b

34 7 1
                                    

Sedikit sendu, apa gerangan yang di pikirkan langit hingga ia terlihat sedih? Rasanya ingin memberikan sedikit semangat agar ia tersenyum, meski samar.

Mengaitkan ujung satu dengan yang lain agar pertahanan lebih kokoh untuk membawa langkah menuju tempat mengais ilmu. Perlu energi lebih, untuk menerima beberapa liter pengetahuan dan energi lebih untuk menyiapkan hati yang berontak oleh tuan berkuda putih.

Sial. Manis nya terlampau sangat, tuan itu sedang berdiri di depan pembatas rumah kami. Tidak perlu heran, kami tetangga jarak tiga buah rumah.

"Lama saya tinggal"

"Pamit dulu, tungguin"

Tidak selalu, tapi seringkali berjalan bersama entah pergi atau kembali.

Favorit, berjalan di belakang nya menatap punggung lebar dan menunggu aroma lemon itu menyapa hidung.

Ini bagian terfavorit, ketika sesekali adam didepan menoleh kebelakang. Sekedar memastikan sejauh mana jarak dari dia disana. Serius, aku katakan tuan itu berpuluh kali lipat mempesona jika menoleh ke belakang.

Hampir gila atau memang sudah?

"Bapak ga cape?"

"Cape kenapa?"

"Saya ikutin terus"

"Kan saya yang ngajak"

"Saya juga sering ngajak"

"Ya udah imbang"

"Cape ga?"

"Jangan banyak tanya, Lia"

"Dikelas selalu bilang 'ada yang ingin di tanyakan?' sekarang pas orang nanya malah di gituin"

Dia berhenti melangkah, menghentikan ujung sepatu pantofel nya ke aspal lalu berbalik dengan tangan di saku. Mari melompat setinggi mungkin, rasa nya ingin terbang. Mempesona tiada ampun.

"Liat got di samping?"

"Bapak liat?"

"Kok nanya balik?"

"Yaudah, liat"

"Saya dorong ke sana ya?"

"Boleh, tapi abis itu saya narik bapak"

"Terserahlah. Cepetan jalan, jangan lama"

Sangat ingin menertawakan langit hari ini, lantaran wajahnya sendu. Memamerkan bahwa aku disini jauh lebih bahagia. Tapi, jangan.

Nanti langit marah, lalu menangis seharian.

Astaga dipikir-pikir langit sedikit cengeng juga.

Berhenti mengatai langit, sekarang waktu nya mengecap pengetahuan yang akan memenuhi isi kepala, tapi tenang saja. Akan di sisakan sedikit untuk tuan yang dipuja.

Benar-benar, sedetik saja ia tidak beranjak. Terus duduk di ruang itu seolah mengatakan 'saya tetap disini tidak akan kemana-mana'

Iya, lantas bagaimana mengusir jika ruang itu sepenuhnya menjadi miliknya? Kunci nya dia simpan di tempat yang entah berantah. Kejam.

Tuan didepan penuh karisma, wibawa tiada cacat.

Yang salah hanya satu, mata pelajaran nya membosankan.

Cukup terbantu lantaran Bapak Kirino yang mengajar. Astaga Tuhan memang sangat adil, lalu kenapa seringkali mengeluh dan mencaci maki pada Tuhan bertanya perihal keadilan?
Di depan mata padahal bentuk keadilan. Sialan.

Karena jatuh cinta menyita segala nya, lupa diperkenalkan siapa gerangan tuan berkuda putih itu.

Kirino Arkana nama nya, jangan di catat!! Cukup untukku!! Itu nama yang hanya boleh menjadi ukiran untukku.

Jabarkan lagi tidak?

Cukup!

Tidak ingin dilanjutkan, takut nanti kalau-kalau ada orang lain yang jatuh cinta pada nya.

Lagi,

Selamat Jatuh Cinta.

𝖀𝖏𝖚𝖓𝖌 𝕽𝖆𝖘𝖆 | Lee Know ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang