ayang, ini part dua puluh lima

99 22 167
                                    

25. Hei mantan!

Gak perlu sok akrab deh. Kamu itu hanyalah masa lalu yang pernah nyakitin aku! Sadar diri dong, tahu malu, ‘kan?

•••

Welcome to my story Besttai!

Senangnya bisa berceloteh indah lagi bersama kamu-kamu semua kali ini. Soraknya mana ma Besttai? Sini ngumpul! Kita ghiba!

Tau belum apa bahan dan tujuan aku ghiba kali ini? Nggak tahu pasti. Hem, kurang apalagai aku jadi cewek pengertian banget Besttai.

Jadi gini, dikarenakan aku gabut, pake banget, maka, obat dari kegabutan yang dilanda sekarang adalah... Ayang. Daripada meneruskan obrolan, gaje ini, mending aku bahas pembicaraan inti.

Oke! Kamu semua pasti udah tahu ya, kalo... seorang Dimas Margantara itu, good looking. Apa perlu aku jabarin muka dia yang lagi tidur itu kayak apa? Bayangin coba. Soal mulut yang terbuka besar aja dia tetap tamvhan ruvhawan padahal, ada aliran air yang mengalir. Reflek, aku tertawa Besttai. Tanpa merasa jijik, aku mengelap air liur Dimas yang keluar.

Dengan kesadaran 00,1% Dimas mengaruk bibirnya.

“Air ngencesan lo bauk air surga Mas.” Teneng aja, aku boong. Bodoh banget kalo aku rela mencium bekas air liur Dimas di tanganku. Aku mengelus rambut Dimas, “janji nggak ngeluarin suara babi Mas?”

Btw, posisiku sekarang lagi senderan. Dan kamu tahu, pahaku yang nggak empuk-empuk banget ini jadi bantal kepala Dimas. Kalo dibayangin kita itu, nggak jauh-jauhlah yah dari kata so sweet and romance layaknya relationship suami-istri. Eh? Stop! Nggak boleh ngehalu berlebihan, nggak baik untuk kesehatan mental!

“Dan kau hadir, merubah segalanya... ” Daripada aku berhalusinasi mending aku nyanyi aja Besttai. Enjoy. “Maaf kau bila nananana beri, yang kita rasa, hatiiiiii, maaf, ‘kan bila aku... bila aku?” Maklum, lupa lirik.

Eh Btw, lagu tiktok yang aku nyanyiin, judulnya itu apaan yah? Yang suara cowoknya mirip banget dengan suara Haechan NCT. Aku berdecak. Gini nih, kalo otak gentayangan pikiranpun ikutan brutal. Nyambung-nyambungnya malah ke Haechan.

Skip!

“Mas?” Aku menepuk pipi Dimas. Kenapa aku ngelakuin itu? Jawabannya simple, aku nggak mau ngomong sendiri, “bangun ih.” Namun, nihil.

Atas tindakanku yang ingin membuat Dimas terbangun, dia malah melingkarkan kedua tangannya memeluk perutku Besttai. Kok gini sih? Boleh nggak, aku baper sekarang?

Aku menghembuskan nafas, “Perbuatan tanpa sadar yang dilakukan orang, dan elo Bi, jangan ke-ge-errr-an!” Butuh masukan penyadaran itu perlu dilakukan, demi menghindari kebaperan! “Dimas ah! Jangan kek gini dong.” Tanganku menghempaskan kedua tangan Dimas yang melingkar diperutku.

Ayang nurut, sampe bibirnya cemberut. Matanya terbuka, dan dia natap aku kurang dari satu menit, terus... terpejam lagi. Heh?

“Ayang?” Aku menggoyangkan lengannya. Respon dia? Menyembunyikan wajahnya diantara bagian perutku. Makin ke sini, kok makin ke sana yah? Aku, ‘kan keringat dingin kalo Dimas bertingkah kayak gini. Aku punya hati, bagian itu menghangat Besttai. Aku salting! “Duh... makin nggak aman jantung gue kalo kek gini caranya.”

FriendgameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang