Lupa perihal sakit rasanya jika sudah dibayar tunai seperti ini, tuan ini begitu lihai menata hati kembali riang. Dia terlihat seperti pemain handal tanpa tersaingi.
Satu persatu cahaya lampu mulai menyala, di ruas jalan yang setiap hari kami injak ini, selama nya akan kuberi penghargaan tak ternilai. Karena betapa ia memberi banyak momen berharga.
"Jangan ngelamun, mikirin apa kamu?"
Gema nya merdu, syahdu tak terbantahkan. Bersama riuh nya kendaraan yang ganas berlalu lalang.
"Mikirin Bapak"
"Udah ada di samping gini masih aja"
"Bapak mana ngerti jatuh cinta"
"Bocil"
Ia berucap sambil jari telunjuknya mendorong pelan dahi ku. Bagian yang itu cukup menyebalkan. Ingin ku gigit sampai putus, tapi tidak kuasa jika menatap lelaki itu meraung kesakitan.
"Bapak pernah cemburu?"
"Saya manusia juga"
"Ga enak kan, Pak?"
"Lia, habisin Bakso kamu terus kita pulang"
Tanya yang tidak terjawab.
Seumpama tamu, ia di usir setelah memanggil. Tidak masalah, itu hak pemilik rumah. Tamu tidak berhak membantah.
Pernah kubaca beberapa kali pada sampul buku milik tuan itu, bait nya kira-kira begini; "if a train doesn't stop at your station, then it's not your train- Marianne Williamson"
Itu terlalu jauh kupahami, tapi ada tamparan kecil yang membuat diri tersadar. Jatuh cinta pada orang lain tidak selamanya membuat ia jatuh cinta juga.
Menyelesaikan makan dengan setengah cepat, tuan disana berjalan didepan. Selalu.
Lalu berhenti dan menoleh, meraih tangan ku yang terasa dingin lantaran senja memang menitipkan sedikit mendung tadi.
"Nanti ketinggalan jauh, lama kamu jalan nya"
"Bapak yang jalan nya ga pernah santai"
"Maka nya tinggi"
"Body shamming"
"Pendek bagus juga"
"Bagus apa?"
"Bagus di lempar"
Aku cukup bosan menjabarkan adam ini berkali-kali dalam setiap waktu nya. Ia menyebalkan. Tapi, cukup membuat uring-uringan. Adil bukan?
Langkah nya berhenti di sebuah Toko besar dengan deretan bunga cantik bak taman surga. Harum pula.
"Suka bunga?"
"Suka nya Bapak"
Tuan itu tertawa, menarik masuk mengitari rak demi rak letak bunga warna warni yang menarik.
"Saya belikan ini mau?"
Satu buket bunga dengan warna kuning mencolok, itu jelas Bunga Matahari.
"Kenapa bunga itu?"
"Kamu kuning cerah"
Aku diam, kuning cerah.
Benar, aku terlalu ceria menyerupai bunga Matahari. Bagus, pengamatan nya tidak buruk.
Melupa, ia pengajar Sosiologi. Apa yang sulit jika hanya mengamati diriku.
"Disimpan bunga nya"
"Bapak jangan marah, ya?"
"Kenapa marah?"
"Saya nyerang Bapak lewat kekuatan langit"
Dia berhenti melangkah (lagi). Mengambil Tas biru muda yang melekat di belakang ku, membawa nya di bahu kiri milik nya. Lalu berjalan disampingku. Menyama kan langkah. Ini cukup langka.
"Saya ga pernah nolak kamu, Lia. Tapi, saya juga belum pernah sekalipun berucap menerima"
"Artinya?"
"Selamat jatuh cinta"
Selamat jatuh cinta seolah tidak lepas dari lisan nya, karena pada akhirnya aku sendiri kelimpungan memaknai apa maksud selamat dari nya.
Tapi, selamat bertarung di langit.
Dan.
Selamat Jatuh Cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝖀𝖏𝖚𝖓𝖌 𝕽𝖆𝖘𝖆 | Lee Know ✓
Teen Fiction"Sempurna itu, ya tuan berkuda putih; Kirino Arkana nama nya" Selamat Jatuh Cinta ©leaadr ©lmh