"Mom, Gio mau helikopter besar seperti punya teman Gio. Tadi pagi teman Gio di antar Daddy nya mengunakan helikopter yang besar dan indah!"
Akibat permintaan bocah laki-laki berumur sepuluh tahun itu, sang ayah akhirnya memberikan helikopter untuk putra semata wayangnya. Dan tidak lupa mengantar bocah itu kesekolah.
Sorot mata menatap ayah dan anak itu. Setelan jas yang di kenakan oleh ayah bocah itu berhasil membuat ibu-ibu yang mengantar putra dan putri nya terpanah dengan katampanan pria dewasa itu.
Walaupun sudah menginjak usia 40 tahun, ketampanan nya justru berlipat ganda.
Pria itu berjongkok, menyelaraskan tinggi nya dengan sang putra. Dikecupnya kening bocah itu, tak lupa mengelus lembut dan mengecup singkat pipi kanan bocah itu.
"Belajar lah yang rajin, tidak masalah jika nilai mu jelek, yang terpenting tetap jaga reputasi mu sebagai putra tunggal Nichols Dernandes"
Bocah itu mengangguk, "baik dad"
"Jangan nakal! Daddy akan pergi ke kantor"
"Helikopter nya?" Masih sempat-sempatnya bocah sekolah dasar itu menanyakan tentang helikopter.
"Akan Daddy bawa."
Bocah itu melotot.
"Ada apa?" Tanya Nichols pada putranya. Sang putra menggeleng, lalu memeluk sang ayah membuat Nichols terkejut. "Dad, biarkan helikopter nya disini" ujarnya yg berada di pelukan Nichols.
Bocah itu mengalungkan tangan kecilnya di leher sang ayah. Nichols berdiri seraya menggendong putranya. Nichols menepuk pelan punggung bocah itu.
"Helikopter itu bukan mainan sayang. Tidak boleh di tinggal sembarangan, jika ada yang tidak sengaja menyalakan mesin helikopter nya bagaimana? Akan terjadi kehancuran jika tersenggol sedikit" jelas Nichols.
"Mengerti Argio?"
Argio menggeleng. "Hiks.." bocah itu justru menangis. Argio menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang ayah.
"Ada apa? Nanti akan Daddy belikan mainan helikopter yang bisa kau mainkan"
Argio mengangkat kepalanya, ditatapnya mata sang ayah dengan intens. "Apa bisa terbang?"
Nichols menggeleng. "Tidak bisa"
Raut wajah yang sumringah kembali sedih. "Eh, jangan menangis sayang, walaupun tidak bisa terbang, namun tetap mirip dengan helikopter pada umumnya" ujarnya mencoba menenangkan sang putra.
Argio menujuk helikopter yang ia tumpangi. "Apakah sebesar itu, Dad?"
Nichols mengangguk dan tersenyum tipis, "tentu nya"
Raut wajah Argio yang bahagia membuat Nichols kembali tenang. Awalnya Nichols bingung bagaimana caranya agar Argio tidak menangis.
"Baiklah kalau begitu, Daddy harus kekantor. Mommy yang akan menjemput mu"
"Sendiri?" Nichols mengangguk. "Mengapa tidak bersama Daddy?"
"Daddy ada meeting, sayang."
Nichols menurunkan Argio, bocah itu langsung berlari menuju ruang kelas nya.
"BYE DADDY!" ujarnya seraya melambai-lambaikan tangannya.
*
"ARGIO!"
Guru itu menatap Argio dengan tatapan marah. Marah karena Argio memukuli teman nya hanya karna temannya itu merobek coretan-coretan hasil gabut Argio.
"Dia robek kertas aku!"
"ARGIO!" bentak guru yang merupakan wali kelas bocah itu. "Itu hanya kertas, tidak perlu memukuli nya"
"Ibu tidak tahu bagaimana berharganya kertas itu bagiku, kertas yang tertulis nama ku dan orang tua ku. Kertas yang membuat orang tua ku bangga dengan ku. Kertas pertama yang aku coret ketika aku bisa menulis. Kertas yang berhasil membuat ku mendapatkan apa yang ku inginkan. Bagi ibu itu hanya sebuah kertas, namun bagiku itu adalah barang berharga yang penuh dengan kenangan. Lantas mengapa aku tidak boleh marah?"
Bocah sepuluh tahun itu membuat guru terdiam seketika. Tak lama kemudian Nichols datang, dan langsung menggendong putranya.
"Katakan, apa yang terjadi, hm?" Pria itu terlihat panik. Air mata Argio langsung mengalir. "Hiks.."
Nichols menatap tajam guru yang menundukkan kepalanya. "Apa yang anda lakukan pada putra saya?!"
"Kertas ku robek, Dad!" Adu nya. "Kertas apa, sayang?"
"Kertas ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Tunggal
Teen FictionMaximilian Argio Dernandes adalah pewaris tunggal yang sangat di sayangi oleh keluarga besarnya. Namun siapa sangka bahwa Argio adalah laki-laki beringas dan kejam jika berada di luaf pengawasan keluarga besarnya, termasuk orang tuanya.