia punya adek, dan adeknya sebenernya suka sama lo! Tapi kayaknya malah pacaran sama orang lain sih. Gak tau lah, lupa"

Reinard mengernyit, "Tau dari mana?"

Reina hanya mengedikkan bahu dan tersenyum kecil. 'Tahu dari Sumedang' batinnya. Tapi tiba-tiba ia merasa agak merinding. Bukan agak lagi, tapi benar-benar merinding.

"Jujur!" Ucap Reinard penuh penekanan.

Reina agak panik, "Daripada kepo gue tau darimana. Mending cari tau ciri-ciri yang gue sebutin tadi. Biar cepet diberantas. Biar gak makin rugi."

Reina diam sejenak. "Setelah gue pikir-pikir, Justin juga bisa berpotensi jadi pengkhianat sih. Tapi kasian sih dia, tunangan belum lama malah meninggal. Mungkin kalo ada yang manas-manasin dia, adu domba kalian, pasti bakal berkhianat sih."

Reinard cukup terkejut. "Gampang banget omongnya."

"Ya karena gue ngga ngalamin, jadi kalo bicara mah gampang. Kalo gue sendiri yang ngalamin cuma melongo bodoh dan boom, jadi gembel sih kalo gak malah meninggal dikhianati temen sendiri."

"Gue bunuh orangnya kalau ada yang berani khianatin lo."

"Loh? Terus kok Justin masih hidup?" Melihat ekspresi Reinard yang berubah, Reina langsung gelagapan. "Candaaa, bercandaaa yaaa. Don't take it seriously."

Reinard menyeringai, "ide bagus."

Reina otomatis memukul punggung Reinard. Tiba-tiba otak randomnya penasaran, "Eh lo berarti pernah bunuh orang ya?"

Reinard mengangguk ringan. Alisnya naik, seakan bertanya kenapa.

"Gimana rasanya bunuh orang?"

Reinard ingin menjaili Reina. "Rasanya asyik, apalagi pas mereka jejeritan minta buat stop. Satisfying parah. Darah yang mengucur deras, baunya ahhh... Wangi. Hahahahahaha. Mau coba? Kebetulan kemaren ada salah satu penyusup main ke tempat yang salah. Ayo langsung ke tempat eksekusi kalo lo mau coba, dijamin ketagihan."

Reina lansgung menghujani Reinard dengan lemparan bantal. "GAK MAU! STOP ANJIR!" Menyuruh Reinard untuk stop bercerita tetapi Reinard masih melanjutkan. Ketika bantal sudah habis. Ia berganti memukuli Reinard dengan tangannya. "Psikopat lo!"

Sialnya, Reinard malah tertawa renyah.

***

3 hari kemudian, Pukul 00:00, instagram, youtube, twitter dan tiktok Semai memposting poster serta video untuk event Exploration. Tertulis "COMING SOON"









.
.
.
.
.
.

Maaf yaaaa, lama bangettt gak updateee
😭🙏
Gak ada ide+mau PAT
Tapi kalo ide cerita lain malah bermunculan sih hmmmm.

Yang mau PAT semangattt yaaa, semoga sukses!

Figuran Tingkat TinggiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang