e

17 7 1
                                    

Lembut bak helai sutra beterbangan
Menggema nan riak dalam dekap
Ia datang lalu menggenggam
Menggenang dalam satu pelupuk asa
Bukan sekedar indah yang tercipta
Ada binar asing tak terbantahkan

Kirino Arkana jauh dari sekedar indah.

Beberapa kali, sampai mungkin pemilik semesta bosan betapa sering memuji ciptaan nya yang satu itu. Maaf Tuhan, tapi aku benar-benar mengagumi ciptaan-Mu.

Senandung riang tidak luntur, tapi ingat beberapa waktu yang lalu betapa aku mengejek langit yang terlihat sendu. Kali ini, biarlah langit yang kembali mengejek ku.

Disana, rumah ber cat abu-abu terang dengan dua kursi kayu mengkilap. Ada sepasang manusia sibuk bercengkrama dengan hangat. Pijar hangat nya bahkan seperti hinggap disisiku juga. Adam di sana terlihat melebur dengan sosok hawa terlampau anggun.

Ujung kaki ku rasa nya beku. Bukan kah sekarang musim kemarau? Tapi, rasa nya dingin.

Ini sedikit merepotkan, lantaran aku harus menenangkan si hati yang berontak meraung karena kesakitan. Seperti nya dia tersandung kayu lalu luka. Kasian, semoga luka nya tidak parah.

Kalau akal masih sehat, maka pasti akan berbalik dan berhenti menatap. Tapi, rasa-rasa nya sekarang tidak sehat. Tetap menatap selayaknya menonton adegan palsu yang ditampilkan di Televisi. Tapi, yang ini terlampau nyata hingga mengoyak dengan dalam tatkala adam disana mengusak lembut ujung kepala sang hawa.

Anggap itu film romansa.

"Sakit"

Monolog singkat yang penuh luka, meraba dada lalu tersadar bahwa kadang ada masa dimana luka menyapa sebentar. Tidak masalah ini hanya sebentar.

Kalau bertanya, apa tetap jatuh cinta?

Jelas, iya.

Urusan jatuh cinta tetap berjalan, perihal sakit nya itu urusan pribadi. Biar menjadi rahasia dengan si hati, dia perlu ketenangan.

Bahkan hingga matahari menyapa, dan lagi-lagi dengan cerah nya tuan itu berdiri di pagar depan rumah ku. Tidak tersenyum karena memang begitu. Jangan berharap akan dapat senyuman. Ia pelit soal itu.

"Cepet, Lia"

"Sabar dong, ini tali sepatu nya salah ikat"

"Mau saya bantu?"

"Jangan, nanti makin jatuh cinta"

Tidak hanya adam disana tertawa, rupanya bidadari yang kehilangan selendang di rumahku juga ikut tertawa. Meraih tangan nya, membawa pada ciuman lembut.

"Berangkat, Ma"

"Hati-hati"

"Iya"

"Hati-hati jatuh cinta"

Itu sedikit menghibur, benar. Melambai lalu mengiringi langkah tuan pujaan. Sangat sempurna.

"Bapak"

"Hm?"

Entah sejak kapan pasti nya, tidak terlalu ingat. Jawaban sesingkat 'Hm' sekarang seolah masuk kedalam satu dari sekian banyak nya candu yang ku derita. Ia mampu menggetarkan seluruh sendi. Keren.

"Bapak udah punya pacar?"

"Kenapa emang?"

"Kok nanya balik?"

"Menurut kamu udah punya?"

"Gatau, maka nya saya nanya"

"Nikmati aja jatuh cinta kamu"

"Ga terganggu?"

"Di dunia ini banyak hal yang diberi Tuhan tanpa bisa ditolak, Lia. Salah satu nya perasaan cinta. Nikmati aja"

"Bapak jatuh cinta?"

"Belum"

"Kalau jatuh cinta sama yang lain?"

"Nikmati jatuh cinta kamu, ga usah kamu campur sama penyakit hati yang kamu ciptakan sendiri"

"Bapak belum ngucapin selamat jatuh cinta sama saya"

"Lia, Selamat jatuh cinta"

Sebelah tangan nya mengusak kepala ku, seperti kemarin ia mengusak kepala perempuan lain yang bertandang pada nya. Begini ternyata rasa nya. Mendebarkan dan memabukkan.

Selamat Jatuh Cinta.

𝖀𝖏𝖚𝖓𝖌 𝕽𝖆𝖘𝖆 | Lee Know ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang